DAELPOS.com – Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk sektor koperasi dan usaha mikro kecil menengah (KUMKM) hingga 9 Juli 2020 mencapai Rp8,42 triliun. Realisasi tersebut setara dengan 6,82 persen dari total pagu anggaran Rp123,46 triliun atau naik 0,20 persen dibandingkan periode 2 Juli 2020.
Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Prof. Rully Indrawan, menyatakan meski tergolong masih rendah, namun realisasi penyaluran dana PEN untuk KUMKM patut diapresiasi. Pasalnya saat ini pelaku UMKM dan koperasi masih dihadapkan pada keragu-raguan untuk kembali menjalankan bisnisnya dengan normal lantaran belum adanya kejelasan sampai kapan covid-19 bakal berlangsung.
“Kita patut syukuri bahwa untuk program PEN ini sebagaimana sering kami sampaikan bahwa kami tugasnya adalah memastikan agar seluruh program dan skemanya berjalan baik. Dan terutama dapat memenuhi target yang direncanakan serta tepat sasaran,” ujar Rully Indrawan dalam konferensi pers terkait update realisasi program PEN di kantornya, Jakarta, Kamis (9/7).
Disebutkannya bahwa realisasi penyerapan dana PEN untuk KUMKM tersebut terbagi melalui tiga program yaitu subsidi bunga KUR dengan nilai Rp12,96 miliar (0,26 persen dari Rp35,28 triliun). Kemudian melalui penempatan dana pemerintah untuk restrukturisasi kredit melalui bank anggota Himpunan Bank Negara (Himbara) senilai Rp8,16 triliun (10,37 persen dari total dana Rp78,78 triliun). Kemudian melalui pembiayaan investasi kepada koperasi yang disalurkan oleh Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) KUMKM sebesar Rp239,6 miliar (23,96 persen dari pagu Rp1 triliun).
Rully menambahkan bahwa untuk subsidi bunga KUR, hingga 9 Juli 2020 kemarin baru ada lima bank dan satu koperasi penyalur yang telah mengajukan klaim atas dana talangannya. Keenam lembaga penyalur tersebut yaitu PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BRI), Bank Kaltimtara, Bank Pembangunan Daerah (BPD) Papua dan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Guna Prima Dana.
Rully membenarkan bahwa maish banyak bank-bank dan lembaga penyalur lainnya yang belum melakukan klaim atas dana yang disalurkan kepada kuasa pengguna anggaran (KPA) yaitu ke Kementerian Koperasi dan UKM. Dia berharap bank-bank dan lembaga penyalur segera mengajukan klaimnya agar bisa segera dicairkan.
“Jadi baru ada enam saja yang melakukan klaim, belum seluruhnya. Kami berharap semakin banyak yang mengurus masalah administrasi. Mudah – mudahan dalam waktu dekat sudah bergulir lagi. Kalau memang lambat perlu diingatkan, karena masyarakat butuh dan dananya sudah ada,” sambung Rully.
Sementara itu terkait dengan subsidi bunga non KUR ditegaskannya bahwa proses penyusunan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) dan perangkat KPA sudah selesai. Dipastikan akan segera dikirimkan setelah ada keputusan pagu anggaran dari Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Rencananya penyaluran subsidi bunga non KUR tersebut akan disalurkan melalui 102 bank umum, 1.570 Bank Perkreditan Rakyat (BPR), 176 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dan 110 perusahaan leasing.
“Kita targetkan semua skema yang kita rencanakan bisa terealisasi, tinggal mekanismenya dipertajam baik di tataran birokrasi atau di informasi yang mungkin belum tersentuh ke masyarakat secara masif,” pungkas Rully.
Sementara itu di tempat yang sama Guru Besar Universitas Padjajaran, Prof Ina Primianan, berharap agar program PEN yang sudah direncanakan sangat baik tersebut dapat ditingkatkan akselerasi penyalurannya. Pasalnya saat ini sektor UMKM sangat terdampak dan sudah sangat membutuhkan bantuan dana stimulus dari pemerintah agar usahanya bisa kembali bangkit. Saat ini sektor UMKM menjadi sektor yang paling terkena dampak buruk dari pandemi covid-19. Oleh karenanya sudah seharusnya semua bergotong royong membantu kebangkitan sektor tersebut.
“Perlu melakukan pendekatan ke perbankan dan lembaga pembiayaan lainnya agar melakukan percepatan (penyaluran). Mungkin ada UMKM yang belum tahu PEN karena banyak program pemerintah sehingga UMKM tidak mengerti. Jadi perlu juga digencarkan sosialisasinya,” tutur Ina.
Dia juga berharap pemerintah dapat membantu pelaku UMKM bertemu dengan pasar yang lebih luas. Sebab di saat kondisi ekonomi sedang sulit seperti saat ini, mereka tidak hanya sekedar butuh bantuan fiskal melainkan akses pasar. Sebab dalam kurun waktu 6 bulan kedepan apabila pasar tidak terbentuk, bantuan modal usaha akan tergerus secara perlahan-lahan yang pada akhirnya bisa mematikan UMKM.
“Yang perlu diperhatikan kembali adalah bagaimana ada keberlanjutan, yang utama bukan hanya sekedar uang, Kementerian dan Lembaga harus pikirkan agar UMKM bisa tumbuh dan bisa jalankan bisnisnya dengan mempertemukan demandnya contohnya dengan pelaku usaha besar atau BUMN,” sambung Inna.
Sementara itu Early Rahmawati selaku Tim Asosiasi Business Development Services Indonesia (ABDSI) menambahkan pihaknya sangat siap bekerja sama dengan pemerintah khususnya Kementerian Koperasi dan UKM untuk melakukan pendampingan kepada pelaku UMKM terdampak covid-19. Asosiasinya menyediakan berbagai klinik konsultasi dan konsultasi bisnis yang bisa bermanfaat bagi UMKM agar kembali bangkit dari keterpurukan.
Sementara itu terkait dengan perizinan bagi UMKM, Early berhadap agar pemerintah khususnya Kementerian Dalam Negeri dapat membantu mempercepat pengeluaran izin usaha. Sebab berdasarkan hasil pendampingan yang selama ini dilakukan belum adanya legalitas bagi UMKM membuat mereka kesulitan untuk mengakses program pemerintah termasuk program pembiayaan dari perbankan.
” Kami minta Kemendagri agar izin bagi UMKM bisa dipercepat karena untuk bisa dapat stimulus perlu ada legalitas usaha, kami harap bisa lebih mudah diakses UMKM, sehingga permodalan bisa dinikmati oleh UMKM,” kata dia.