Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Abdul Kadir Damanik membuka Focus Group Discussion “Sinergi Pemberdayaan UMKM Naik Kelas”. Bogor, Rabu (09/10/2019). Hadir dalam acara tersebut sebagai narasumber Akademisi Universitas Bakrie Suwandi dan Founder Fokus UMKM Samsul Hadi.
DAELPOS.com – Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Abdul Kadir Damanik mengakui, bila mengacu pada pertumbuhan aset dan omzet sesuai UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, target usaha mikro, kecil dan Menengah (UMKM) naik kelas memang tidak terlihat secara signifikan. “Namun, jika kita menelisik lebih dalam, terjadi pertumbuhan signifikan dalam skala usaha dari UMKM tersebut”, ucap Damanik pada acara Focus Group Discussion (FGD) di Kota Bogor, Rabu (9/10).
Damanik pun menunjuk pada jumlah usaha mikro yang terus meningkat sekitar 2 juta unit pertahun. “Kita lihat perkembangan bisnis startup yang sangat besar, dari tidak ada usaha menjadi ada, yaitu usaha mikro. Pada 2014 tercatat ada sekitar 52 juta unit dan sekarang mencapai 63 juta unit. Artinya, ada peningkatan jumlah usaha mikro sebesar 11 juta unit”, kata Damanik.
Begitu juga di dalam usaha mikro itu sendiri tercipta pengembangan skala usaha. Dari yang tadinya beraset Rp10 juta meningkat menjadi Rp40 juta. “Memang, belum naik kelas menjadi usaha kecil, tapi dia naik kelas di dalam skala usaha mikro”, jelas Damanik.
Tak jauh berbeda dengan usaha kecil, yang disebutkan Damanik terus meningkat skala usahanya, baik dari sisi aset dan omzet, namun belum masuk ke dalam level usaha menengah. “Seperti kita ketahui, menurut UU 20, kategori usaha mikro itu yang memiliki aset kurang dari Rp50 juta dan omzet kurang dari Rp300 juta. Untuk usaha kecil, memiliki aset antara Rp50 juta sampai Rp500 juta dengan omzet antara Rp300 juta sampai Rp2,5 miliar”, papar Damanik.
Tak hanya itu, Damanik menjabarkan bahwa pembinaan yang dilakukan Kemenkop dan UKM juga tergambar dari kondisi UMKM yang semakin lebih bagus, stabil, dan sehat. “Dari yang tadi informal, menjadi formal karena sudah berbadan hukum melalui program kita yaitu Izin Usaha Mikro dan Kecil atau IUMK yang sudah diterapkan di seluruh Indonesia”, ujar Damanik.
Oleh karena itu, Damanik berharap bahwa klasifikasi terkait UMKM naik kelas sudah harus diubah dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan. “Pasalnya, fakta di lapangan menyebutkan bahwa ada pertumbuhan skala usaha dari UMKM, namun belum bisa menembus untuk naik kelas ke level di atasnya sesuai dengan UU 20. Jadi, ada pertumbuhan skala usaha UMKM merupakan bukti kongkrit berkembangnya UMKM di Indonesia”, tandas Damanik lagi.
Artinya, lanjut Damanik, aspek naik kelas UMKM tidak melulu berdasarkan pada peningkatan aset dan omzet saja. “Legalitas dan seluruh perijinan juga bisa menjadi aspek lain. Atau, yang tadinya tidak bankable menjadi bankable, dari yang tadi tidak memiliki sertifikasi menjadi tersertifikasi, dan yang tadinya tidak e-commerce menjadi e-commerce. Bahkan, sudah banyak juga UMKM yang melakukan ekspor”, tukas Damanik.
Dalam kesempatan yang sama, akademisi Universitas Bakrie Jakarta Dr Suwandi berharap pendampingan bagi UMKM bisa menjadi sebuah gerakan nasional. “Dengan begitu, melalui UU Nomor 20 akan ada penciptaan iklim usaha yang kondusif untuk pengembangan UMKM di Indonesia”, kata Suwandi.
Untuk itu, Suwandi menekankan pada fungsi dan peran dari seluruh stakeholder dari mulai pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga masyarakat dunia usaha. Pemerintah bisa memfasilitasi UMKM dari mulai proses produksi, pengolahan, pemasaran, hingga pengembangan SDM. “Pendampingan UMKM bisa dilakukan oleh korporat melalui program CSR. Yang utama adalah sinergi pendampingan UMKM harus terus ditingkatkan”, kata Suwandi.
Suwandi menyebutkan, strategi pendampingan UMKM tersebut harus fokus pada tiga sektor. Yaitu, fokus pengembangan daya saing, dimana branding dari UMKM bisa terus meningkat. “Kita juga harus fokus pada pengembangan akurasi merek, terutama untuk menangkap peluang dari potensi pasar ekspor. Yang tak kalah penting, fokus pada pengembangan ekspor dengan mendorong pada penerapan teknologi dan platform”, tegas Suwandi.
Hal senada dikatakan Founder Fokus UMKM Samsul Hadi. Menurut Samsul yang kerap disapa Cak Samsul itu mengatakan, bila definisi naik kelas UMKM mengacu pada UU 20 tidak akan pernah ketemu. “Kita juga harus melihat pada prosesnya dan fakta pertumbuhan di dalamnya. Yaitu, menjadikan UMKM yang tangguh dan handal”, ucap Cak Samsul.
Oleh karena itu, Cak Samsul berharap ada optimalisasi dari program KUR agar UMKM bisa naik kelas. “Selain itu, harus ada gerakan nasional dari bawah, hingga harus juga ada regulasi yang kuat dan database UMKM terpadu. Pembinaan dan pendampingan UMKM terus diperkuat, dan adanya monitoring dan evaluasi (monev) yang terukur dan berkelanjutan. Intinya, harus ada progres terukur dari sisi input, proses, output, outcome, dan impact”, pungkas Cak Samsul.(DAE)