Legislator Pertanyakan Selisih Kerugian Negara di Kasus Tata Kelola Minyak

Thursday, 16 October 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Anggota Komisi III DPR RI Abdullah / foto ist

Anggota Komisi III DPR RI Abdullah / foto ist

daelpos.com – Anggota Komisi III DPR RI Abdullah mempertanyakan selisih kerugian keuangan dan ekonomi negara dari kasus korupsi Tata Kelola Minyak Pertamina yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). Di mana dalam tahap ekpos awal penyelidikan, Kejagung menyebut kerugian sekitar Rp968,5 triliun bahkan bisa lebih, namun dalam surat dakwaan, Kejagung menyebut kerugian hanya mencapai Rp285,1 triliun.

Abdullah menilai, selisih kerugian negara dengan angka yang sangat besar ini tentu memunculkan spekulasi di ruang publik. Ia pun menegaskan, jangan sampai masalah selisih kerugian negara ini menimbulkan kecurigaan di masyarakat yang berujung pada ketidakpercayaan rakyat Indonesia terhadap institusi penegak hukum.

“Sekarang masyarakat bertanya-tanya, mengapa selisih kerugian dari kasus korupsi Tata Kelola Minyak Pertamina yang ditangani Kejagung itu sangat besar? Jangan salahkan masyarakat apabila curiga atau berspekulasi atas hal ini,” kata Abdullah, dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, Kamis (16/10/2025).

Seperti diketahui, pada Rabu (26/2), Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar, menyebutkan bahwa kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina subholding periode 2018-2023 bisa lebih besar dari Rp 193,7 triliun, karena angka tersebut hanya untuk kerugian pada 2023. Sedangkan, tindak pidana korupsi ini telah terjadi sejak 2018 hingga 2023.

Apabila angka tersebut dikali lima, sesuai rentan waktu terjadinya perkara, maka kerugian negara disebut bisa mencapai sekitar Rp 968,5 triliun atau hampir 1 kuadriliun.

Namun berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan oleh jaksa pada Senin (13/10), kerugian keuangan dan perekonomian negara dalam kasus yang menjerat Muhammad Kerry Adrianto Riza, anak dari pengusaha minyak Riza Chalid itu dan beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa beserta empat terdakwa lainnya, disebutkan kerugian negara hanya Rp 285,1 triliun.

See also  Indonesia Rintis Kerja Sama dengan Republik Mali di Bidang Sumberdaya Air, Energi dan Transportasi

Selain perhitungan selisih kerugian yang besar, Abdullah juga mempertanyakan pernyataan Jaksa dalam dakwaannya yang menegaskan tidak ditemukannya praktik oplosan bahan bakar. Padahal sebelumnya, pernyataan ini sempat memicu kegaduhan di publik.

Menurut Abdullah, sikap Kejagung menunjukkan inkonsistensi dan kurangnya transparansi kepada publik. Ditambah lagi, Kejagung menyebut istilah yang dipakai dalam produksi BBM bukan ‘oplosan’, melainkan ‘blending’ atau pencampuran komponen bahan bakar dengan kadar oktan (RON) yang berbeda.

“Lebih dari itu, pernyataan dari Kejagung tersebut sempat membuat masyarakat kecewa dan tidak percaya dengan Pertamina. Beberapa masyarakat bahkan sampai mengisi bahan bakarnya di SPBU selain Pertamina, ini tentu merugikan negara,” tegas Abdullah.

Lebih lanjut, Abdullah menyebut Komisi III selaku mitra kerja Kejagung tentu mendukung pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun, ia meminta agar praktik pemberantasan korupsi oleh Kejagung mesti dilakukan secara profesional, bukan dengan mengedepankan sensasi dan bombastis untuk pemberitaan media.

“Kejagung dan aparat penegak hukum (APH) mesti profesional, transparan dan akuntabel dalam menindak kasus korupsi yang ada,” tukas pria yang akrab disapa Abduh itu.

“Jangan membuat masyarakat bingung, panik dan menimbulkan ketidakpercayaan yang berisiko menghadirkan kerugian baru lainnya yang tidak terkait dengan kasus korupsi yang sedang diusut,” lanjut Abduh.

Abduh pun mendorong agar Kejagung dan APH lain dapat bersikap cermat dalam mengungkap kasus tindak pidana korupsi ke publik, mulai dengan memperhatikan detail hal teknis hingga substansi dari kasus korupsi yang ditangani.

“Artinya Kejagung dan APH dapat bekerja sama dengan pihak lain seperti PPATK misalnya sebelum mengumumkan kerugian dari kasus korupsi yang ditangani,” ungkap Legislator dari Dapil Jawa Tengah VI itu.

“Juga bisa berkolaborasi dengan pakar atau akademisi jika dibutuhkan untuk mendalami suatu hal teknis yang belum dimengerti,” pungkas Abduh

Berita Terkait

Tinjau Posko Bencana di Aceh, Menteri Bahlil Pastikan Bantuan dan Dukungan PLN Berjalan Optimal
80 Tahun Bakti Kementerian PU: Paparan Setahun Pembangunan Infrastruktur
Menteri PANRB Rini Raih Penghargaan Adibhakti Sanapati 2025 dari BSSN
Peringati Hari Bakti PU ke-80, Kementerian PU Ziarah ke TMP Cikutra Bandung
Di Sekolah Pimpinan HMI, Wamen Viva Yoga Sosialisasikan Tujuan Transmigrasi
Mendes Yandri Ajak Seluruh Pihak Sukseskan Program Kopdes dan MBG di Sulsel
Dorong RUU Kepulauan, DPD RI Kantongi Apresiasi Pemerintah
Pemulihan Akses Listrik Aceh, Bahlil Tinjau Langsung Progres Tower Emergency

Berita Terkait

Wednesday, 3 December 2025 - 21:00 WIB

Tinjau Posko Bencana di Aceh, Menteri Bahlil Pastikan Bantuan dan Dukungan PLN Berjalan Optimal

Wednesday, 3 December 2025 - 18:17 WIB

80 Tahun Bakti Kementerian PU: Paparan Setahun Pembangunan Infrastruktur

Wednesday, 3 December 2025 - 09:02 WIB

Peringati Hari Bakti PU ke-80, Kementerian PU Ziarah ke TMP Cikutra Bandung

Wednesday, 3 December 2025 - 08:52 WIB

Di Sekolah Pimpinan HMI, Wamen Viva Yoga Sosialisasikan Tujuan Transmigrasi

Wednesday, 3 December 2025 - 08:39 WIB

Mendes Yandri Ajak Seluruh Pihak Sukseskan Program Kopdes dan MBG di Sulsel

Berita Terbaru

Ekonomi - Bisnis

BNI Pastikan Layanan di Sumatra Kembali Normal Usai Banjir

Wednesday, 3 Dec 2025 - 19:26 WIB