Oleh: Dahlan Iskan
DAELPOS.com – Saya pun sempat mengharapkan itu. Seperti yang diucapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu. Bahwa Bu Risma (Tri Rismaharini), –setelah diangkat sebagai Menteri Sosial– tetap boleh merangkap sebagai Wali kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim). Toh tinggal 1,5 bulan.
Saya juga ingin Bu Risma menutup jabatan wali kotanya secara sempurna. Dua periode yang bermakna.
Bahkan seandainya beliau tidak diangkat sebagai menteri, warga Surabaya pasti ingin memberikan ucapan terima kasih secara khusus. Di hari terakhir masa jabatannya. Atas pengabdiannya yang luar biasa selama 10 tahun.
Pesta rakyat satu minggu pun rasanya belum cukup untuk ucapan terima kasih itu. Ia bisa mengatasi banjir kota. Ia bisa mengubah Surabaya yang keras menjadi rimbun dan hijau. Mungkin perlu Disway 100 seri untuk memujinya.
Apalagi di akhir masa jabatannya itu, Bu Risma bisa menyelesaikan ”leher botol” di Wonokromo. Maka wajah depan Surabaya yang sudah gagah itu tidak lagi seperti tercekik di lehernya.
Wajah depan Surabaya itu sendiri diselesaikan Bu Risma di awal masa jabatan kedua: jalan utama Ahmad Yani menjadi begitu lapangnya. Dan rindangnya. Bundaran Dolog di tengah Jalan Yani itu, yang dulu compang-camping, kini sudah seperti wajah Syahrini yang baru.
Perombakan di pintu masuk arah Bandara Juanda itu sampai membuat Wonokromo kebanting. Wonokromo lantas menjadi seperti leher botol yang sudah lama di tempat sampah.
Leher botol itu pun akhirnya dia selesaikan. Lengkap dengan jembatan baru di atas Kali Mas, di dekat Kebun Binatang Surabaya itu.
Bu Risma juga sudah selesai membenahi Jalan Tunjungan yang legendaris. Setiap wali kota selalu berusaha menghidupkan Jalan Tunjungan. Membenahinya. Tapi baru Bu Risma yang menemukan bentuk paling ideal Jalan Tunjungan yang baru.
Wali kota berikutnya –yang pilihan Bu Risma sendiri– tentu punya tugas menghidupkannya. Agar pembenahan fisik itu menjadi ada artinya. Tidak lagi seperti sekarang: Jalan Tunjungan sudah cantik tapi seperti Mulan yang tidur.
Menjelang berakhirnya masa jabatan ini, Bu Risma juga membuat alun-alun Surabaya. Di pusat kota. Di sebelah gubernuran, di Jalan Pemuda. Menurut pendapat saya, juga baru kali inilah Balai Pemuda direstorasi dengan gemilang. Menjadi alun-alun Surabaya itu.
Juga belum sepenuhnya selesai. Tapi sudah terlihat sangat menawan.
Banyak sekali perubahan besar di Surabaya. Kalau Bu Risma boleh merangkap jabatan, semua itu akan selesai tepat di hari terakhirnya sebagai wali kota.
Tapi UU tidak membolehkan itu. Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa sudah menandatangani SK (surat keputusan) baru. Kemarin dulu. Isinya: mengangkat Wakil Wali kota Surabaya Whisnu Sakti Buana sebagai Plt wali kota.
Warga Surabaya pun tidak sempat menggelar acara terima kasih untuk Bu Risma –kecuali lewat sederet papan bunga di Taman Surya, di sebelah rumah dinasnya.
Bu Risma sendiri mungkin juga merasa: lho kok jadinya begini. Mengakhiri jabatan wali kota tanpa sempat pamitan secara spesial. Saya pun termasuk agak gelo dengan ending seperti ini.
Apalagi suasananya juga lagi Pandemi Covid-19.
Rasanya cara mengakhiri masa jabatan yang begitu prestisius yang seperti ini kurang memadai.
Tapi tetap saja disyukuri. Kan naik jabatan. Bahkan kenaikan itu luar biasa. Dari wali kota langsung menjadi menteri. Rasanya belum pernah ada yang seperti itu.
Yang mungkin juga mengganjal adalah SK Gubernur itu. Kok dijatuhkan kepada wakil wali kota. Yang selama ini dikenal tidak sejalan dengan Bu Risma.
Whisnu memang sangat ingin maju sebagai calon wali kota di pilkada lalu. Tapi ia merasa terganjal oleh Bu Risma. Lalu, setelah itu, seperti terjadi perang dingin yang membeku.
Tentu SK Gubernur itu tidak salah. Memang sudah seharusnya begitu. Sesuai dengan UU yang berlaku. Tapi seandainya jabatan Plt itu bisa jatuh ke orang yang dikehendaki Bu Risma rasanya akan berbeda.
Tapi suasana tidak nyaman itu toh tidak akan lama. Kurang dari dua bulan. Dan yang penting cita-cita Whisnu untuk menjadi wali kota akhirnya terkabul –meski hanya untuk 1,5 bulan.
Yang akan lama kelihatannya adalah suasana kurang nyaman lainnya: hubungannya dengan Gubernur Jatim. Yang selama pandemi kemarin penuh dengan drama. Bu Risma, sebagai wali kota, merasa tidak sejalan dengan gubernur.
Kini Bu Risma menjabat Menteri Sosial. Yang secara hierarki di atas gubernur. Apakah perang dingin itu akan berlanjut ke babak berikutnya.
Tapi Bu Khofifah, sang gubernur, sudah memberikan ucapan selamat kepada Bu Risma. Atas jabatan barunya itu. Mestinya segala luka bisa segera sembuh. Apalagi Bu Khofifah, dulu adalah Menteri Sosial yang kini dijabat Bu Risma.
Di birokrasi perputaran roda itu kadang memang agak aneh. (*)