DAELPOS.com – Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI membahas pengembangan destinasi wisata dan dampaknya terhadap perekonomian lokal bersama Kementerian Pariwisata. Rapat Kerja tersebut dinilai penting bagi Komite III DPD RI, karena pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi pendukung untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengembangkan potensi daerah, serta berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional. Rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komite III, Dailami Firdaus tersebut dihadiri oleh Menteri Pariwisata RI, Widiyanti Putri Wardhana serta Wakil Menteri Pariwisata RI, Ni Luh Enik Ermawati, bertempat di Gedung B DPD RI ruang Rapat Kutai lantai 3, pada Rabu (30/4).
“Kami mengharapkan pembangunan pariwisata dapat dilakukan merata di seluruh daerah di Indonesia, tidak hanya terfokus di Pulau Jawa, tetapi juga di daerah lain seperti Kalimantan dan wilayah timur, seperti di kawasan Papua yang menyimpan banyak potensi wisata yang dapat dikembangkan, baik secara nasional maupun Internasional,“ ujar Dailami.
Dalam rapat tersebut dilakukan pembahasan lebih jauh tentang Inventarisasi Materi Pengawasan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan serta Program Kerja Prioritas Kementerian Pariwisata RI Tahun 2025 di setiap provinsi. Terkait dengan progres pariwisata di Indonesia, Menteri Pariwisata RI menyampaikan bahwa ada pertumbuhan perjalanan wisatawan mancanegara sekitar 2,2 juta kunjungan atau 19 persen di tahun 2024 dibandingkan tahun 2023.
“Hal ini menunjukkan bahwa potensi dan pengelolaan pariwisata di Indonesia cukup baik, dapat kami sampaikan juga bahwa sepanjang Januari sampai Februari 2025 jumlah kunjungan sebesar 1,89 juta kunjungan,” terangnya.
Widiyanti juga menjelaskan bahwa minat wisatawan nusantara juga cukup baik dimana ada kenaikan kunjungan sekitar 21,7 persen pada tahun 2024. Dirinya juga optimis dengan target 23,5 juta kunjungan wisatawan mancanegara di tahun 2029, serta 1,5 milyar kunjungan wisatawan nusantara pada tahun 2029. Dari pariwisata Widiyanti menjelaskan dampak positif diantaranya pada peningkatan penyerapan tenaga kerja dan investasi.
“Sejak tahun 2015 hingga 2024 terdapat peningkatan investasi pada sektor pariwisata dari 1,1 Miliar USD menjadi 3,1 Miliar USD. Tentu saja hal ini juga diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja dimana pada tahun 2024 ada 25 juta tenaga kerja bergabung pada sektor pariwisata,” jelasnya.
Widiyanti Putri Wardhana menyampaikan bahwa ada lima program unggulan kementerian pariwisata pada tahun 2025. Lima program unggulan tersebut yakni gerakan wisata bersih yang fokus pada pembentukan satuan tugas fasilitasi sanitasi bersama Pemerintah Daerah, tourism 5.0 yang melingkupi AI dan digitalisasi, program pariwisata naik kelas yang mengangkat kuliner Indonesia, Intellectual Property Event yang mengangkat ciri khas Indonesia pada event wisata.
”Dan yang terakhir program kami adalah desa wisata, dimana kami upayakan peningkatan kualitas dan kuantitas desa wisata untuk pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan,” pungkasnya.
Pada kesempatan Rapat Kerja tersebut para Anggota Komite III menyampaikan pandangan dan isu-isu terkait pariwisata yang ada di daerah. Menurut Aji Mirni Mawarni senator Kalimantan Timur, ada indikasi anomali pada penerapan tempat wisata di Kalimantan Timur.
“Di Kalimantan Timur ada desa wisata namanya desa Lung Anay dimana hampir 100 persen lahannya lahan perkebunan / HPI (Hukum Perdata Internasional), sebagian ada lahan pertambangan, apakah ini sudah sesuai aturan padahal sudah menjadi konsesi tapi malah jadi tempat pariwisata. Sementara daerah ini konsesi perkebunan dan pertambangan,” jelasnya.
Sementara Senator Bali Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, menyampaikan persoalan wisatawan yang meningkat, namun industri perhotelan menurun. Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran pengelolaan pariwisata di Bali.
“Apakah isu strategis penurunan fungsi hotel yang disebabkan oleh akomodasi ilegal, selanjutnya terkait masalah wisata non resmi antara izin dan fungsi, karena pelaku guest house hanya memiliki izin rumah tinggal tapi dijadikan tempat wisata, padahal prakteknya komersial, ini terjadi karena minim verifikasi lapangan,” katanya.
Ida Bagus juga menambahkan masih ada persoalan model pariwisata sharing ekonomi, yang memberikan pengaruh pada kuota dan zona. Pembatasan ini menyebabkan overtourism seperti di daerah Canggu dan Ubud. Dirinya merekomendasikan model pariwisata sharing ekonomi yang harus memperhatikan pemilik warga lokal bukan investor luar atau asing.
Hasil Rapat kerja ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pariwisata di Indonesia, mengidentifikasi permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta merumuskan solusi sehingga nantinya akan menjadi landasan penting dalam perumusan kebijakan terhadap kebutuhan dan aspirasi daerah.