DAELPOS.com – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Anggia Erma Rini meminta Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk melakukan intervensi pasar, khususnya jagung, di Kabupaten Blitar. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka untuk menekan harga jagung, agar peternak yang gunakan komoditas tersebut sebagai pakan ternaknya tidak kesulitan untuk membeli. Termasuk, membantu pasokan jagung dari para petani, yang memiliki permintaan (demand) tinggi namun lahan pertanian di Blitar tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
“Saya bersama Ibu Bupati Blitar sering sampaikan, ini jagung sangat penting. Kalau dihitung semua lahan pertanian ditanami jagung saja, tetap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan. Jadi sangat krusial soal kepastian jagung ini. Blitar masih sangat butuh dan kekurangan,” jelas Anggia saat memimpin Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi IV DPR RI ke Koperasi Tani, di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Jumat (17/12/2021).
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengakui, atas penugasan dari Presiden Joko Widodo, beberapa waktu lalu Bulog untuk memberikan bantuan 30.000 ton jagung untuk memenuhi kekurangan permintaan tersebut. Dampaknya, menurut Anggia, saat ini harganya menurun dan relatif terjangkau.
“Kondisi ini tidak hanya dialami Blitar, juga di daerah lain. Tetapi, Kabupaten Blitar ini yang paling kencang teriaknya. Saya harap, akhir Desember ini, semua alokasi kuota yang ditugaskan, sudah diberikan ke Blitar. Sehingga, berdampak kepada harga pakan ternak dan telur juga di pasaran,” jelas legislator dapil Jatim VI itu.
Menanggapi hal itu, Bupati Blitar Rini Syarifah turut apresiasi atas kunjungan Komisi IV DPR RI ke Kabupaten Kediri. Ia berharap upaya tersebut akan berbuah hasil, untuk mengembalikan usaha para peternak rakyat yang beberapa waktu lalu sempat terpuruk. “Semoga semua aspirasi kami dapat diterima dan diwujudkan melalui Komisi IV dengan mitranya. Sehingga, kita bisa bergerak lebih cepat lagi,” ujar Bupati Rini.
Dijelaskan Kementerian Pertanian, penyebab harga jagung tinggi adalah karena tingginya disparitas harga antara harga acuan pembelian (HAP) dari Kementerian Perdagangan dengan harga yang ada di pasaran. Di samping itu, ketimpangan antara peternak rakyat yang tidak mampu membeli jagung kepada petani dalam jumlah yang besar serta adanya masa panen yang tidak merata di seluruh daerah Indonesia.