Kewenangan Penyidikan Tunggal kepada OJK Dipertanyakan

0
2

DAELPOS.com Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pertama permohonan pengujian Pasal 8 Angka 21 Pasal 49 ayat (5)  dan Pasal 8 Angka 21 Pasal 49 Ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) pada Senin (19/6/2023). Perkara Nomor 59/PUU-XXI/2023 ini dimohonkan oleh Serikat Pekerja Niaga Bank Jasa Asuransi (SP NIBA) AJB Bumiputera 1912 (Pemohon I), I Made Widia (Pemohon II), Ida Bagus Made Sedana (Pemohon III), Endang Sri Siti Kusuma Hendariwati (Pemohon III).

Pasal 49 Ayat (1) huruf c UU P2SK menyatakan, “Penyidik Otoritas Jasa Keuangan terdiri atas: … c. pegawai tertentu, yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan.” Pasal 49 ayat (5) UU P2SK menyatakan,  “Penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan oleh penyidik Otoritas Jasa Keuangan.”

M. Rullyandi sebagai kuasa hukum mengatakan, Pemohon I sebagai badan hukum privat, telah dirugikan pemenuhan hak konstitusionalnya karena keberadaan ketentuan UU P2SK telah menghilangkan hak konstitusionalnya dalam rangka membela kepentingan hukum anggotanya selaku pekerja dan warga negara. Kerugian yang dialami karena tidak dapat menempuh upaya hukum melalui sarana penegakan hukum di Kepolisian RI atas terjadinya tindak pidana di sektor jasa keuangan—seperti permasalahan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912. Kecuali hanya melalui proses penegakan hukum saat penanganan penyidikan tunggal tindak pidana di sektor jasa keuangan, yang hanya dapat dilakukan oleh Penyidik Otoritas Jasa Keuangan.

“Dalam pandangan Pemohon I konsekuensi keberadaan ketentuan UU P2SK tersebut, dinilai menimbulkan persoalan konstitusional dalam hal keberadaan Penyidik Pegawai Tertentu Otoritas Jasa Keuangan. Sebagaimana diatur dalam ketentuan UU P2SK yang sangat potensial dengan penalaran yang wajar dapat dipastikan terjadi melakukan penanganan penyidikan tunggal tindak pidana sektor jasa keuangan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Tertentu Otoritas Jasa Keuangan. Apabila dimaknai hanya satu-satunya sarana penangangan penyidikan tunggal tindak pidana oleh Otoritas Jasa Keuangan. Ketentuan norma ini berdampak langsung terhadap kepentingan hukum anggota Pemohon I yang sedang dalam pegawasan dan penanganan administratif  oleh Otoritas Jasa Keuangan,” jelas Rullyandi dalam Sidang Majelis Panel yang terdiri atas Hakim Konstitusi Suhartoyo, Arief Hidayat, dan Daniel Yusmic P. Foekh dari Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK, Jakarta.

Pengaduan Tidak Dapat Ditindaklanjuti

Sementara terhadap Pemohon II, II, dan IV dalam permohonan disebutkan pemberian kewenangan penyidikan tunggal kepada Penyidik OJK dengan salah satunya terdapat Penyidik Pegawai Tertentu OJK di sektor jasa keuangan, para Pemohon telah dirugikan hak konstitusionalnya secara aktual. Dalam kasus konkret, Pemohon II mengalami kejadian dugaan tindak pidana perbankan oleh HV (diduga pelaku penipuan) yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin dari pimpinan Bank Indonesia pada 2008. Singkatnya, Pemohon II melaporkan hal yang dialami dan kemudian mendapatkan surat tanggapan dari Kasubdit II Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bali No. B/16/I/RES.2.2./2023/Dittipideksus. Intinya, pengaduan Pemohon II telah diterima, namun  belum dapat kami tindak lanjuti. Sebab, berdasarkan ketentuan Pasal 49 Ayat (5) UU P2SK, kewenangan penyidikan terhadap perkara tindak pidana perbankan menjadi kewenangan tunggal penyidik OJK.

Lebih teperinci dalam permohonan dinyatakan ketidakpastian hukum dalam proses penegakan hukum apabila Pemohon II hanya dapat menempuh upaya hukum sebagaimana ketentuan pasal-pasal a quo yang menyatakan fungsi penyidikan tunggal yang hanya dapat dilakukan oleh penyidik OJK.  Dalam pandangan Pemohon sebagai  bagian dari masyarakat, kemudian tidak terlayani dengan baik dalam penegakan hukum atas penolakan laporan pidananya.

Sehingga fungsi OJK sebagai pihak yang melakukan penyidikan ini dinilai telah memonopoli penyidikan di sektor jasa keuangan. Akibatnya hal ini dinilai bertentangan dengan prinsip due proces of law berdasarkan asas kepastian hukum yang adil, sebagaimana dijamin dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 serta mereduksi kewenangan Kepolisian RI sebagai organ utama alat negara yang bertugas menegakkan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945.

Untuk itu, dalam petitum provisinya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan mengabulkan permohonan provisi para Pemohon. Selain itu, Pemohon juga meminta agar Mahkamah menyatakan menunda keberlakuan UU P2SK sampai ada putusan Mahkamah dalam perkara a quo. Selama penundaan tersebut, undang-undang yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan ketentuan Pasal 8 Angka 21 Pasal 49 ayat (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan sepanjang frasa ‘hanya dapat dilakukan oleh penyidik Otoritas Jasa Keuangan’ bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: ‘Selain penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, penyidik Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan’ yang diatur lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 14 Angka 35 Pasal 37D ayat (10) tentang tindak pidana perbankan, ketentuan Pasal 15 Angka 55 Pasal 67A ayat (10) tentang tindak pidana perbankan syariah, ketentuan Pasal 22 Angka 41 Pasal 101 ayat (1) tentang tindak pidana di bidang pasar modal, ketentuan Pasal 52 Angka 23. Pasal 72A ayat (10) tentang penyidikan atas tindak pidana perasuransian sebagaimana diatur pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan,” tandas Rullyandi.

Nasihat Majelis Hakim

Terhadap permohonan ini, Hakim Konstitusi Daniel dalam nasihatnya mencermati bagian kedudukan hukum para Pemohon. Selaku pembayar pajak, Pemohon I dapat menyerahkan bukti pelaporan pajak yang telah dilakukan untuk memperkuat legal standing. Berikutnya, Hakim Konstitusi Arief memberikan beberapa catatan tentang sistematika permohonan mulai dari bunyi pasal yang diujikan hingga posita, provisi, dan petitum yang dimintakan pada Mahkamah. Selain itu, Arief juga mendapati permohonan para Pemohon yang menilai terjadinya disharmoni tindak pidana keuangan dengan kewenangan OJK dalam penyidikan yang perlu dicermati lagi secara lebih teliti.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyikapi tentang justifikasi keberadaan penyidik dalam ruang lingkup pengawasan hanya oleh OJK. Oleh karena itu, para Pemohon perlu memperjelas kewenangan penyidikan yang bersifat khusus antara Kepolisian RI dan OJK.

“Apakah ini penyidikan yang bisa melebur menjadi satu atau seperti apa? Perkuat argumentasinya dengan karakter penyidik yang diberikan atas kewenangan khusus bagi OJK tersebut, jika perlu buatkan ruang lingkup yang menjadi bidikan penyidik di jaksa keuangan OJK ini,” sebut Suhartoyo.

Sebelum menutup persidangan, Suhartoyo mengatakan para Pemohon diberikan waktu selama 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Sehingga permohonan perbaikan dapat diserahkan selambat-lambatnya pada Senin, 3 Juli 2023 pukul 13.00 WIB ke Kepaniteraan MK. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here