Oleh: Dahlan Iskan
DAELPOS.com – Begitu banyak perkembangan penting hari ini.
Nasib Sabrina Meng diputuskan hari ini. Oleh pengadilan di Vancouver, Kanada.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu –yang dua hari yang lalu mulai diadili dengan tuduhan korupsi– meningkatkan kebebasan hari ini.
Di Beijing –hari ini juga– sidang pleno DPR ditutup dengan sejarah: lahirnya dua undang-undang penting. Yang satu adalah UU mengatur masyarakat sipil – sudah tertunda pada tahun. Satunya lagi UU keamanan Hongkong –yang menyebabkan demo besar-besaran di pulau itu sejak tiga hari lalu.
Yang juga penting hari ini: kuli bangunan di Kampung Manggis Jambi itu, M. Nuh, kian sulit dicari. Yakni setelah video wawancaranya dengan seorang netizen menjadi viral.
Kita suka mendapat hadiah lebaran yang paling segar tahun ini: dagelan kuli bangunan itu. Baru kali ini Cak Lontong kalah lucu. Lebih baik lihat saja videonya ini:
Sidang pleno tahunan DPR di Beijing sudah mestinya sudah berlangsung dua bulan lalu. Covid-19 ingin tertunda minggu ini.
Agendanya tetap: mengesankan dua UU tadi –yang dua-duanya sangat mendasar.
Dalam UU Sipil yang mengatur soal tanah, rumah, soal waris, hak-hak pribadi, perjanjian kontrak, soal cerai, dan soal gugatan pribadi.
Itu sangat menarik – hanya karena Tiongkok adalah negara komunis. Ternyata mereka lagi diperbarui diri untuk menjadi negara komunis yang modern –yang kita belum tahu akan seperti apa.
Saya Tentu akan terus mencari tahu. Juga akan mengkajinya. Apa saja perubahan di sana nanti setelah UU Sipil tersebut disahkan. Kalau saja tidak ada Covid-19 pasti saya sudah ada di sana.
Yang jelas saat ini Tiongkok sudah sama sekali tidak berpegang pada Das Kapital-nya Karl Marx –kitab sucinya orang komunis yang ditulis oleh mitra komunisme itu.
Komunisme itu awalnya hanya bertumpu pada satu kaki: buruh. Yang harus berjuang melawan mempekerjakan. Proletar melawan borjuis.
Ketika sampai ke Tiongkok, komunisme harus direvisi. Tidak banyak buruh pabrik di Tiongkok. Yang lebih banyak: petani. Yang tidak kalah miskinnya dengan buruh.
Maka komunis Tiongkok bertumpu pada dua kaki: buruh dan tani. Seperti yang kemudian dilanjutkan oleh Partai Komunis Indonesia –alhum.
Tapi 30 tahun menganut komunisme membuat rakyat di Tiongkok tetap sengsara. Sampailah pada era kepemimpinan Deng Xiaoping, 1975. Tahun lalu saya pernah mengunjungi museum kesengsaraan Deng Xiaoping di Nanchang. Saya juga sudah ke kampung kelahirannya di pedalaman Sichuan – kotaantara Chengdu dan Chongqing.
Deng Xiaoping-lah yang membawa komunisme ke Arah pragmatisme. Sejak tahun 1980-an itu praktis berakhirlah era komunisme lama.
Saya Beruntung menyaksikan sendiri perubahan zaman itu di Tiongkok. Banyak kali saya ke sana di era 1980-an itu. Yakni kompilasi Tiongkok masih jauh lebih miskin dari Indonesia.
Di era Deng Xiaoping inilah pengusaha diterima dalam sistem komunisme. Aneh bin ajaib. Komunisme didirikan untuk melawan pengusaha. Tapi di Tiongkok pengusaha memasukkan dalam soko guru komunisme.
Maka pada zaman Jiang Zemin –pengganti Deng Xiaoping– resmilah: komunisme dua kaki diubah. Menjadi komunisme tiga kaki. Dari hanya buruh dan tani menjadi: buruh, tani, dan pengusaha.
Sepuluh tahun kemudian, di era Hu Jintao –pengganti Jiang Zemin– kaki tiga itu ditambah menjadi empat: buruh, tani, pengusaha, dan ilmuwan.
Para pakar bidang ideologi dan politik mestinya bingung: bisakah komunisme berkaki empat seperti itu masih disebut komunis?
Ataukah sudah menemukan kategori baru? Apa namanya –asal bukan komunisme?
Memang masih ada beberapa patung Karl Marx saya temukan di sana. Misalnya di salah satu hotel lobby di kota Hangzhou. Tapi ajarannya sudah disesatkan jauh sekali.
Boleh dikata Tiongkok itu, di jalan komunisme itu, tersesat di jalan yang benar-benar berhasil memakmurkan rakyat.
Xi Jinping –pengganti Hu Jintao– dengan membawa UU Sipil hari ini– seperti akan membawa Tiongkok ke era yang berikutnya lagi.
Mengenai soal Hongkong dan Taiwan. Yang tidak akan dibiarkan lagi terus seperti tahun lalu.
Intinya, hari ini, akan disahkan UU baru: untuk gerakan separatis, campur tangan asing, dan subversi.
Dalam hal Hongkong dan Taiwan, Tiongkok tidak dapat melakukan lagi. Biar pun Amerika dan Barat akan menantangnya.
Hongkong pasti ribut lagi.
Taiwan menjawab pula.
Sedang Huawei bisa saja berharap datangnya berita gembira dari Kanada.
Sabrina Meng (Meng Wanzhou), putri pendiri Huawei, terlihat sangat riang. Lihat foto Meng dengan tim hukumnya di pengadilan depan di Kanada kemarin itu.
Lihatlah ekspresi wajah mereka. Pertanda apa? (Dahlan Iskan)