DAELPOS.com – Sekian banyak anggota DPR yang dilantik, terdapat nama Mulan Jameela. Istri musisi kondang Ahmad Dhani ini sukses duduk di Senayan dengan modal tenar seorang artis. Sekaligus dari partai pendatang baru yang bertengger di tiga besar.
Capaian Mulan Jameela cerminan ketenaran adalah modal utama dalam meraup dukungan dari pemilih. Tak kenal maka tak sayang, dengan itu maka kepercayaan atas kecakapan mengemban tugas nantinya bisa dipoles kemudian.
Popularitas bukan barang baru dalam platform rekayasa politik ketika masuk ke kancah kontestasi. Jauh di negeri digdaya, Ronald Reagen seorang pemeran koboi melaju ke kursi presiden dengan mulus. Bahkan terkenang sebagai presiden punya prestasi di tengah perang dingin AS-Uni Soviet.
Kita semua masih banyak mempertanyakan kadar kecakapan berpolitik dari politisi bermodalkan ketenaran. Pertanyaan disebabkan oleh premis awal bahwa tenar sebagai artis dibangun dari narasi citra dan cita rasa. Bukan capaian aksi sosial-politik yang masih diyakini sebagai syarat penting bagi peran politisi.
Keseksian Mulan Jameela juga tidak jauh beda dengan pandangan umum atas modal dasar politisi itu. Seorang penyanyi nyentrik masih dituding tanya, kapan dan bagaimana bisa menunaikan tugas sebagai wakil rakyat tanpa modal pengalaman sosial-politik yang teruji di lapangan?
Yang paling seksi adalah proses keterpilihan Mulan Jameela ditengarai punya problem etik. Dia menggeser caleg lain dengan hasil suara lebih besar darinya, tapi dianulir atas atensi kepentingan politik partai. Tersiar alasan pencopotan pesaing Mulan dari keanggotaan partai yang secara otomatis menggugurkan yang bersangkutan meski sudah ditetapkan oleh KPU.
Gelombang demontrasi di Garut lenyap di telan bumi melawan kekuatan besar di hadapannya. Konsolidasi partai yang secara praktikan lebih banyak diperankan oleh kepentingan politik partai, bukan oleh segelintir caleg yang ada di setiap dapil. Meja mewah di Jakarta yang akhirnya menyediakan surat sakti untuk meminta KPU mencatatkan Mulan Jameela sebagai caleg yang harus dilantik.
Taring politik partai sangat kentara dalam kasus terpilihnya Mulan Jameela. Publik secara gambang menerka ada imbalan jasa terkait posisi Ahmad Dhani sebagai pendukung fanatik pasangan Prabowo-Sandi. Ahmad Dhani yang sekarang mendekam di penjara harus diberikan kado istimewa.
Secara etik terlihat balasan untuk Ahmad Dhani punya pijakan kuat, selain soal penghidupan layak juga memperpanjang argo kesetiaan seorang pasukan pada komandan di masa depan. Pasukan berani mati harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan.
Kekecewaan kader Gerindra Garut yang dilupakan pasca putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak sebanding dengan ongkos kesetiaan Ahmad Dhani. Kecewa itu hanya satu riak kecil dari tantangan yang dihadapi selama ombak besar yang menerpa bangunan konsolidasi dalam memenangkan Prabowo-Sandi.
Nampaknya ini jadi proyeksi prestisius menyambut tantangan lebih besar di pemilu 2025. Skala prioritas merawat pasukan berani mati dalam berpolitik sedang bicara lantang ke setiap sudut pendukungnya di masa mendatang. Penolakan atas upaya ini hanya sekian kecil yang bisa dituntaskan dengan mudah di kemudian hari.
Bangunan konsolidasi partai akan bekerja secara sistematis membesarkan potensi pasukan berani mati dalam berpolitik. Meski dalam beberapa kasus drama politik terdapat pasukan berani mati banyak yang terlantar, untuk kasus Ahmad Dhani ternyata tidak berlaku.
Etika menyelematkan pasukan berani mati pada praktiknya dipandang lebih tinggi dari etika berdemokrasi dalam internal partai. Boleh jadi ke depan ada upaya poles ulang, seperti mendamaikan anak nakal lagi rebutan mainan. Urusan rumah tangga biasa saja meski di ruang publik penuh kegaduhan.
Apa yang akan didapatkan dari peristiwa ini bagi sebagian besar pemerhati politik sebagai wujud oligarki politik masih kuat berperan dalam sistem politik kita. Bersusah payah meraih simpati publik dalam kampanye bukan barang mewah yang harus dipertahankan. Partai politik pada praktiknya terpusat pada satu kepentingan personal yang dominan dalam tubuh partai politik.
Kejadian ini sudah menjadi klasik dan sangat terkenal. Tapi kita semua cendrung lupa hingga gegap gempita menyuarakan asa Demokrasi versus oligarki politik. Dan pada akhirnya nanti dimenangkan oleh oligarki politik untuk kepentingan pribadi dan golongannya. (RED)