DAELPOS.com – Demokrat kembali membuat pernyataan yang membikin kegaduhan lewat pernyataan salah satu Putra SBY yang juga petinggi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas tentang kondisi ekonomi Indonesia saat ini.
“Ketika zaman mentor kita Pak SBY selama 10 tahun, ekonomi kita meroket, APBN kita meningkat, utang dan defisit kita terjaga. Pendapatan rakyat naik dan lain-lain. Termasuk tentang persentase tingkat kemiskinan dan pengangguran,” begitu kata Ibas seperti dilansir dari detik.com, 7/8.
Lewat pernyataan ibas Partai Demokrat seolah mencoba membandingkan perekonomian Indonesia era Presiden Joko Widodo dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Benar bahwa Saat periode SBY, pertumbuhan ekonomi memang lebih tinggi dari saat ini. Namun hal tersebut dinilai karena berkah meningkatnya harga komoditas global, dan bukan murni dari keberhasilan pemerintahan SBY di dalam mengendalikan pertumbuhan ekonomi Indonesia saat itu.
Memang harus diakui bahwa Sepanjang tahu lalu, perekonomian Indonesia mengalami kondisi yang cukup sulit akibat faktor global. Defisit perdagangan tercatat yang terparah dalam sejarah. Tak hanya itu, defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) juga melebar di atas 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Sedangkan di Zaman SBY terjadi commodity boom, menyebabkan ekspor membaik, merambat ke sektor lain karena pendapatan juga naik, sehingga berdampak terhadap kenaikan konsumsi rumah tangga.
Sementara di era Jokowi Nilai tukar rupiah pada tahun lalu saja sempat mencapai level Rp 15.000 per dolar AS, meski hanya berlangsung selama beberapa menit di pasar spot.
Belum lagi sejumlah harga komoditas anjlok akibat adanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, serta ketidakpastian kebijakan Presiden AS Donald Trump yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dunia mengalami perlambatan. Dan kini diperparah lagi dengan musibah pandemi Virus Covid 19 yg berakibat terhadap krisis dunia, yg ujung-ujungnya berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negri. Menurut realis BPS pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal ke II tahun 2020 terkontraksi hingga minus 5,32 %.
Tak sampai di sana, kini pemerintah juga harus memutar otak membuat ekonomi Indonesia stabil di tengah perlambatan ekonomi global dan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China. Situasi global tak pernah bisa diekspektasi, karena selalu berbeda tiap tahunnya, termasuk adanya musibah pendemi Covid 19 yang datang tanpa ada yang memperkirakannya sebelumnya.
Semua pemerintahan baru tanpa kecuali pasti mewarisi utang pemerintahan sebelum nya. Bedanya, ada yang bisa mengelolanya hingga produktif pada pertumbuhan ekonomi, melunasi utang pada IMF, menurunkan rasio utang pada PDB dan pembangunan infrastruktur.
Dari keterbatasan fisikal akibat beratnya beban subsidi pemerintah terhadap BBM dan kondisi hutang luar negri sepeninggalan pemerintahan SBY, Jokowi masih mampu melakukan terobosan pembangunan infrastruktur di segala bidang, yang pada pemerintahan sebelumnya nyaris tak mampu dikerjakan.
Perkembangan infrastruktur Indonesia saat ini bisa dibilang sangat cepat. Bukan lagi hanya ibukota dan kota besar, kini daerah terdepan pun juga merasakan dampak dari pembangunan ini. Itu semua memang tidak terlepas dari usaha Presiden Jokowi dalam memenuhi janjinya pada rakyat untuk memajukan dan memeratakan pembangunan.
Lalu coba kita tanya, apa hasil konkrit dan nyata yang bisa dirasakan rakyat dari 10 tahun pemerintahan SBY buah dari pertumbuhan ekonomi yang katanya meroket itu?
Semua kita juga bisa mihat dan merasakan sendiri kok bahwa 10 tahun pemerintahan SBY cuma meninggalkan banyak proyek mangkrak yang menjadi beban pemerintah Presiden Jokowidodo.
Jadi membandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di jaman SBY dengan jaman pemerintahan Jokowi sangat tidak aple to aple. Yang pantas dibandingkan itu harusnya adalah hasil kerja nyatanya, terutama hasil pembangunan yang nyata bisa dilihat dan dirasakan langsung oleh rakyat.