DAELPOS.com – Dalam rangka Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar), Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo melakukan audiensi dengan stakeholder pergaraman nasional pada Selasa (26/11) di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta Pusat. Dalam kesempatan tersebut, Menteri Edhy yang didampingi Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Brahmantya Satyamurti Poerwadi dan Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja menerima perwakilan PT Garam, Koperasi Sekunder Induk Garam Nasional, Koperasi Garuda Yaksa Nusantara, Koperasi Syariah Adil Makmur, Himpunan Masyarakat Petani Garam, dan Forum Petambak Garam Madura.
Mengawali audiensi, Menteri Edhy menyebut, garam merupakan komoditas yang dibutuhkan setiap manusia, akan tetapi belum dihargai dengan baik. Oleh karena itu, ia menilai perlu ada pengemasan dan pemasaran yang terstruktur agar garam nasional memiliki nilai tambah yang layak.
“Kita (pemerintah dan petambak garam) harus kompak. Industri makanan minuman (garam konsumsi), mereka wajib serap garam kita (hasil tambak garam rakyat),” ujarnya.
Ia mengatakan, pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan serapan garam produksi rakyat dan menjaga harga yang layak. Akan tetapi, ia mengakui ada beberapa kebutuhan yang tidak mampu dipenuhi oleh garam rakyat seperti kebutuhan industri yang mengandung chlor alkali plant (CAP). Meskipun demikian, Menteri Edhy tidak ingin garam produksi rakyat dikesampingkan.
Oleh karena itu, dalam pertemuan tersebut, KKP ingin mendengar masukan pelaku usaha dan petambak garam untuk merumuskan langkah pengembangan industri pergaraman Indonesia.
“Kita kan punya PT Garam. Garam harus kuat. Tidak fair juga kalau kita untuk menghadapi orang-orang yang impor itu dengan cara kita mengeluarkan subsidi,” lanjutnya.
Sebagai informasi, Indonesia memiliki luas lahan garam nasional sebesar 27.047,65 ha. Seluas 22.592,65 Ha merupakan lahan garam rakyat dengan jumlah petambak sebanyak 19.503 orang. Sementara 4.455 ha lainnya milik PT Garam.
Per 3 November 2019 tercatat, total produksi garam nasional sejumlah 2.089.824,25 ton yang terdiri dari 1.743.580,25 ton produksi garam rakyat dan 346.244 ton produksi PT Garam. Adapun stok garam rakyat sebesar 1.003.668,70 ton (termasuk 131.444,87 ton sisa produksi garam rakyat tahun 2018.
Meskipun bertekad untuk memaksimalkan penyerapan garam nasional, Menteri Edhy meminta jajarannya di KKP dan pelaku usaha pergaraman untuk memastikan kuota garam yang dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri.
“Data kita ada hampir 2,1 juta ton. Tolong dipastikan sekarang posisinya ada di mana saja. Kalau saya lihat, PT garam ini hanya punya sedikit dari yang dimiliki secara nasional. Nah, produksi garam rakyat ini ada di daerah mana saja, ada di gudang mana saja, supaya kita bisa bicara dengan data yang jelas,” instruksinya.
Dengan pendataan yang baik, pemerintah pun dapat merumuskan kebijakan jika ditemukan permasalahan di pergudangan. Seperti diketahui, total kapasitas gudang garam nasional saat ini baru 49.000 ton.
“Kalau kita punya 2,1 juta ton, semuanya harus terserap. Kalau kebutuhan garam nasional 4-5 juta ton, sisanya baru boleh diimpor. Yang jelas, kuota impor yang diberikan tidak boleh lebih dari yang dibutuhkan,” ucapnya.
Menteri Edhy menyadari, jika impor terlalu dibatasi sementara kebutuhan garam nasional tinggi, dikhawatirkan akan terjadi permainan di petambak garam yang menyebabkan harga melonjak sehingga terjadi inflasi. Sebaliknya, jika impor garam tidak dikendalikan dengan baik, garam impor akan bocor di pasaran sehingga menyebabkan petambak garam dalam negeri merugi. “Makanya kita harus bikin keseimbangan,” katanya.
Terkait hal ini, perwakilan Koperasi Syariah Adil Makmur Jakarta, Setiadi mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Koperasi Sekunder Induk Garam Nasional dan investor telah merencanakan pengembangan industri hilir garam dengan mendirikan unit usaha pengolahan garam.
“Kapasitas produksinya mungkin 27.000 ton per tahun dengan lahan petani yang akan digunakan wilayahnya antara Madura, Pamekasan. Kemarin dapat informasi juga bahwa di Serang produksi garamnya bagus juga,” ungkap Setiadi.
Oleh karena itu, ia berniat untuk melibatkan para petambak garam menjadi anggota koperasi, sehingga selain garam produksi mereka dapat diserap, petambak garam juga mendapatkan keuntungan lain dari Sisa Hasil Usaha (SHU).
“Kita harapkan industri-industri ini menjadi jaring laba-laba dari sentra-sentra garam yang ada, sehingga petambak tidak hanya dibeli garamnya Rp300, tapi dia juga ikut menikmati manisnya usaha garam,” tambahnya.
Tak hanya perkara harga, perwakilan kelompok petambak garam yang hadir juga menyampaikan perlunya teknologi untuk mengolah garam yang dihasilkan petambak garam Indonesia agar tidak hanya menjadi garam konsumsi, tetapi juga garam industri, kebutuhan bahan kosmetik, dan sebagainya. Untuk itu, kelompok petambak garam Surabaya bekerja sama dengan perguruan tinggi sudah mulai melakukan uji coba bagaimana mengolah garam rakyat menjadi garam kesehatan.
Dalam rangka mendorong Pugar ini, stakeholder pergaraman juga meminta dukungan infrastruktur pembangunan dan perbaikan jalan tambak. Menanggapi hal ini, Menteri Edhy mengatakan akan berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Namun sebelum mengajukan kepada PUPR, Menteri Edhy meminta pengkajian dan perencanaan dilakukan secara matang.
“Yang penting, semua orang yang menggantungkan hidup dari usaha pertambakan garam ini dapat hidup. Kalau penghasilan dari menambak garam masih kurang, jika perlu carikan diversifikasi usaha lainnya,” tutupnya.
Sebagai informasi, dalam upaya peningkatan kualitas dan kuantitas garam nasional ini, KKP telah melakukan berbagai intervensi, di antaranya penerapan geoisolator, integrase lahan garam, pembangunan gudang garam nasional yang menerapkan sistem resi gudang dan perlengkapan pendukungnya, pengembangan inovasi teknologi pergaraman, penguatan koperasi garam, pembentukan koperasi sekunder, dan sertifikasi kompetensi.