DAELPOS.com – Di tengah risiko ketidakpastian global yang masih berlangsung, seperti terjadinya perubahan iklim dan El Nino yang menyebabkan volatilitas harga komoditas dunia, pengetatan kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS), serta eskalasi tensi global perang Palestina-Israel, perekonomian Indonesia relatif kuat bahkan menjadi salah satu yang tertinggi di dunia.
Pada triwulan III-2023, ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% (yoy) dan capaian ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Tiongkok, Malaysia dan AS. Capaian baik ini juga didukung tingkat inflasi rendah yakni 2,56% (yoy). Selain itu, dari sisi fundamental makroekonomi, Indonesia juga masih lebih baik di antara peers countries.
“Solidnya perekonomian nasional didukung dari sisi demand dan supply. Sisi demand dikontribusikan oleh konsumsi rumah tangga sebesar 52,62% dan investasi PMTB sebesar 29,68%. Sementara dari sisi supply, ditopang oleh industri pengolahan dengan kontribusi 18,75% terhadap total PDB,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara CTBC Economic Outlook 2024 bertema ‘Optimism in the Midst of Uncertainty’ di Jakarta, Selasa (28/11).
Tumbuhnya industri pengolahan juga terlihat dari indikator indeks PMI Manufaktur Indonesia, yang di Oktober 2023 berada pada angka 51,5 dan ini tumbuh ekspansif selama 25 bulan berturut-turut. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang masih berada pada level ekspansif di Asia Tenggara.
Tidak hanya sektor riil, Indonesia juga mampu menjaga stabilitas di sektor eksternal. Pada triwulan III-2023, defisit Neraca Pembayaran Indonesia turun signifikan dibandingkan periode sebelumnya, sementara Neraca Perdagangan surplus selama 42 bulan berturut-turut, yang pada Oktober 2023 surplus senilai US$3,48 miliar.
“Pertumbuhan kredit perbankan dengan tingkat risiko terjaga juga turut mendukung pertumbuhan ekonomi. Hal ini tercermin dari positifnya penyaluran kredit yaitu sebesar 8,99% dengan loan at risk dan non performing loan yang terus menurun. Pemerintah akan terus bersinergi untuk mendorong ketahanan dan kebangkitan ekonomi, baik melalui pendekatan kebijakan sektor riil, moneter, maupun fiskal,” tutur Menko Airlangga.
Keinginan Indonesia untuk segera lepas dari middle income trap country menuju high income country di mana pertumbuhan ekonomi harus rata-rata minimal 5% per tahun, dengan investasi tumbuh rata-rata sebesar 6,8% per tahun dalam beberapa tahun ke depan.
Adapun strategi kebijakan yang dibuat Pemerintah Indonesia antara lain yaitu perbaikan regulasi dan prosedur kemudahan melalui UU Cipta Kerja yang memudahkan perizinan berusaha, lalu berbagai bentuk insentif pajak seperti tax allowance, tax holiday, investment allowance untuk insentif tenaga kerja, dan super deduction untuk program vokasi dan riset.
Indonesia juga sudah membangun ekosistem industri strategis melalui kebijakan hilirisasi komoditas seperti bauksit, timah, nikel dan komoditas lainnya agar bernilai tambah tinggi dan berdaya tahan lama. Hal itu berkaitan dengan target Indonesia menjadi salah satu negara produsen kendaraan listrik terbesar di dunia dengan membangun ekosistemnya yang kuat juga.
“Ke depan, memang perlu ada peningkatan investasi untuk industri strategis, seperti industri semi-konduktor, karena Indonesia punya bahan mentah yang banyak untuk memproduksi silica atau photovoltage. Kami ingin dari CTBC bisa memfasilitasi para investor Taiwan supaya bisa berinvestasi di sana,” ujar Menko Airlangga.
Menko Airlangga pun menjelaskan tentang pengembangan 20 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang tersebar di seluruh Indonesia. Saat ini, KEK yang telah menunjukkan pertumbuhan investasi cukup pesat adalah KEK Kendal dan Gresik, dan Menko Airlangga juga mengajak investor dari Taiwan untuk masuk berinvestasi di kedua KEK tersebut.
“Saya mengapresiasi kegiatan economic outlook hari ini. Selain bermanfaat memberikan wawasan, semoga juga dapat membuka peluang perdagangan dan investasi yang lebih luas antara Indonesia dan Taiwan,” pungkas Menko Airlangga.