DAELPOS.com – Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) tengah melakukan transformasi tata kelola kawasan konservasi berbasis lansekap, ekosistem dan masyarakat.
Konteks tata kelola lansekap di sini yaitu pengelolaan kawasan konservasi dengan dukungan dan partisipasi aktif para pihak, termasuk masyarakat sekitar kawasan hutan, sehingga didapatkan manfaat baik kelestarian alam maupun kesejahteraan masyarakat.
Penguatan pengelolaan kawasan konservasi juga dilakukan dengan pola Resort Based Management (RBM) yakni penguatan pengelolaan tingkat tapak. RBM merupakan struktur organisasi terkecil dalam mewujudkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi untuk mengawasi, memanfaatkan, mengelola dan melindungi hutan konservasi.
Penerapan RBM meliputi rasionalisasi wilayah resort sesuai tipologi resort; penguatan kelembagaan resort disertai penyegaran SDM nya; pemenuhan dukungan sarpras dan peralatan lapangan; penguatan penggunaan tools pendukung pengelolaan; optimalisasi pelaksanaan kegiatan lapangan yang efektif dan efisien; serta optimalisasi kelola data lapangan.
Terobosan secara menyeluruh terkait dengan optimalisasi kinerja RBM untuk mewujudkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi dilakukan melalui pemberdayaan dan peran serta masyarakat sekitar kawasan konservasi yang juga merupakan unsur penting dalam peningkatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan.
Berbicara aksi korektif di lingkup Ditjen KSDAE, Plt. Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Bambang Hendroyono mengungkapkan tiga hal utama, yaitu ruang kelola inklusif, kelola TSL dan ekosistem di luar KSA/KPA, serta optimalisasi operasional tapak/resort.
“Saatnya transformasi tata kelola konservasi menjadi berbasis lansekap dan ekoregion, penerapan teknologi secara digital, kolaboratif, adaptif, dan inklusif. Semuanya bermuara untuk mendukung pencapaian Indonesia’s FoLU Netsink 2030,” ujar Bambang pada sesi Refleksi Akhir Tahun 2022 Kementerian LHK di Jakarta, Kamis (29/12).
Ruang kelola inklusif melalui pengelolaan lansekap integratif meliputi RBM di wilayah kerja KSDA dan Taman Nasional sebagai satelit konservasi. RBM juga diterapkan di wilayah Hutan Produksi dan Hutan Lindung berbasis KPH.
Lebih lanjut, Bambang menyampaikan capaian kinerja unit kerjanya sepanjang Tahun 2022. Diantaranya, keberhasilan konservasi khususnya keanekaragaman hayati terlihat dari jumlah kelahiran individu satwa sepanjang tahun ini yang mencapai 105.601. Selain itu, Ditjen KSDAE melakukan pelepasliaran 135.438 individu satwa, dan penanganan 422 konflik satwa liar.
Secara umum, indikator capaian kinerja Ditjen KSDAE dapat dilihat dari kinerja anggaran, kinerja program, dan kinerja kegiatan. Hingga akhir tahun ini, Bambang mengungkapkan jajarannya terus berupaya untuk mengoptimalkan capaian dari aspek anggaran.
Beberapa indikator kinerja program diantaranya inventarisasi dan verifikasi areal keanekaragaman hayati tinggi seluas 24,25 juta hektar serta verifikasi areal perlindungan keanekaragaman hayati tinggi di luar kawasan konservasi seluas 15,6 juta hektar.
Kemudian, Ditjen KSDAE berhasil membukukan nilai ekspor hasil penangkaran sebesar Rp. 9,08 triliun. Begitu juga dengan nilai PNBP jasa lingkungan dan TSL sebesar 153,64 milyar. Berbalut kemitraan konservasi, Ditjen KSDAE mempunyai 1.186 desa binaan. Nilai efektivitas pengelolaan kawasan konservasi berada di angka 61,56 poin dan nilai SAKIP 80 poin.
Selanjutnya, indikator kinerja kegiatan Ditjen KSDAE dapat dilihat di masing-masing unit kerja Eselon II. Direktorat Perencanaan Kawasan Konservasi menguatkan kawasan konservasi dengan kerja bersama lintas K/L dan Pemda. Dari sini, terjalin 76 perjanjian kerja sama dan proses penyelesaian 40 unit Kawasan Suaka Alam (KSA)/Kawasan Pelestarian Alam (KPA).
Dalam pengelolaan Kawasan Konservasi (KK) kata kuncinya patroli pengamanan di 560 unit KK, pendataan kegiatan terbangun 263 ribu hektar, dan pengendalian karhutla seluas 21.847 hektar.
“Artinya ini akan terus dilakukan, dengan kuncinya penguatan sumber daya manusianya,” kata Bambang.
Pemanfaatan jasa lingkungan (jasling) KK meliputi 15 destinasi wisata prioritas, 9 entitas pemanfaatan jasling panas bumi dan karbon, 6 entitas pemanfaatan jasling air, 21 wisata alam science, academic, voluntary, dan education, serta 5 destinasi wisata alam bahari. Selama 2020 hingga 2022, pelaksanaan pemulihan ekosistem juga dilakukan pada areal seluas 61.903 hektar.
Kemudian, Bambang menyoroti mengenai peningkatan atensi entitas bisnis terhadap pengendalian karhutla khususnya di lahan gambut. Berkaca dari hal tersebut, dirinya mendorong agar entitas bisnis juga concern pada kelestarian keanekaragaman hayati.
“Pengelolaan keanekaragaman hayati khususnya penyelesaian konflik TSL agar dapat terakomodir dalam Rencana Kerja Umum pemegang izin berusaha,” ucapnya.
Di akhir paparannya, Bambang berpesan agar seluruh jajaran Ditjen KSDAE khususnya, bersama-sama dapat membangun tapak kawasan hutan, dan untuk selalu bekerja sama juga dengan UPT Ditjen yang lain di lapangan.