Anggota Komisi VI DPR RI Daeng Muhammad mempertanyakan politik keberpihakan Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Moh Abdul Gani terhadap permasalahan yang dihadapi rakyat Indonesia akan konsumsi gula dan keberpihakan pada petani gula khususnya.
“Pak Dirut yang saya hormati, sebetulnya akar permasalahan gula di Republik ini Pak Dirut sangat memahami,” kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR RI dengan PT Perkebunan Nusantara III (Persero) terkait Rencana Pembentukan Holding Pabrik Gula, di Gedung DPR RI, Senayan, Senin, 21 Juni 2021.
Menurut Daeng, persoalan gula nasional seharusnya sudah dipahami betul oleh PTPN III. Seharusnya pula, BUMN sektor perkebunan tersebut sudah mempunyai grand desain yang terukur guna mengatasi permasalahan gula nasional. Sebab hingga kini masih saja muncul pertanyaan besar, misalnya menyangkut swasembada gula konsumsi.
“Pertanyaannya, ada ga sih kesungguhan dari Pemerintah? Bicara kesungguhan ini bicara keberpihakan. Kalau permasalahan ini sudah dikuasai, tinggal mencari metode dan solusinya,” tegas Daeng.
Politisi PAN itu menegaskan, Komisi VI DPR RI siap mendukung Pemerintah dalam hal ini PTPN III dalam mewujudkan swasembada gula nasional. Namun sebelum dukungan diberikan, DPR ingin mengetahui skema kinerja dan kesungguhan PTPN III membangkitkan kembali kejayaan industri gula seperti tahun 1930 silam.
Ia juga menyinggung semangat PTPN III yang dalam kenyataannya malah tidak matching dengan implementasi kebijakan. Nyatanya, pemerintah terus saja melakukan impor gula. Dengan kata lain tidak ada politik keberpihakan dengan industri gula nasional.
“Scara politik, Komisi VI akan dukung, tapi pertanyaannya, apakah pemerintah sungguh-sungguh terhadap industri gula kita seperti kejayaan tahun 1930an. Persoalannya ketika impelementasi tidak didukung dengan semangat keberpihakan,” tegas Daeng.
Ditambahkan pula mengenai dukungan Komisi VI DPR RI terhadap Penyertaan Modal Negara terhadap PTPN III sebesar Rp 1 Triliun sebelumnya. Lucunya, suntikan modal itu malah diproyeksikan untuk membangun pabrik gula baru. Padahal bahan baku gula di berbagai daerah terus mengalami penurunan.
“Jangan kita berpikir pabrik gula baru kalau bahan baku petani kita sudah tidak mau. Jangan-jangan ada skema terencana, terstruktur, supaya petani kita tidak mau bergelut lagi disitu (menanam tebu). Saya tidak anti impor, tapi kalau impor mematikan petani, ini jadi persoalan negeri kita ke depan,” pungkas Daeng Muhammad.