DAELPOS.com — UMKM harus naik kelas. Begitu arahan Presiden Joko Widodo kepada Teten Masduki saat diamanatkan menjabat Menteri Koperasi dan UKM. Arahan ini sebenarnya sudah disampaikan pada periode sebelumnya, namun kembali diingatkan karena situasi perekonomian global diprediksi akan mengalami ketidakstabilan. Maka penguatan untuk UMKM dan UMKM harus naik kelas menjadi begitu penting.
Yang menjadi pertanyaan, bagaimana UMKM bisa naik kelas kalau banyak persoalan yang dihadapi UMKM? Tidak sedikit kasus UMKM yang mengalami kerugian karena tertipu oleh “mitranya”. Ada kasus UMKM yang produknya di eksport ke satu negara, tetapi saat barang itu sampai di tujuan, pemesannya hilang begitu saja.
Ada juga persoalan ijin koperasi yang hingga hitungan tahun tak jua selesai. Di saat dalam kondisi seperti itu ke mana ia harus mengadu? Mengadu ke pemerintah terkadang respon yang didapat tidak seperti yang diharapkan. Belum lagi masalah sumberdaya manusia, teknologi, akses pembiayaan, dan akses pemasaran. Tidak heran, jika Indeks Daya Saing UMKM Indonesia masih di bawah negara-negara ASEAN seperti Filipina, Thailand, dan Malaysia. Nilai ekspor juga masih kecil, masih di kisaran 14-15 persen.
Begitu persoalan yang mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Peningkatan Peran Layanan Publik Kementerian Koperasi dan UKM”, di Bogor, Selasa (3/12/2019). FGD ini menghadirkan 40 peserta yang meliputi antara lain Dinas Koperasi dan UKM Kota Bogor, YLKI, kalangan akademisi (IPB dan Pakuan), KSP Sejahtera Bersama Bogor, pelaku UMKM Kota Bogor, Jamkrindo, Kementerian Komunikasi dan Informasi, serta Kementerian Koperasi dan UKM.
Staf Khusus Menkop dan UKM Riza Damanik yang membuka FGD tersebut, mengatakan, Kementerian Koperasi dan UKM yang dipercaya untuk menangani sektor UMKM harus bertransformasi. Yang tadinya sekedar “melahirkan” kebijakan publik, ke depan harus lebih dari itu: melayani, melindungi, bahkan harus bisa menjadi advokat, fasilitator, dan mampu memasarkan produk UMKM dengan baik.
“Sebagaimana disampaikan Menteri Koperasi dan UKM, persoalan ini harus segera dicarikan jalan ke luarnya dengan membuat satu sistem pelayanan publik yang tidak saja bermanfaat bagi masyarakat tetapi juga memberikan kebaikan pada Kementerian Koperasi dan UKM. Kita memang harus memberikan pelayanan terbaik pada UMKM mengingat jumlah UMKM lebih dari 62 juta unit, yang sebagian besar masih skala mikro yang usahanya sangat dinamis tapi rentan pada resiko. Karenanya, UMKM butuh perlindungan,” tandasnya.
Lantas sistem pelayanan publik seperti apa yang tepat diterapkan di Kementerian Koperasi dan UKM? Ada banyak metode sebenarnya. Bisa berkaca pada Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan yang memiliki aplikasi Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR) yang merespon pengaduan rakyat dengan batas waktu maksimal 3 x 24 jam. Bisa juga dengan mengadopsi pada sistem pengaduan yang diterapkan oleh pihak swasta, BUMN, dan lembaga negara.
Karenanya, dalam FGD yang dimoderatori Wandy Binyo dari Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, itu menghadirkan Mohammad Gamassie Customer Care Manajer PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek), Sabri Rasyid dari Operation Senior Manager Rumah Kreatif BUMN (OSM RKB) PT Telkom Indonesia, dan Tenaga Ahli dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Dominikus Dalu. Para narasumber ini dihadirkan agar Kemenkop UKM bisa belajar bagaimana memiliki instrumen pelayanan publik sehingga publik bisa terlayani dan terlindungi.
Dalam pengantarnya, Wandy Binyo dari Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, menekankan, pelayanan publik perlu ditata sehingga harus dibuatkan satu sistem pelayanan publik yang pas dan tepat. Memang tidak mudah karena melibatkan teknologi dan capacity building. Karenanya, Kemenkop UKM harus belajar kepada pihak-pihak yang pelayanan publiknya dinilai relevan dengan tuntutan jaman.
Asisten Deputi Perlindungan Usaha Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kemenkop UKM Sutarmo, menjelaskan, FGD ini untuk mencari formula yang tepat dalam menghasilkan sistem pelayanan publik yang disesuaikan dengan jaman kekinian. Sehingga tercipta Center Complaint Handling di Kementerian Koperasi dab UKM. Terutama untuk meningkatkan kinerja Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
“Sebenarnya aduan pelayanan publik di Kementerian Koperasi dan UKM sudah ada yaitu PPID. Hanya saja ini kan produk lama, jadul, tidak sesuai dengan jaman kekinian, jadi perlu upgrade dengan sistem yang lebih baru yang sesuai dengan perkembangan jaman, terlebih di era revolusi 4.0 yang mengalami banyak desrupsi. Jadi, nantinya PPID lebih optimal dalam memberikan pelayanan publik,” katanya.
Belum bisa dipastikan kapan sistem pelayanan publik terkini yang diharapkan itu terealisasi. Tidak akan bisa dituntaskan dengan hanya pertemuan FGD yang sekali ini. Perlu juga kunjungan ke pihak-pihak yang menjadi narasumber untuk melihat lebih jelas dan lebih dekat bagaimana pelayanan customer yang diterapkan.
“Ya, diharapkan secepatnya. Tahun depan sudah mulai menemukan sistem yang tepat, lalu melaporkan kepada Menteri Koperasi dan UKM. Mudah-mudahan tahun 2020 sudah bisa dieksekusi,” ujarnya.