DAELPOS.com – Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar Hukum Perpajakan, Prof. Tjip Ismail. Agenda utama rapat adalah untuk mendapatkan pendalaman materi Rancangan Undang-Undang tentang Penerimaan Negara dan Daerah.
Prof. Tjip Ismail, Guru Besar Sekolah Tinggi Ilmu Hukum dan Militer (STHM) ini menyatakan bahwa peranan pajak sangat dominan sebagai postur penerimaan negara dalam APBN. Namun, beliau menyampaikan perubahan tarif pajak merupakan sebuah permasalahan. “Tarif PPh Badan makin turun. Sebaliknya, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) semakin naik” kata Prof. Tjip Ismail. Dalam penjelasannya, tarif PPh Badan semula sebesar 25 persen. Kemudian, tarif tersebut turun menjadi 22 persen pada 2020 lalu dan semakin berkurang menjadi 20 persen pada tahun 2022. Sedangkan tarif PPN yang awalnya 10 persen menjadi 11 persen per 1 April 2022 dan naik kembali ke 12 persen tahun 2025 mendatang.
Atas hal tersebut, sejumlah anggota mempertanyakan kebijakan perpajakan pemerintah kepada Prof. Tjip Ismail. Gusti Farid Hasan Aman, Anggota Komite IV DPD RI asal Kalimantan Selatan, mengatakan, “(Orang) yang teraniaya bukan kaum yang di bawah. Kalau (orang) yang di atas memang sudah kaya. Nah, (orang) yang teraniaya justru kelas menengah. Bahkan sekarang kelas menengah justru turun. Apa benar seperti itu?” tanyanya berrdasarkan informasi dari diskusi yang Gusti ikuti.
Yashinta Sekarwangi Mega, Senator dari Daerah Istimewa Yogyakarta, turut memperdalam pemaparan Prof. Tjip Ismail dengan bertanya, “Seberapa efektif kenaikan PPN dalam meningkatkan pendapatan negara dibandingkan dengan dampaknya terhadap konsumsi masyarakat?” ujar Yashinta.
Adapun Habib Ali Alwi, Anggota DPD RI perwakilan Provinsi Banten, memberikan sejumlah pernyataan. “Negara bisa minta pajak, tapi bernilai bisnis. Tapi, kalau kepada masyarakat, semuanya kena. Jadi, harusnya (uang pajak) untuk membuat anak-anak mendapatkan pendidikan yang layak dan sebagainya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya” katanya dengan lantang di dalam rapat tersebut. “Gausah masyarakat dikenakan pajak macam-macam lagi” pungkas Habib Ali.
Jihan Fahira, Senator Provinsi Jawa Barat, memberikan pertanyaan tentang salah satu aspek perpajakan daerah. “Pajak mengenai nomor polisi, uang pajaknya masuk ke kepolisian atau kemenkeu ya?” tanya Jihan kepada Prof. Tjip Ismail.
Kemudian, Senator Muhammad Nuh yang berasal dari Sumatera Utara turut berupaya memperdalam pemaparan dari narasumber dengan bertanya terkait perbandingan PPN di negara-negara ASEAN. “Apakah beban pajak kita terberat, atau sedang-sedang, atau paling ringan?” ucap Nuh.
Almira Nabila Fauzi, Anggota Komite IV DPD RI dari Provinsi Lampung, menyampaikan aspirasi konstituen di daerahnya mengenai beratnya beban perpajakan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). “Ada ga di pajaknya itu program yang bisa menguntungkan kembali untuk si UMKM?” tanya Almira kepada Prof. Tjip Ismail dalam merespon keluhan UMKM di Lampung.
Rudy Tirtayana, Senator yang mewakili Provinsi Papua Selatan, memberikan sejumlah pertanyaan kritis. “Adakah indikator atau hitung-hitungan Menkeu menaikkan PPN?” ujar Rudy tanpa meragukan kemampuan Ibu Menteri Keuangan. Berikutnya, Rudy berupaya mengonfirmasi yang ia terima dengan bertanya, “Kenaikan PPN menjadi 12 persen itu tidak semua komoditas, apakah benar?”. Terakhir, beliau juga menanyakan terkait kasus UMKM susu di Boyolali yang ditagih pajak. “Kalau dia menutup usahanya, apakah masih tertagih beban pajaknya buat pelaku UMKM susu tersebut?” tanyanya.
Sebagai pamungkas, Novita Annakota, Wakil Ketua Komite IV DPD RI, juga memberi pertanyaan esensial. “Sebenarnya yang perlu kita naikkan itu PPN atau PPh Badan?” kata Senator tersebut. Berikutnya, “Apakah dengan menaikkan PPN itu presiden bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi 8%?” ucap anggota DPD RI perwakilan provinsi Maluku itu.
Rapat tersebut ditutup oleh pimpinan rapat, Novita Annakota, dengan mengapresiasi pemaparan dan pendalaman Prof. Tjip Ismail mengenai Penerimaan Negara dan Daerah, khususnya tentang kebijakan perpajakan terkini. Hasil rapat menjadi bahan untuk ditindaklanjuti pada rapat kerja dengan instansi terkait. (*)