DAELPOS.com – Di Hari Kemerdekaan ke-76 Republik Indonesia, Partai NasDem mengajak semua pihak untuk menaruh perhatian serius pada kekerasan seksual di Indonesia. Ketua Bidang Perempuan dan Anak DPP Partai NasDem, Amelia Anggraini mengungkapkan, dalam 12 tahun angka kekerasan seksual meningkat drastis hampir 800% (tahun 2008-2020)
“Angka kenaikan tersebut harus menjadi pekerjaan kita semua agar kasus kekerasan seksual terus turun dengan perangkat hukum yang jelas sesuai sosio kultural di Indonesia. Angka hanyalah sebuah statistik jika kita tidak bergerak untuk mewujudkan Indonesia aman dari kekerasan seksual,” kata Amel dalam keterangan tertulisnya, Senin (16/8).
Menurut fungsionaris Partai NasDem itu, sudah saatnya elemen masyarakat duduk bersama menyelaraskan pandangan terkait pro dan kontra mengenai RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang terlanjur tersebar di masyarakat. Karena menurut Amel, penyusunan RUU PKS saat ini membuka ruang sangat terbuka bagi semua elemen untuk ikut menyumbangkan pikiran agar RUU PKS menjadi perangkat hukum yang holistik.
“Saat ini, Baleg DPR merombak isi dari RUU PKS. Mari kita bersama-sama urun rembug memperkaya perspektif perangkat hukum yang ditunggu-tunggu korban kekerasan seksual,” tegas Amel.
DPR periode sekarang, tambah Amel merupakan periode kedua RUU PKS masuk di pembahasan Dewan dan berharap agar cepat disahkan.
“Kuncinya adalah komunikasi antarfraksi, elemen masyarakat, hingga NGO (Non-Governmental Organization/LSM) terjalin dengan baik agar semua mempersempit potensi kesalahpahaman dan hoax,” ujar anggota DPR periode 2014-2019 itu.
Satu tahun lebih pandemi Covid-19 tidak menurunkan angka kekerasan seksual. Data yang dikeluarkan Komnas Perempuan menunjukan Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS) meningkat 920%, dari 35 kasus pada 2019 menjadi 329 kasus pada 2020. Salah satu faktornya ialah peralihan aktivitas masyarakat dari kegiatan di luar rumah menjadi daring.
“Pandemi Covid-19 berdampak sistemik termasuk juga berkontribusi pada kenaikan kekerasan seksual daring. Bentuknya macam-macam, seperti pelecehan, perdagangan manusia, layanan pornografi, menyunting foto korban tanpa izin untuk keperluan seksual dan lain-lain,” papar Amel
Dijelaskan, RUU PKS diinisiasi sejak 2012 oleh Komnas Perempuan melalui serangkaian sosialisasi tentang bahaya kekerasan seksual. Baru pada tahun 2016 RUU PKS diterima DPR. Namun perjalanannya mengalami kebuntuan hingga berakhirnya jabatan DPR di periode tersebut.
“Kita harus mengambil pelajaran dari kebuntuan di periode 2014-2019 terkait RUU PKS. Banyak yang diperdebatkan termasuk hal-hal yang bersifat terminologis, pendekatan, hingga pada substansi legal drafting-nya,” ucap Amel.
Untuk itu, menurut Amel, NasDem sejak awal sangat memahami bahwa masyarakat Indonesia memiliki karakteristik khasnya. Keanekaragaman lingkungan budaya yang ada di Indonesia merupakan mutiara pelajaran berharga untuk menghasilkan peraturan nasional. RUU PKS harus digali dari tradisi masyarakat Indonesia sendiri dalam melindungi anggota komunitasnya dari praktek kekerasan seksual. NasDem meyakini, memadukan teori dan praktek yang datang dari komunitas di luar Indonesia dengan apa yang berkembang di Nusantara menjadi hal yang penting dilakukan.
“Sejatinya memuliakan perempuan dan sesama manusia lainnya adalah bagian dari syariat-Nya juga. Saya sangat berharap, di hari ulang tahun ke 76 Indonesia kali ini, RUU PKS benar-benar bisa diparipurnakan. Ini akan menjadi kado terindah untuk bangsa ini jika itu bisa terwujud,” pungkas Amelia.