DAELPOS.com – Isu jabatan presiden 3 periode yang sempat ramai, bagi Mardani Ali Sera memberikan peringatan sampai pelajaran berharga untuk bangsa kita.
“Jika demokrasi ingin terus berkembang mestinya mempercepat sirkulasi elit. Sulit negeri ini tumbuh secara beradab jika fasilitas untuk mempercepat sirkulasi elit justru dihambat,” katanya dalam @mardanialiser Senin (29/3).
Ketua DPP PKS ini memberi contoh, kasus ‘kudeta’ partai demokrat adalah bahwa oligarki tidak lagi bermain elegan dan tidak lagi mencoba bermain lembut dengan berbagai peraturan dan cara-cara yang terselubung.
“Sudah mulai menampilkan sikap-sikap premanismenya dan mendegradasi nilai-nilai penting demokrasi,” keluhnya.
Kata Mardani, kita perlu lebih waspada lagi, karena premanisme ini akan terus berjalan, dan bukan tidak mungkin kita akan menghadapi hari-hati yang lebih berat.
“Ketika indeks demokrasi kita turun, indeks persepsi korupsi kita turun dan berbagai hal lainnya yang membuat kita harus lebih bersiap,” tambah dia.
Isu seperti ini baginya, merupakn ironi besar karena demokrasi yang sudah lama dibangun justru tertahan. Seakan ada dinding tinggi dan tebal yg memisahkan rakyat dan oligarki atau elit.
Aspek soft power seperti ini yang tidak dibaca, sehingga memanfaatkan kondisi multi partai yang ada di negeri ini.
Hal tersebut, sebagai antitesa dengan presiden Soeharo yang ketika itu cenderung partai tunggal, meskipun saat itu ada Golkar, PPP dan PDIP.
“Jika dikaitkan dengan geopolitik, kita perlu mengakui bahwa apa yang selama ini dikembangkan dalam design demokrasi belum berbasis kepada akar dukungan politik rakyat yg mengakar di dalam ke Indonesiaan kita,’ urainya.
Starting point ini, tambah Mardani, mesti kembali pada dukungan politik rakyat sebagai tolok ukur untuk merekonstruksinya.
“Arahnya harus menuju konsensus nasional untuk mengubah tataran ini. Sekaligus menjadi dasar kenapa geopolitik perlu menjadi input dalam menyusun rekonstruksi nasional,” pungkasnya.