Antara DPD RI dan Mosi Integral Natsir

Saturday, 5 April 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

DAELPOS.com – Bulan ini, 75 tahun yang lalu, tepatnya 3 April 1950. Seorang Pahlawan Nasional Indonesia, Mohammad Natsir dari atas podium Parlemen Indonesia, menyampaikan pikirannya tentang perjalanan Indonesia yang harus dikoreksi.

Saat itu, Natsir mengatakan: Indonesia telah salah arah. Karena mengikuti kemauan Ratu Belanda untuk menjadi Negara Serikat.

Seperti diketahui, Indonesia yang “kalah” dalam perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB), dimana salah satu yang harus dilakukan Indonesia agar diakui merdeka oleh Belanda adalah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Juga harus mengganti biaya Agresi Militer Belanda di Indonesia dalam rentang tahun 1945-1949. Sebesar 4,5 Milyar Gulden.

Kita tentu tidak perlu menyalahkan para perunding saat itu. Di antaranya Mohammad Hatta, Mohammad Roem, Soepomo dan sejumlah pendiri bangsa lainnya. Karena memang posisi Indonesia dalam kontek geopolitik global sebagai negara yang baru merdeka masih sangat lemah. Sehingga pengakuan kedaulatan dari Belanda, sebagai negara yang pernah menguasai dan menjajah tanah Hindia Belanda sangatlah penting.

Dan saya sebagai umat Islam, memiliki referensi nubuwah. Yaitu perjanjian Hudaibiyah pada tahun 628 M atau 6 Hijriyah. Yaitu perjanjian damai antara Nabi Muhammad SAW dengan Kelompok Kafir Qurays. Demi umat Islam Madinah agar bisa memasuki kota Mekkah untuk melaksanakan Ibadah Haji. Meski beberapa butir isi perjanjian tersebut dinilai lebih menguntungkan Kafir Qurays.

Kembali kepada Natsir. Hentakan pikiran akal sehat Natsir: Bahwa Indonesia telah salah arah dengan menjadi negara serikat memicu kesadaran kolektif. Karena bangsa ini pernah berkomitmen untuk memperjuangkan satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Sumpah itu kita lakukan pada 28 Oktober 1928.

Lantas mengapa kemudian kita menjadi belasan negara-negara kecil. Ada negara Indonesia Timur, ada negara Dayak, ada negara Madura, ada negara Sumatera dan lain-lain. Bukankah ini melanggar sumpah para pemuda bangsa yang saat itu mulai menyadari pentingnya nation state?

See also  Pramono-Rano Komitmen Dukung Penuh Persija

Tidak lama setelah pidato Natsir: yang kemudian kita kenal dengan Mosi Integral Natsir itu. Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1950 menyatakan Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Akal sehat memang harus disampaikan. Karena perjalanan Indonesia tidak pernah lepas dari kepentingan global. Terutama dari negara-negara yang berwatak imperialis kapitalis. Itu pula yang saya sampaikan: mengapa kita perlu kembali kepada rumusan bernegara yang disusun para pendiri bangsa. Karena pada tahun 1999 hingga 2002, melalui Amandemen Konstitusi kita telah menjadi bangsa lain dan meninggalkan Pancasila.

Dan secara terang benderang telah ditulis oleh saksi pelaku Amandemen, Valina Singka Subekti, dalam bukunya ‘Menyusun Konstitusi Transisi’ (2007) yang menyebut ada keterlibatan aktor-aktor Asing dalam proses Amandemen tersebut.
Buku itu menyebut pihak yang terlibat adalah United Nations Develepment Program (UNDP) dan United State Agency for International Development (USAID), Institute of Democracy and Electoral Assistance (IDEA), International Foundation for Election System (IFES), dan National Democratic Institute (NDI) serta International Republican Institution (IRI).

Siapa yang happy dengan hasil Amandemen Konstitusi yang oleh Almarhum Profesor Kaelan, Guru Besar Filsafat UGM, disebut telah mengubah lebih dari 95 persen isi pasal-pasalnya dan membubarkan negara Proklamasi? Tentu yang happy adalah yang menyokong dan membantu Amandemen tersebut. Siapa lagi kalau bukan Asing.

Karena negara-negara Imperialis Kapitalis memang sudah “berikrar” di Bretton Wood pada Juli 1944, untuk tetap menguasai negara-negara yang baru merdeka dan berkembang melalui kolonialisme bentuk baru.

Itulah mengapa sebagai sebuah ikhtiar. Setelah kita kembali kepada rumusan bernegara yang disusun para pendiri bangsa, kita juga perlu memperkuat dan menyempurnakan dengan akal sehat agar Indonesia lebih baik.

See also  iPhone 16 Tak Masuk Indonesia, Husen: Indonesia Jangan Hanya Jadi Pasar

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tidak bisa hanya berfungsi seperti hari ini. Tetapi bukan pula menjadi strong bicameral seperti negara federal. Karena itu, dalam disertasi yang sedang saya susun, saya mengusulkan agar DPD RI, sebagai peserta pemilu dari unsur perseorangan menjadi satu kamar dalam DPR RI sebagai pembentuk Undang-Undang dari unsur fraksi non-partai.

Sehingga produk Undang-Undang yang bersifat memaksa seluruh rakyat Indonesia tidak hanya ditentukan oleh Ketua Umum Partai Politik saja. Tetapi juga dibahas secara utuh dan menyeluruh oleh elemen-elemen masyarakat wakil dari daerah. Itulah hakikat Otonomi yang sebenarnya

Berita Terkait

Hari Santri, Mendes Yandri: Pondok Pesantren Benteng Pertahanan Bangsa
Hadirkan Fasilitas Belajar Nyaman bagi Santri, HKI Perkuat Peran Pendidikan Keagamaan di Hari Santri Nasional
Wujudkan PU608, Kementerian PU Lakukan Pengembangan Kapasitas Pemimpin Masa Depan
Pemerintah Pangkas Tarif Tiket Pesawat Jelang Nataru 2025-2026.
Hutama Karya Perkuat Portofolio Internasional: Progres Proyek Jalan Maliana di Timor Leste Capai 72,59%
Mendes Yandri Ajak GP Ansor Kolaborasi Sukseskan Pembangunan Desa
Wujudkan Asta Cita, Pertamina Gandeng Direktorat Jenderal Pajak Bangun Ekosistem UMKM Mandiri dan Taat Pajak
Penutupan Jalur Rafah Langgar Genjatan Sejata, BKSAP: Bantuan Mesti Tetap Masuk

Berita Terkait

Wednesday, 22 October 2025 - 21:33 WIB

Hari Santri, Mendes Yandri: Pondok Pesantren Benteng Pertahanan Bangsa

Wednesday, 22 October 2025 - 09:26 WIB

Hadirkan Fasilitas Belajar Nyaman bagi Santri, HKI Perkuat Peran Pendidikan Keagamaan di Hari Santri Nasional

Wednesday, 22 October 2025 - 00:00 WIB

Wujudkan PU608, Kementerian PU Lakukan Pengembangan Kapasitas Pemimpin Masa Depan

Tuesday, 21 October 2025 - 17:37 WIB

Pemerintah Pangkas Tarif Tiket Pesawat Jelang Nataru 2025-2026.

Tuesday, 21 October 2025 - 08:17 WIB

Hutama Karya Perkuat Portofolio Internasional: Progres Proyek Jalan Maliana di Timor Leste Capai 72,59%

Berita Terbaru

Berita Utama

Hari Santri, Mendes Yandri: Pondok Pesantren Benteng Pertahanan Bangsa

Wednesday, 22 Oct 2025 - 21:33 WIB