DAELPOS.com – Indonesia sudah resmi resesi seusai Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal III/2020 minus 3,49%. Ekonom menilai, resesi ekonomi ini hanya menegaskan kembali bahwa ekonomi nasional tengah dalam tekanan cukup berat.
Situasi ekonomi yang tengah dalam tekanan berat tersebut memiliki konsekuensi tersendiri. Ekonom Indef Bhima Yudistira mengatakan, situasi ini akan mengarah pada gelombang kebangkrutan massal perusahaan di dalam negeri.
“PHK di berbagai sektor masih akan terjadi dan menyumbang angka pengangguran serta kenaikan jumlah orang miskin baru,” kata Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Kamis (5/11/2020).
Menurut dia, sektor tradable (produksi barang) lesu dan sumbangan terhadap produk domestik bruto (PDB) cenderung menurun. Industri manufaktur masih berada di bawah 20% dari PDB, dan sektor pertanian mengalami penurunan dari 15,4% pada kuartal II/2020 menjadi 14,6% di kuartal III/2020.
Sementara, sektor non-tradable/jasa semakin mendominasi perekonomian. Dia mencontohkan sektor jasa informasi dan komunikasi yang berada di atas 4,5%, dan jasa konstruksi 10,6% dari PDB.
“Kualitas ekonomi yang menurun akan mengancam serapan kerja pada tahun 2021 karena sektor non-tradable serapannya cenderung lebih rendah dibandingkan sektor tradable atau penghasil barang seperti industri pengolahan dan pertanian,” katanya.
Saat ini, kata dia, laju pertumbuhan industri manufaktur belum ada perbaikan yang signifikan, yakni masih bertahan di level negatif menjadi -4,3%. “Ini menjadi indikasi sektor manufaktur masih alami tekanan yang cukup dalam seiring belum pulihnya permintaan di dalam dan pasar ekspor,” tandasnya. (*)