DAELPOS.com — Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyampaikan pentingnya segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja. Hal ini disampaikan pada saat menjadi pembicara kunci webinar yang diselenggarakan oleh INDEF, ITIC Washington, dan The Jakarta Post dengan topik “Relocating Investment to Indonesia in the Time of COVID-19: Opportunity and Challenge” pada Selasa pagi (4/8).
Alasan utamanya adalah RUU tersebut dapat mendorong kepastian investasi, dan dari investasi lahirlah penciptaan lapangan kerja, yang dapat memastikan pendapatan masyarakat.
Kepala BKPM menyatakan ada empat catatan penting dalam Omnibus Law. Pertama, terkait kewenangan. Menurut Bahlil, kewenangan perizinan tidak serta merta ditarik ke pusat. Namun, pemerintah daerah akan diberikan batas waktu untuk menerbitkan izin kepada investor. Jika melebihi batas waktu, kewenangan ditarik ke Presiden RI. Kemudian, Presiden RI berhak memberikan perintah kepada ke gubernur, bupati, wali kota, menteri ataupun kepala badan untuk membuat keputusan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Dalam Omnibus Law ini, semua perizinan akan ditarik dulu ke Presiden. Setelah itu, izin dikembalikan ke gubernur, bupati, wali kota, menteri ataupun kepala badan, disertai dengan aturan main. Selama ini tidak ada aturan mainnya. Supaya, jangan lagi kita terhalang-halangi,” kata Bahlil.
Kedua, adanya Omnibus Law untuk mendukung UMKM. Pemerintah berupaya meminimalkan persyaratan yang diperlukan pelaku UMKM untuk mendapatkan izin usahanya.
“UMKM memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional dengan kontribusi kurang lebih 60%, dan penyerapan tenaga kerja hingga 120 juta orang. Namun, negara belum hadir secara maksimal lewat regulasi untuk mendesain mereka agar bisa naik kelas atau izin-izinnya tidak dipersulit. Sekarang, kita ingin dengan Omnibus Law, izin UMKM selembar surat saja selesai, tidak perlu lagi notifikasi-notifikasi,” ujar Bahlil.
Ketiga, RUU Ciptaker akan memberikan landasan hukum atas kewajiban kemitraan dengan UMKM. Pelaku usaha besar diwajibkan untuk menggandeng UMKM agar meningkatkan kualitas UMKM.
“Ini baru bisa kita membangun demokrasi ekonomi. Karena tidak akan mungkin demokrasi ekonomi dapat kita wujudkan dengan baik, kalau regulasinya belum ada,” tutur Bahlil.
Poin terakhir menyangkut lingkungan. Bahlil menyatakan Omnibus Law juga dapat menyelesaikan persoalan izin usaha dan investasi terutama terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
“AMDAL ini wajib, tapi kadang dibuat-buat juga. Contohnya investasi hanya Rp600 juta tapi biaya AMDAL bisa Rp1 miliar. Dimana itu uang habis? Di kabupaten/kota, polisi hutan. Itu ‘hantu’ semua mainnya,” kata Bahlil.
Menurut Bahlil, melalui RUU Ciptaker nantinya tidak semua kelas pengusaha membutuhkan AMDAL. Untuk kelas menengah, ada Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL). Sementara untuk usaha kelas besar tetap pakai AMDAL dengan syarat yang tidak terlalu rumit. (*)