Oleh: Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Fatal! Begitulah persepsi publik terhadap UU Ciptaker. Ada banyak masalah terkait materi dan proses. Di saat mata seluruh rakyat Indonesia memperhatikan, dan sebagian besar melakukan protes besar-besaran terhadap UU Ciptaker ini, presiden menandatangani naskah yang salah. Dimana letak kesalahannya? Perhatikan dengan cermat pasal 5 dan 6 UU Ciptaker ini.
Pasal 5
Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.
(Catatan: “Tidak ada masalah”)
Pasal 6
Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi
a. penerapan perizinan Berusaha Berbasis Resiko;
b. penyederhanaaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
c. penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor; dan
d. Penyederhanaan persyaratan investasi
(Catatan: “Bermasalah”)
Perhatikan, pasal 6 merujuk pasal 5 ayat (1) huruf a, b, c. Padahal, di pasal 5 tidak ada ayat (1) huruf a, b, c. Ini fatal. Kalau ini dianggap sekedar salah ketik, kesalahan administrasi, keliru! Ini undang-undang. Nasib anak bangsa, organisasi, korporasi, dan negeri ini ada di undang-undang. Salah titik atau koma saja, bisa sangat bermasalah di tingkat penafsiran, implementasi, tuntutan jaksa dan keputusan hukuman oleh hakim. Apalagi salah merujuk.
Yang lebih fatal lagi, kesalahan ini terjadi saat UU Ciptaker sedang diprotes, didemo, digugat dan mendapat perhatian hampir seluruh rakyat Indonesia. Ini gegebah, ceroboh dan seperti main-main. Bagaimana nasib bangsa gak amburadul jika cara mengurus bangsa terkesan asal-asalan seperti ini.
Perlu juga ditelusuri, siapa yang bertanggung jawab atas kesalahan ini. Apakah kesalahan ini hanya ada pada pihak istana yang tidak cermat, atau gak sempat membaca UU Ciptaker ini? Pasti tidak. Sebab, sebelum sampai ke meja presiden, naskah UU masuk dulu ke setneg. Rakyat nanya: Setneg tidak cermat atau tidak baca?
Rakyat jadi bertanya lagi: ini kesalahan yang pertama kali, atau apakah seperti ini proses yang selama ini terjadi bertahun-tahun di istana? Setneg ceroboh, presiden tidak cermat.
Atau karena terlalu bersemangat dan hanya fokus pada pasal-pasal tertentu yang dianggap prioritas bagi istana dan DPR, lalu lupa atau abai pada pasal-pasal lain, sehingga menimbulkan kesalahan fatal. Kalau orang terlalu fokus, biasanya telinga gak terlalu peka dengan suara di sekelilingnya. Wajar kalau demo gak kedengeran.
Perlu ditelusuri, kesalahan ini hanya ada di Setneg dan istana, atau sudah ada sejak di baleg DPR? Wajar jika rakyat curiga, mengingat banyak anggota fraksi gak baca naskah UU-nya, dan ada banyak versi terkait jumlah halaman.
Jika kesalahan terjadi sejak dari baleg DPR, maka bisa dipahami kalau proses legislasi di negeri ini memang sangat bermasalah.
Belum lagi soal jumlah halaman. Dari baleg DPR berjumlah 812 halaman. Yang diteken presiden 1.187 halaman. Apakah ukuran kertas atau fontnya yang berbeda? Atau redaksinya memang berbeda? Nah, DPR dan pihak istana tidak memberi penjelasan secara rinci. Gimana mau menjelaskan kalau tidak membaca, atau baca tapi gak cermat?
Lalu, apa yang harus dilakukan pemerintah sebagai bentuk tanggung jawabnya? Pertama, minta maaf, dan berikan penjelasan yang jujur atas kesalahan ini. Tak perlu malu. Rakyat pasti bisa memaafkan. Meski butuh waktu untuk memaafkan. Kedua, keluarkan Perppu untuk membatalkan UU No 11/2020 tentang Ciptaker ini.
UU terkait Ciptaker bisa diusulkan kembali jika pertama, situasi sudah reda. Kedua, tidak lagi mengulangi kesalahan formil maupun materiil. Ketiga, libatkan semua pihak yang berkompeten dan terdampak jika UU Ciptaker disahkan. Lebih baik ditunda dari pada berpotensi mamperbesar masalah dan risiko. Toh negeri ini tidak akan collaps dan bubar jika tidak ada UU Ciptaker.