DAELPOS.com – Seiring perkembangan proses penegakan hukum di Indonesia, penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan (LHK) juga diarahkan untuk memberikan keadilan restoratif. Dengan tidak mengabaikan aspek pidana, penegakan hukum LHK tidak hanya bertujuan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku, tetapi bagaimana untuk memulihkan atau mengembalikan kerugian terhadap lingkungan/ekosistem, masyarakat dan negara.
“Kita tengah bertransformasi bagaimana mewujudkan penegakan hukum LHK tidak hanya mampu memberikan rasa keadilan, dan kepastian hukum, tetapi juga mampu memberikan azas manfaat yang restoratif. Dengan begitu, dampak-dampak dari kejahatan lingkungan itu dapat segera kita pulihkan. Karena kejahatan lingkungan itu memberikan dampak terhadap lingkungan atau ekosistem itu sendiri, masyarakat, dan negara yang dirugikan,” ujar Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) LHK Rasio Ridho Sani, pada Acara Refleksi Akhir Tahun 2021 KLHK di Jakarta (27/12/2021).
Untuk mewujudkan hal tersebut, Rasio Sani mengungkapkan ada elemen-elemen penguatan penegakan hukum restoratif. Pertama, penguatan pencegahan melalui pengamanan dalam satu kesatuan komando. Kedua, penerapan sanksi administratif paksaan pemerintah berupa perintah pemulihan lingkungan, beserta penerapan dendanya. Ketiga, penyelesaian sengketa berupa ganti rugi dan tindakan tertentu atas perusakan dan/atau pencemaran. Keempat, penegakan hukum pidana tambahan melakukan tindakan tertentu perbaikan kualitas lingkungan. Kelima, penegakan hukum multidoor dan tindak pidana pencucian uang untuk penguatan efek jera dan pengembalian kerugian negara.
Selain itu, berbagai inovasi dan inisiatif yang telah dilakukan oleh KLHK dalam penguatan penegakan hukum antara lain penerapan artificial intelligence dan big data; pendekatan berbasis sains, denda administratif, gizelling (upaya paksa badan); penguatan kapasitas penyidikan multidoor dan tindak pidana pencucian uang. Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XIX/2021, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) termasuk PPNS KLHK berwenang melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang.
Sepanjang Tahun 2021, Ditjen Gakkum LHK menangani 941 pengaduan, dan memberikan 518 sanksi administratif. Kemudian, kasus pidana LHK yang sudah P.21 ada 182. Tim gakkum LHK juga melakukan 179 operasi yaitu 60 operasi pembalakan liar, 64 operasi pemulihan LH, serta 55 operasi perburuan dan perdagangan TSL.
“Khusus terkait kejahatan TSL, modus operandinya begitu dinamis, orang jualan satwa dilindungi tidak lagi hanya di pasar tradisional. Mereka menggunakan jalur online. Hal ini terus kami pantau, cek dan juga laporkan ke Kemenkominfo untuk dilakukan take down akun yang terindikasi melanggar,” tutur Rasio Sani.
Di samping pidana, gugatan perdata juga masih terus berjalan. Bentuknya beragam, tidak hanya terkait dengan karhutla, juga terkait dengan perusakan lingkungan, pencemaran lingkungan. Ditjen Gakkum LHK terus mengembangkan instrumen-instrumen yang ada di KLHK termasuk melalui pendekatan di luar pengadilan.
“Di tengah pandemi, kita tidak pernah berhenti bekerja. Tim kami terus bekerja untuk memastikan bahwa lingkungan yang baik dan sehat bisa kita wujudkan, dan hutan-hutan kita lestari, sehingga sumber daya alam ini bisa sebesar-besarnya kita pergunakan untuk kemakmuran rakyat dan bangsa ini,” ungkapnya.
Rasio Sani menegaskan bahwa penegakan hukum yang tegas dan konsisten yang terus dilakukan saat ini, disamping untuk mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta hutan yang lestari, juga sebagai instrumen untuk memastikan pencapaian emisi karbon neutral dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya atau Forestry and other land use (FOLU) Net Sink di tahun 2030. FOLU Net Sink 2030 ini agenda dan komitmen pemerintah. Semua instrumen hukum akan digunakan untuk mewujudkannya.
“Sekali lagi tidak ada toleransi untuk pelanggaran, harus ditindak tegas apalagi menghambat pencapai FOLU Net Sink 2030. Kami sedang menyiapkan operasi penindakan untuk mewujudkan Agenda FOLU Net Sink 2030,” tegas Rasio Sani.
Berbicara capaian kinerja penegakan hukum LHK, Rasio Sani mengatakan hal ini tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan ditjen gakkum pada Tahun 2015. Kinerja penegakan hukum LHK, merupakan satu rantai panjang, karena proses penegakan hukum itu seringkali memakan waktu bertahun-tahun.
Pada periode 2015-2021, Ditjen Gakkum LHK menangani 6.143 pengaduan, memberikan 2.185 sanksi administratif, dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebanyak 214 kasus. Sementara itu, gugatan perdata yang dilayangkan Ditjen Gakkum sebanyak 31 gugatan, 14 diantaranya inkracht, dengan ganti rugi pemulihan LHK Rp. 20,7 T. Kemudian, gugatan kasus pidana LHK yang sudah P.21 ada 1.156. Ditjen Gakkum LHK juga melakukan 417 operasi TSL, 671 operasi pembalakan liar, dan 653 operasi perambahan.
“Refleksi ini bagaimana kita melihat perjalanan yang telah kita lakukan, dan langkah yang harus kita lakukan berdasarkan pembelajaran-pembelajaran selama ini, untuk mengetahui langkah yang kita lakukan sudah tepat atau belum, memberikan manfaat atau belum, agar penegakan hukum ke depan lebih baik lagi,” kata Rasio Sani.
Hadir sebagai penanggap dalam acara refleksi Penegakan Hukum LHK ini yaitu Penasehat Senior Menteri LHK Chalid Muhammad, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Prof. Asep Warlan Yusuf, Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Raynaldo Sembiring, Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol Pipit Rismanto dan dari kalangan jurnalis Atalya Puspa.