DAELPOS.com – Penganiayaan yang menimpa jurnalis @tempoco pada Sabtu (27/4) dikecam oleh Mardani Ali Sera. Dalam @mardanialisera disampaikan aksi tersebut dilakukan ketika melakukan kerja jurnalistik terkait dugaan korupsi salah satu pejabat.
“Kegiatan pers dilindungi dan siapapun yang menghalangi dapat dikenakan hukuman,” katanya dalam kultuit @mardanialisera, Selasa (30/3).
Mardani tambahkan, ini jelas merupakan bentuk penghalangan terhadap kegiatan jurnalistik dan melanggar UU No 40 tahun 1999 Pers, baik dalam memperoleh, mencari serta menyebarluaskan informasi.
“Pihak kepolisian harus mengusut tuntas kasus ini,” pintanya.
Kapolri beserta jajarannya juga, kata dia, harus memberikan perlindungan terhadap jurnalis yang sedang melakukan kerja-kerja jurnalistik.
“Semata agar terjaminnya hak publik untuk tahu serta memperoleh informasi yang akurat mengenai berbagai isu yang penting bagi masyarakat luas,” imbuhnya.
Penganiyaan ini menambah catatan buruk kekerasan terhadap jurnalis. Setidaknya LBH Pers mencatat, di 2020 terjadi 117 kasus kekerasan terhadap wartawan serta media. Angka ini meningkat 32% jika dibandingkan pada 2019 (79 kasus).
Masih di tahun 2020, Indonesia juga mencatat rekor tertinggi angka kekerasan terhadap jurnalis –tercatat oleh @AJI ada 83 pelaporan kekerasan. Sementara di Bulan Maret 2021 sudah ada 3 kasus kekerasan, termasuk jurnalis Tempo ini.
“Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sampai Komnas HAM perlu menurunkan bantuannya untuk melindungi korban dari ancaman kekerasan lebih lanjut serta mengawal proses hukum atas kasus ini,” ucap Mardani.
Perlu diingat, Indonesia sudah menyatakan komitmennya untuk terbuka terhadap pers sejak reformasi.
Harus ada langkah-langkah preventif, sarannya, untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali, karena sangat mahal harga yang dibayar bangsa ini untuk melahirkan pers yang bebas melalui reformasi serta demokrasi yang kian terlembaga.
“Jangan dirusak karena tindakan tersebut jelas membuat kita mundur ke belakang,” katanya prihatin.
Mardani mengingatkan, jangan terulang lagi kasus yang menimpa Udin, wartawan surat kabar harian BERNAS (Yogyakarta) yang dibunuh 1996 silam? Udin kehilangan nyawa akibat ‘vokal’ memberitakan rezim saat itu.
“Kebebasan pers masih memiliki pekerjaan rumah besar yang belum terselesaikan dan Udin mengingatkan kita akan hal itu,” pungkasnya.