DAELPOS.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, penerimaan pajak dari transaksi aset kripto telah terkumpul Rp 82,85 miliar sejak 1 Mei sampai 30 September 2022. Secara rinci, perolehan pajak dari transaksi aset kripto itu berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pemungutan oleh nonbendaharawan diterima sebesar Rp 159,12 miliar berasal, sementara Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi aset kripto melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) terkumpul senilai Rp 76,27 miliar.
“Pajak kripto yang sempat pada saat itu terjadi boom telah kita kumpulkan untuk PPN-nya sekitar Rp 82 miliar (Rp 82,85 miliar), untuk transaksi aset yaitu perpindahan tangan dari aset kripto terkumpul Rp 76,27 miliar,” jelas Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kinerja dan Kita (KiTa) yang dilakukan secara virtual, (21/10).
Seperti diketahui, transaksi aset kripto resmi dikenakan PPN dan PPh mulai 1 Mei 2022. Pengenaan pajak ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat, sekitar 13 marketplace yang sudah diakui sebagai pihak transaksi jual beli aset kripto dan telah terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Berdasarkan PMK Nomor 68 Tahun 2022, tarif pajak yang akan dikenakan, yakni 1 persen dari tarif PPN dikali dari nilai transaksi aset kripto, jika melakukannya pada platform jual beli aset kripto yang terdaftar di Bappebti. Sedangkan, transaksi di luar platform terdaftar Bappebti dikenakan tarif PPN 2 persen dikali nilai transaksi.
Investor aset kripto pun dikenakan PPh dari penghasilan yang diterima atau diperoleh dari penjualan aset kripto. Besarannya 0,1 persen jika transaksi dilakukan di platform yang terdaftar di Bappebti dan 0,2 persen apabila dilakukan pada platform non-terdaftar.
Selain pajak atas transaksi aset kripto, pemerintah melalui UU HPP juga memungut pajak dari perusahaan pembiayaan berbasis teknologi atau fintech peer to peer lending. Sri Mulyani menyebut, sebesar Rp 90,05 miliar telah terkumpul dari pemungutan PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman yang diterima dari fintech dalam negeri, serta dari PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman yang diterima fintech luar negeri senilai Rp 40,04 miliar
Selain itu, DJP juga memungut PPN dari PMSE senilai Rp 4,06 triliun atau melampaui capaian sepanjang tahun 2021 yang senilai Rp 3,90 triliun. Sampai dengan 30 September 2022, pemerintah telah menunjuk 130 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut PPN.
“Sekarang perusahaan jasa digital yang comply untuk membayar pajak terus meningkat dan setoran pajaknya juga terus meningkat,” kata Sri Mulyani.
Ia juga menyebut, sebesar Rp 6,87 triliun mampu dihimpun otoritas dari dampak penyesuaian tarif PPN dari 10 persen manjadi 11 persen yang berlaku pada 1 April 2022.
“Sejak diimplementasikan kenaikan tarif PPN berkontribusi sekitar Rp 6,87 triliun terhadap penerimaan pajak. Ini cukup bagus dan juga menggambarkan peningkatan kegiatan ekonomi,” tambah Sri Mulyani.
Adapun total realisasi penerimaan pajak hingga September 2022 telah mencapai Rp 1.310,5 triliun. Capaian ini setara 88,3 persen dari target yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022 sebesar Rp 1.485 triliun.