Uang Nasabah Jiwasraya Dirampok, Negara Disuruh Tombok

Wednesday, 25 December 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

DAELPOS.com – Kerja asuransi itu menjual janji kepada nasabah, nasabah membeli janji dengan membayar sejumlah premi. Janji asuransi itu macam-macam : ada janji kalau mati dapat duit, kalau lulus SMA mau kuliah dapat duit, kalau sakit dapat duit, kalau kecelakaan dapat duit, dan janji lain yang semisalnya.

Ingat ya, asuransi itu tidak menjual barang atau jasa, asuransi itu hanya menjual janji dengan syarat tertentu. Jika syarat tertentu terpenuhi, maka janji tadi baru ditunaikan. Nasabah akan memberi janji secara berkala melalui pembayaran premi.

Perusahaan Asuransi itu akan untung, jika jumlah klaim lebih kecil ketimbang penerimaan premi. Karena itu, jika dalam satu produk Asuransi terjadi keadaan dimana klaim Asuransi melebihi batas, atau melebihi besaran premi yang dipungut, maka produk Asuransi ini dinilai produk gagal.

Asuransi akan menutup biaya klaim Asuransi dari kumulasi premi yang dibayarkan nasabah. Karenanya, penting bagi Asuransi untuk memperketat klaim dengan membuat sejumlah syarat rumit, agar jumlah klaim tak melebihi batas rasio yang ditetapkan. Bahkan, kalau bisa klaim tak bisa dicairkan. Modusnya banyak.

Sederhananya, jika ada 100 peserta asuransi kecelakaan kerja, maka asumsinya perusahaan akan untung jika tren kecelakaan tidak melebihi jumlah premi yang dikumpulkan. Jika ada 100 peserta asuransi kecelakaan, pada saat bersamaan naik kapal laut, tenggelam dan mati, bisa dipastikan perusahaan asuransi pasti bangkrut.

Pada perkembangannya, perusahaan Asuransi tidak mengandalkan kumpulan premi yang dikumpulkan untuk membayar klaim Asuransi. Uang yang terkumpul, kemudian di investasikan dalam bisnis tertentu. Bisnis inilah yang menghasilkan untung bagi perusahaan Asuransi, yang sebagian keuntungan digunakan untuk membayar klaim Asuransi secara berkala.

Al hasil, Asuransi telah berkembang dari sekedar instrumen untuk jualan janji menjadi instrumen untuk mengumpulkan dana publik untuk modal investasi. Untuk itu, agar perusahaan Asuransi bisa bertahan dan dinilai sehat, harus memenuhi syarat. Termasuk ketersediaan modal untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah.

See also  Jokowi Ingin Stop Impor Obat Hingga Alkes

Permasalahan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menyedot perhatian publik dalam beberapa waktu terakhir. Pasalnya, perseroan menunggak pembayaran klaim polis jatuh tempo kepada nasabah hingga Rp12,4 triliun untuk periode Oktober-Desember 2019.

Kenapa Jiwasraya tak mampu membayar klaim ? Jawabnya karena tidak ada modal tersedia. Kenapa tidak ada modal tersedia ? Bukankah semua peserta asuransi yang terdaftar membayar premi ? Kemanakah kumpulan uang premi yang dikumpulkan asuransi dari nasabah ? Jawabnya, digunakan untuk bisnis borong saham dan hangus. Ikut pasar saham ecek-ecek, modus untuk ‘menggarong duit peserta’ dengan membeli saham gorengan, sehingga duit nasabah itu ambyar.

Apa itu saham gorengan ? Yakni saham yang tidak memiliki nilai intrinsik sesuai dengan keadaan real bisnis yang digeluti, saham yang nilainya melejit bukan karena kinerja perseroan tapi karena ada ‘permainan para penggoreng di bursa saham’ sehingga nilainya naik fantastis.

Misalnya, saham itu nilainya Rp. 120 per lembar, lantas ada para penjudi saham (mafia saham, biasanya kalau mau menggoreng saham mereka telah menyiapkan minyak berupa modal besar untuk memborong sejumlah saham gorengan). Mereka ini kemudian memborong saham dengan jumlah fantastis, karena ada permintaan yang tinggi nilai saham otomatis melejit. Melejitnya nilai saham ini tergantung seberapa tinggi permintaan (demand) di bursa saham.

Semakin besar modal minyak gorengan saham, semakin tinggi permintaan, semakin melejit nilai saham. Pada titik tertentu, saham lemah yang digoreng nilainya naik dari Rp. 120 menjadi Rp. 3000,- per lembar.

Saat saham sudah memiliki harga mahal, saat itulah Jiwasraya memborong saham dengan harga mahal. Aksi borong saham ini jelas sudah ada niat mau merampok Jiwasraya, karena pembeli saham jelas sudah tahu saham yang ditempatkan  adalah saham gorengan.

See also  Sekolah Lapang Gempabumi BMKG, Perkuat Kesiapsiagaan Masyarakat

Setelah dana Jiwasraya masuk memborong saham gorengan, para penggoreng saham dibursa saham segera melakukan aksi ambil untung (capital gain) dengan menjual seluruh sahamnya yang nilainya telah naik beratus hingga ribuan kali lipat. Pindahlah, uang dari Jiwasraya yang masuk ke pasar saham, berpindah kepada para penggoreng saham.

Karena ada aksi jual besar-besaran, yang dilakukan para penggoreng saham akhirnya nilai saham itu jatuh dan kembali kepada nilai normalnya yakni 120 per lembar. Jiwasraya, mengalami kerugian karena beli saham 3000 perlembar, namun dalam sekejap nilai saham anjlok menjadi 120 per lembar. Tinggal dikalikan berapa juta lembar saham yang diborong.

Aksi ini tak mungkin terjadi kecuali ada otoritas pejabat di Jiwasraya yang bermain dengan para penggoreng saham. Aksi penempatan investasi dana Jiwasraya itu hanyalah cara, untuk memindahkan uang nasabah asuransi Jiwasraya kepada para penggoreng saham di bursa saham. Jadi, uang nasabah dirampok oleh para penggoreng saham, sementara yang membukakan pintu rumah agar dirampok adalah otoritas pejabat Jiwasraya yang menempatkan dana nasabah pada pasar saham. Sampai disini jelas ya.

Kita lanjutkan…

Fakta pada kasus Jiwasraya, Hasil penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan manajemen Jiwasraya menaruh 22,4 persen dana investasi atau senilai Rp5,7 triliun di keranjang saham. Tidak hanya itu, 98 persen dari dana investasi di reksa dana atau senilai Rp14,9 triliun dititipkan pengelolaannya kepada perusahaan manajer investasi dengan kinerja buruk. Sisanya, hanya 2 persen yang dikelola oleh perusahaan manajer investasi dengan kinerja baik.

Imbasnya, ekuitas perseroan tercatat negatif Rp23,92 triliun per September 2019. Jiwasraya membutuhkan dana sebesar Rp32,89 triliun untuk memenuhi rasio solvabilitas atau Risk Based Capital (RBC) 120 persen.

Keadaan inilah, yang menyebabkan Jiwasraya tak mampu membayar klaim polis jatuh tempo kepada nasabah hingga Rp12,4 triliun untuk periode Oktober-Desember 2019. Inilah fase perampokan Jiwasraya.

See also  Kolaborasi Bantu UMKM di Masa Pandemi Terus Digencarkan Oleh KemenkopUKM

Fase berikutnya, rezim Jokowi melalui Erick Tohir bukannya mencari otoritas pejabat Jiwasraya yang membuka pintu rumah sehingga Jiwasraya dirampok para penggoreng saham, tetapi justru meminta BUMN asuransi bikin holding, tanggung renteng membayar kewajiban Jiwasraya kepada nasabah.

Padahal, anggaran BUMN itu terkategori uang negara. Berarti, rezim Jokowi telah menggunakan uang negara untuk tombok (ganti bayar) atas dana yang dirampok mafia penggoreng saham yang berkolaborasi dengan pejabat Jiwasraya.

Celakanya, ada bau ‘amis’ perampokan uang nasabah Jiwasraya ini digunakan untuk kampanye Pilpres 2019. Jika hal ini terjadi, sangat wajar karena otoritas bursa saham tentu tidak akan membiarkan terjadinya transaksi yang tak wajar, kecuali ada intervensi kekuasaan.

Jiwasraya ini hampir sama dengan kasus Century. Sama-sama merampok. Bedanya? Century bikin wacana bank gagal yang berdampak sistemik, kemudian negara melakukan bail out dengan menginjeksi duit sebesar 7 triliun untuk menyelamatkan entury. Duit itulah, yang dijadikan bancakan para mafia dan politisi. Jadi ada dua bancakan, pertama bancakan dana nasabah Bank Century yang digelapkan. Kedua, bancakan duit bail out bank Century yang dikorupsi rame-rame.

Sedangkan kasus jiwasraya, yakni bancakan duit dari hasil goreng-gorengan saham yang nilainya menyebabkan jiwasraya rugi 13,7 T. Kemungkinan, akan ada bancakan kedua ketika rencana holding BUMN asuransi terealisasi. Boleh jadi, nanti modusnya dengan menambah nilai Penyertaan Saham Negara pada BUMN asuransi.

Tapi ada kesamaan antara Century dan Jiwasraya. Sama-sama bau amis Pilpres. Century bau amis rezim SBY, Jiwasraya bau amis rezim Jokowi. Ada satu lagi, skandal BLBI. Ini juga sama, bau amis. Tapi BLBI bukan karya SBY atau Jokowi, skandal BLBI adalah karya Megawati.[]

Nasrudin Joha
Sastrawan politik.

Berita Terkait

Yulian Gunhar Soroti Insiden Meledaknya Smelter PT Monokem Surya di Karawang
Dukung Layanan Air Minum Perpipaan di Surakarta dan Sekitarnya, Wamen Diana Apresiasi Pembangunan SPAM Regional Wosusokas
Gandeng Bank Mandiri, Jakarta LavAni Livin’ Transmedia Siap Gebrak Proliga 2025
Wamen Diana: Underpass Joglo di Surakarta Tuntas Akhir Desember 2024
Jasamarga Lakukan Penutupan Contraflow Arah Cikampek Jalan Tol Japek
Menteri Bahlil Pimpin Rapat Pleno Satgas Nataru, Posko Nataru Sektor ESDM Resmi Dibuka
Perkuat Sistem Kelistrikan Hijau, PLN Kolaborasi Energy Modelling System Dengan Australia
Jadi Mitra Strategis Kementan, KemenTrans Siapkan Tenaga Kerja Untuk Sukseskan Kemandirian Pangan

Berita Terkait

Sunday, 22 December 2024 - 17:46 WIB

Yulian Gunhar Soroti Insiden Meledaknya Smelter PT Monokem Surya di Karawang

Sunday, 22 December 2024 - 17:29 WIB

Dukung Layanan Air Minum Perpipaan di Surakarta dan Sekitarnya, Wamen Diana Apresiasi Pembangunan SPAM Regional Wosusokas

Saturday, 21 December 2024 - 19:18 WIB

Gandeng Bank Mandiri, Jakarta LavAni Livin’ Transmedia Siap Gebrak Proliga 2025

Saturday, 21 December 2024 - 18:34 WIB

Wamen Diana: Underpass Joglo di Surakarta Tuntas Akhir Desember 2024

Saturday, 21 December 2024 - 13:41 WIB

Jasamarga Lakukan Penutupan Contraflow Arah Cikampek Jalan Tol Japek

Berita Terbaru

Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid / foto ist

Nasional

Pemerintah Siapkan Lima Prioritas Strategi AI Indonesia

Sunday, 22 Dec 2024 - 21:21 WIB

ilustrasi / foto ist

Ekonomi - Bisnis

Hingga Akhir 2024, Total Nilai Ekspor UMKM Binaan BCA Capai Rp37 Miliar

Sunday, 22 Dec 2024 - 18:55 WIB