DAELPOS.com – Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin mengritik jaminan pemerintah yang berjanji memberikan ketersediaan stok pangan dan kestabilan harganya hingga lebaran. Namun pada kenyataannya, kurang 8 hari lebaran, segala macam komoditas pangan mengalamai kekacauan, baik stok ketersediaan maupun harga retail di lapangan.
Harga-harga pangan yang mengalami kenaikan hampir di semua kebutuhan pokok seperti gula pasir, gula merah, beras, bawang merah dan telor. Padahal, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian 2 hari lalu (13 Mei 2020) memastikan stok bahan pangan aman dan harga bakal senantiasa stabil sampai Hari Raya Idul Fitri 2020 mendatang.
“Pemerintah ini lama-kelamaan semakin tidak dipercaya semua ucapan dan kebijakannya. Hari ini ngomong A, besok ngomong B. Mana ada rakyat percaya bila begini terus kedepannya. Bukan hanya harga pangan, kebijakan BPJS Kesehatan pun sama, Januari lalu iuran tetap, sekarang naik. Semua plin plan,” ucap Akmal dalam berita rilisnya, Jumat (15/5/2020).
Politisi Fraksi PKS ini secara khusus menyoroti harga gula yang makin lama makin menggila. Kini harga gula pasir Rp20.000 di beberapa agen, dapat dipastikan tingkat retail lebih tinggi. Selain itu, keberadaan gula pasir di pasar modern sudah semakin langka.
Akmal menambahkan, komoditas gula ini banyak sekali keanehan yang terjadi di negeri ini. Yang pertama, ada pengalihan 250.000 ton gula yang seharusnya untuk industri makanan dan minuman menjadi gula konsumsi rumah tangga. Dari sini menurutnya, sudah ada yang tidak beres dari kebijakan gula.
Selanjutnya, terjadi lenyapnya 67.000 ton gula rafinasi dalam waktu 2 hari saja sejak diumumkannya ketersediaan gula rafinasi di produsen sebanyak 160 ribu ton oleh Kementerian Perdagangan, menjadi 93 ribu ton.
“Pemerintah mesti tuntaskan dan mengusut persoalan gula ini. Keadaannya sudah sangat mengkhawatirkan. Harus dipastikan, ini persoalannya ada di manajemen pengelolaannya, atau ada segelintir oknum yang mencoba memburu rente dari buruknya keadaan,” ujar Akmal.
Politisi PKS ini mengusulkan kepada pemerintah agar satu-persatu mengurai persoalan gula yang masih berpolemik dan cenderung merugikan rakyat banyak. Pertama usut tuntas berkaitan ketersediaan yang masih tersendat di berbagai daerah apakah terkendala distribusi atau permainan spekulan.
Kedua, sambungnya, harus ada tindakan nyata para pelaku amoral spekulan gula bila ditemukan menimbun yang mempermainkan stok di pasar. Ketiga mesti ada solusi peningkatan produksi dalam negeri akan gula dengan perbaikan pola mitra dengan petani maupun perbaikan pabrik. Keempat perlunya ada edukasi masyarakat yang masuk dalam kurikulum pendidikan sejak dini akan bahaya konsumsi gula terlalu tinggi.
“Saya minta persoalan pangan terutama gula ini pemerintah serius mengurusinya untuk kepentingan rakyat. Jangan ada tebang pilih jika ditemukan penyelewengan. Dan tuntutan janji akan ketersediaan stok pangan serta harga pangan yang terkendali mesti dapat direalisasikan,” tandas Akmal.
Di sisi lain, legislator dapil Sulawesi Selatan II ini mengatakan, kebijakan terkait gula ini terhadap importasi 6 bulan terakhir sudah sesuai harapan. Importasi masih dalam batas kewajaran meskipun total izin impor gula mencapai 988,8 ribu ton. Dengan asumsi total konsumsi gula mencapai 230-250 ribu ton per bulan, pemerintah dari sisi produksi mesti mampu mengembalikan kekuatan komoditas gula nasional seperti pada tahun 1930.
Pada medio 1930, Indonesia mempunyai lahan tebu sekitar 200 ribu hektar dengan produksi gula mencapai 2,9 ton per tahun sehingga menyematkan negara ini menjadi pengekspor gula. Setelah zaman kemerdekaan, Negara ini belum pernah mengalami manisnya gula dengan berekspor.
Pada zama kemerdekaan, lanjut Akmal, Indonesia memiliki sistem pergulaan yang cukup bagus, yaitu sebelum tahun 2010-an dengan pola kejasama kemitraan perusahaan milik pemerintah dengan petaninya. Namun kondisi mesin-mesin pabrik gula sudah termakan usia karena sudah ada sejak zaman kolonial. Upaya membangun pabrik gula baru tidak juga ada kabar baiknya. Sempat mangkrak, pabrik gula glenmore di banyuwangi yang nantinya jadi kebanggaan, akhirnya kandas.
Akmal menambahkan, konsumsi gula penduduk negara kita memang cukup tinggi. Bahkan pada tahun 2018, Indonesia menjadi negara pengimpor gula terbesar di dunia mengungguli China di posisi kedua dan AS di peringkat tiga. Kebutuhan gula kristal putih (GKP) tanah air mencapai 2,8 juta ton. Sedangkan produksi dalam negeri per tahun hanya di kisaran 2,2 – 2,3 juta ton. Artinya ada kekurangan sebanyak 500-600 ribu ton tiap tahunnya.
“Perlu ada Edukasi yang menyeluruh kepada seluruh rakyat Indonesia, berkaitan dengan bahayanya konsumsi gula yang tinggi sehingga selain memperbaiki tingkat kesehatan SDM bangsa, juga dapat menekan konsumsi gula. Tantangannya adalah, gula ini menjadi penambah kenikmatan berbagai produk makanan dan minuman yang sulit dilepas dari selera masyarakat. Pekerjaan Rumah pemerintah masih sangat banyak pada komoditas gula ini,” tutup Akmal.