DAELPOS.com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK sudah melakukan identifikasi dan verifikasi dalam rangka penyusunan Peta Indikatif Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH) di seluruh provinsi di Indonesia.
Demikian disampaikan Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan, Herban Heryandana, S.Hut, M, Sc secara tertulis kepada media DAELPOS.com di Jakarta (27/1).
Menurut Herban Heryandana, KLHK melalui Direktorat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan telah melaksanakan sosialisasi, berkoordinasi dan meminta masukan lokasi indikatif PPTPKH ke seluruh Gubernur dan Kepala Dinas yang membidangi kehutanan.
“Lokasi yang telah masuk di peta indikatif PPTPKH kemudian akan dilakukan inventarisasi dan verifikasi PTPKH oleh Tim Invers PPTPKH yang diketuai oleh Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan. Tim Invers ini dibentuk pada setiap provinsi dan adapun pelaksanaan Invers tergantung oleh ketersediaan anggaran,” jelas Herban.
Penjelasan ini disampaikan Herban Heryandana sehubungan dengan permohonan yang dilakukan oleh masyarakat yang terlanjur menanam sawit dalam kawasan hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha dan dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 tahun secara terus menerus dengan luasan paling banyak lima hektar. Seperti proses yang diatur dalam pasal 110B dan pasal 41 PP 24 tahun 2021.
“Pengaturan teknisnya dilakukan melalui Peraturan Menteri LHK Nomor 7 Tahun 2021, pasal 129 ayat 1. Bahwa dalam rangka Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan Negara dilakukan Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH), lanjut Herban.
Ditegaskannya, Menteri LHK melakukan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan pada lokasi yang ada pada peta indikatif PPTPKH yang disusun berdasarkan data dan informasi tutupan lahan, hasil inventarisasi dana verifikasi lapangan, masukan para pihak dan atau penguasaan bidang tanah oleh masyarakat yang dilakukan sebelum berlakunya Undang Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 khususnya pasal 110A dan pasal 110B dengan semua kriterianya.
Penyelesaian penguasaan bidang tanah yang dikuasai dan dimanfaatkan setelah bidang tanah ditunjuk sebagai kawasan hutan negara, menurut Herban dilakukan dengan inventarisasi dan verifikasi PPTPKH. Diantaranya adalah permukiman, lahan garapan pertanian, perkebunan, tambak.
Adapun pola penyelesaiannya antara lain; pengeluaran bidang tanah dalam kawasan hutan melalui perubahan Batas Kawasan Hutan, pelepasan melalui perubahan peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, pelepasan kawasan hutan, memberikan akses Pengelolaan Hutan melalui program perhutanan sosial atau penggunaan kawasan hutan.
Undang Undang CK yang menjadi dasar hukum masyarakat yang terlanjur menggarap kawasan hutan dengan melakukan permohonan ditindaklanjuti KLHK dengan telah diterbitkannya peta indikatif penyelesaian penguasaan tanah dalam rangka penataan kawasan hutan (PPTPKH) terbaru yang telah menetapkan indikasi yang harus diselesaikan dalam rangka reforma agraria.
Peta indikatif PPTPKH ini akan direvisi setiap 6 bulan sekali. Diantaranya berdasarkan usulan dari para pihak.
Namun bagi masyarakat yang tidak mengajukan permohonan PPTPKH tidak mengatur adanya sanksi, karena itu bersifat kegiatan masyarakat. Namun menurut Herban, akan menjadi kerugian tersendiri bagi masyarakat yang tidak mengajukan karena tidak memperoleh kepastian hukum atas lahannya dan kedepan berpotensi akan terkena kasus hukum.
“Pokoknya implementasi dari UUCK telah nyata dilakukan oleh KLHK yqng berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan penguasaan tanah dalam kawasan hutan dan sekarang sedang on progres dilakukan oleh Satuan Pelaksanaan , Pengawasan dan Pengendalian Implementasi UUCK Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan,”Herban mengakhiri keterangan.(*)