Sri Mulyani: APBN Surplus, Sinyal Positif Keuangan Negara

0
1
foto ist

DAELPOS.com – Meski proyeksi pertumbuhan global terkoreksi signifikan, outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup kuat.

Wabah Covid-19 kini sudah semakin terkendali. Namun, tantangan dan risiko perekonomian global bergeser ke arah peningkatan harga komoditas, memanasnya tensi geopolitik, serta percepatan pengetatan moneter Amerika Serikat.

Tidak itu saja. Ekonomi dunia juga mengalami disrupsi suplai yang tak berkesudahan serta meningkatnya inflasi dan keterbatasan likuiditas global yang semakin menambah downside risk (risiko negatif) terhadap prospek perekonomian global.

Tren itu dibenarkan oleh beberapa lembaga internasional, seperti IMF, Bank Dunia, dan Bloomberg. Akibat kondisi itu, mereka memberikan catatan bahwa pertumbuhan ekonomi global diprediksi melemah.

Beberapa lembaga internasional telah menurunkan proyeksinya, antara lain IMF, yang semula memberikan proyeksi pertumbuhan 4,4 persen pada 2022. Di April mereka menurunkan menjadi 3,6 persen.

Demikian pula dengan Bank Dunia yang hanya memberikan 3,6 persen, turun 1,2 persen. Sementara Bloomberg memberikan di kisaran 3,2 persen, turun 0,1 persen dari proyeksi semula.

“Banyak negara yang menghadapi ruang fiskal yang sudah terpakai secara luar biasa pada pandemi yang lalu, sehingga ruang fiskal makin terbatas. Ini adalah risiko baru yang menyebabkan sejumlah lembaga internasional melakukan revisi ke bawah dari prediksi ekonomi semula,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Juni 2022, Kamis (23/6/2022).

Sri Mulyani menambahkan, meski proyeksi pertumbuhan global terkoreksi signifikan, outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup kuat. Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 dan 2023 masing-masing sebesar 5,1 persen dan 5,3 persen.

Sementara itu, IMF memprediksi Indonesia akan tumbuh 5,4 persen dan 6,0 persen di periode yang sama. PMI Manufaktur Indonesia bulan Mei tetap melanjutkan ekspansi meski melambat dibandingkan bulan sebelumnya.

Di tengah kondisi demikian, Sri Mulyani menjelaskan konsumsi masyarakat ternyata semakin kuat dan mendukung pemulihan ekonomi. APBN 2022 hingga akhir Mei mencatatkan peningkatan surplus akibat kinerja pendapatan yang baik.

Dia mewanti-wanti bahwa pemulihan ekonomi domestik masih akan dibayangi tantangan dan risiko global, sehingga peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai shock absorber tetap sangat diperlukan, dengan memperhatikan kesehatan APBN agar tetap sustainabel dan kredibel.

“Pertumbuhan ekonomi tidak tergantung lagi hanya dari sisi APBN. Bahkan APBN sekarang bergeser sebagai instrumen untuk menjaga shock, tapi bukan lagi sebagai lokomotif utama untuk pertumbuhan ekonomi. Sebab, mesin pertumbuhan sudah mulai menyala melalui konsumsi investasi dan ekspor,” ujar Menkeu.

Berita gembira dari laporan kinerja, APBN kembali mencatat surplus sebesar Rp132,2 triliun pada Mei. Surplus APBN ditopang pendapatan negara yang tumbuh nyaris 50 persen dibandingkan tahun lalu di tengah belanja yang menurun.

“Total keseimbangan APBN kita hingga akhir Mei surplus Rp132,2 triliun, dibandingkan Mei 2021 yang defisit Rp219,2 triliun. Ini merupakan pembalikan yang luar biasa dari kondisi fiskal kita,” ujar Sri Mulyani.

Dalam konfrensi pers itu, Menkeu Sri Mulyani Indrawati didampingi Sekjen Kemenkeu Nuahasil Nazara dan semua dirjen di lingkungan kementerian tersebut. Berkaitan dengan surplus APBN tersebut, kinerja itu setara dengan 0,74 persen dari produk Domestik Bruto (PDB).

Dengan kinerja positif tersebut, Menteri Sri Mulyani memperkirakan, defisit APBN hingga akhir tahun bisa ditekan lebih rendah dari target sebesar Rp868 triliun atau 4,85 persen dari PDB. Di sisi lain, keseimbangan primer juga melanjutkan surplus sebesar Rp 298,9 triliun. Realisasi itu juga menunjukkan pembalikan dari tahun lalu yang defisit Rp67,4 triliun.

Sri Mulyani memerinci, surplus pada APBN hingga bulan kelima tahun ini didorong oleh pendapatan negara yang tumbuh 47,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp1.070,4 triliun. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan pada April sebesar 45,9 persen. Pendapatan negara hingga akhir Mei telah mencapai 58 persen dari target dalam APBN tahun ini.

Semua sumber pendapatan negara tumbuh dua digit, terutama yang berasal dari perpajakan. Penerimaan pajak tahun ini sudah mencapai Rp705,8 triliun atau 55,8 persen dari target. Realisasi itu naik 53,6 persen dibandingkan tahun lalu.

Penerimaan kepabeanan dan cukai tumbuh 41,3 persen menjadi Rp140,3 triliun, ini setara 57,3 persen dari target. Sedangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp224,1 triliun atau 66,8 persen dari target dan pertumbuhan 33,7 persen.

“Dari sisi pendapatan memang kita akan mengalami upside yang cukup signifikan, ini yang juga sudah kami sampaikan di DPR,” tambahnya.

Pada kesempatan di DPR, Menteri Sri Mulyani mengatakan, pemerintah telah menyampaikan bahwa kemungkinan penerimaan negara Rp420 triliun lebih tinggi dari yang ada di APBN. Kinerja pendapatan negara yang moncer tahun ini ditopang oleh harga komoditas yang tinggi serta berlanjutnya pemulihan ekonomi.

Di saat pendapatan negara melanjutkan kinerja positifnya, belanja negara justru terkontraksi 0,8 persen dibandingkan tahun lalu. Ini merupakan pembalikan setelah bulan sebelumnya masih berhasil tumbuh 3 persen.

Total belanja negara hingga akhir Mei sudah mencapai Rp938,2 triliun atau 34,6 persen dari target. Penurunan pada belanja negara, antara lain, berasal dari Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar 4,6 persen menjadi Rp284,3 triliun.

Hal ini karena penurunan pada pencairan sejumlah item seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dan nonfisik, Dana Bagi Hasil (DBH) serta Dana Insentif Daerah (DID), sementara Dana Alokasi Umum (DAU) naik.

Belanja oleh pemerintah pusat naik 1 persen dengan realisasi Rp 653,9 triliun. “Namun belanja ini belum menggambarkan tambahan subsidi dan kompensasi yang diperkirakan menambah belanja negara hampir mendekati Rp380 triliun sendiri,” kata Sri Mulyani.

Dengan kinerja APBN yang masih berhasil mencetak surplus, realisasi pembiayaan anggaran bisa ditekan hingga turun 73,2 persen dibandingkan tahun lalu. Total pembiayaan anggaran sebesar Rp83,3 triliun atau belum mencapai 10 persen dari target.

Harapannya, kinerja APBN sudah baik itu terus dijaga meskipun kondisi global sangat-sangat dinamis bahkan cenderung volatile. Pemerintah pun patut terus mewaspadai kondisi global selain terus menjaga pertumbuhan ekonomi.

Bila benar-benar terkendali, APBN akan semakin kuat dan sehat, serta keberlanjutan perekonomian bangsa ini tetap terjaga ke depan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here