66 Tahun Dekrit Presiden: Sebuah Peta Jalan

Saturday, 5 July 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 

Oleh: AA LaNyalla Mahmud Mattaliti

daelpos.com –  genap 66 tahun peristiwa bersejarah saat Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945. Dekrit yang dikeluarkan melalui Keputusan Presiden Nomor 150 Tahun 1959 itu berisi pembubaran Badan Konstituante hasil Pemilu 1955 dan penggantian konstitusi dari UUD Sementara 1950 untuk kembali ke UUD 1945.

Kelahiran dekrit tersebut diawali dengan kesadaran kolektif bangsa Indonesia untuk meninggalkan Republik Indonesia Serikat (RIS) yang merupakan “disain” dan permintaan Belanda. Yang tentu punya tujuan, yaitu agar Belanda tetap dapat menguasai secara tidak langsung negara bekas jajahannya. Akibatnya, bangsa ini merasakan keresahan, karena semangat negara serikat, bukanlah semangat negara proklamasi, yang menyatukan.

Peristiwa besar memang selalu lahir dari apa yang dirasakan, lalu direnungkan hikmahnya, dan kemudian menjelma menjadi kesadaran kolektif bangsa. Itulah pentingnya kita mengingat kembali sejarah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dalam konteks hari ini. Sehingga akan menjadi pertanyaan kita bersama: Apakah bangsa ini perlu untuk melakukan Dekrit ke-2, untuk kembali kepada negara proklamasi, yang hari ini semakin hilang ditelan sistem liberalisme dan individualisme?

Mari kita renungkan: Para pendiri bangsa kita, atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, melalui pikiran jernih, dan niat luhur, telah merumuskan Azas dan Sistem Bernegara, yang dilandasi oleh nilai yang digali dari bumi Nusantara ini. Nilai yang sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Yaitu; Pancasila.

Sehingga Azas dan Sistem Bernegara yang dirancang oleh para pendiri bangsa, jelas dan terang benderang berdasarkan Pancasila. Yakni sistem yang mendasarkan kepada spirit Ketuhanan. Sistem yang memanusiakan manusia. Sistem yang merajut persatuan. Sistem yang mengutamakan musyawarah perwakilan. Untuk mewujudkan keadilan sosial. Inilah sistem yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Bangsa yang lahir dari sejarah panjang bumi Nusantara ini.

See also  Kakorlantas: Puncak Arus Balik Libur Nataru Lancar

Sayangnya, sistem yang diurai dalam norma UUD 1945 tersebut belum pernah secara benar kita terapkan. Baik di era Orde Lama maupun Orde Baru. Tetapi sudah kita ganti dan ubah di era Reformasi, saat Amandemen Konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 silam. Sehingga, meminjam kalimat almarhum Profesor Kaelan— Amandemen saat itu justru melahirkan konstitusi yang meninggalkan Pancasila, karena yang dijabarkan adalah semangat Individualisme dan Liberalisme.

Dunia hari ini telah berubah. Semua negara memperkuat kepentingannya masing-masing dalam menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks dan tidak pasti serta dipenuhi dengan turbulensi. Untuk memperkokoh kekuatan bangsa, diperlukan tekad bersama, semangat kejuangan, dan sumbangsih positif, serta keterlibatan semua elemen bangsa tanpa kecuali dan tanpa syarat.

Untuk itu, diperlukan Sistem Ketatanegaraan dan Sistem Bernegara yang lebih sempurna. Yang mampu memberi jawaban atas tantangan dan ancaman masa depan. Sebuah Sistem yang mampu mewadahi atau menjadi wadah yang utuh bagi semua elemen bangsa. Sehingga benar-benar terwujud menjadi Penjelmaan Seluruh Rakyat.

Dan sistem itu sudah dirumuskan oleh para pendiri bangsa kita di dalam UUD 1945. Tetapi belum pernah kita terapkan dengan ideal. Baik di era orde lama maupun orde baru. Inilah pekerjaan kita hari ini. Untuk kembali ke sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa, untuk kemudian kita sempurnakan tanpa meninggalkan Pancasila.

Dari mana memulainya: Presiden Soekarno sudah memberi contoh. Dekrit Presiden kembali ke UUD 1945 adalah salah satu jalan.

Dan saat ini, bangsa ini –terutama rakyat kebanyakan— telah merasakan semakin jauhnya kesejahteraan dan kemakmuran. Karena kita terjebak di dalam politik kosmetik dan kepalsuan, hukum yang tumpul ke atas dan ekonomi yang terus memperkaya segelintir orang.

See also  Haidar Alwi: Audit SIREKAP KPU Tidak Akan Mengubah Hasil Pemilu

Ketahanan energi kita dilemahkan. Industri kita dilemahkan. Kita hanya dijadikan bangsa pasar produk asing yang bahan bakunya dari negeri ini. Kita hanya dijadikan negara untuk memutar produk mereka, yang keuntungannya mereka tawarkan menjadi pinjaman kepada kita. Apakah masih kurang perenungan dan hikmah itu untuk menjadikan kesadaran kolektif?

Semoga Presiden Prabowo punya waktu untuk merenungkan Peta Jalan yang diambil sang proklamator kita.

Berita Terkait

Yulian Gunhar: Sosialisasi Empat Pilar Jadi Momentum Memaknai Sila Pertama Pancasila
MK Pisahkan Pemilu, Sultan Ingatkan Penyelenggara: Waspada Perubahan Data Pemilih
Repdem Ancam Kepung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Habis Aceh, Terbitlah Trenggalek LaNyalla: Jangan Terus Seret dan Tambah Beban Presiden
Senator Mirah Minta Atensi Serius dari Kementerian PKP Terkait Sinkronisasi Kebijakan Perumahan Daerah
Terus Memanas, For Papua MPR RI Serukan Papua Damai
Gunhar Ajak Bersatu dalam Perbedaan
Kutuk Israel atas Serangan ke Diplomat, Mardani Ali Sera akan gabung Aksi #PKSbersamaGaza

Berita Terkait

Saturday, 5 July 2025 - 15:25 WIB

66 Tahun Dekrit Presiden: Sebuah Peta Jalan

Sunday, 29 June 2025 - 19:34 WIB

Yulian Gunhar: Sosialisasi Empat Pilar Jadi Momentum Memaknai Sila Pertama Pancasila

Saturday, 28 June 2025 - 18:51 WIB

MK Pisahkan Pemilu, Sultan Ingatkan Penyelenggara: Waspada Perubahan Data Pemilih

Friday, 20 June 2025 - 14:59 WIB

Repdem Ancam Kepung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Thursday, 19 June 2025 - 17:44 WIB

Habis Aceh, Terbitlah Trenggalek LaNyalla: Jangan Terus Seret dan Tambah Beban Presiden

Berita Terbaru

Politik

66 Tahun Dekrit Presiden: Sebuah Peta Jalan

Saturday, 5 Jul 2025 - 15:25 WIB