daelpos.com– Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) tengah melakukan Penyelarasan Grand Design agar menjadi instrumen yang mendorong sinkronisasi dan kolaborasi antar unit kerja di lingkungan Kementerian PANRB. Penyelarasan juga dilakukan untuk memastikan bahwa Kementerian PANRB memiliki arah jelas, yang tidak hanya reaktif terhadap isu, tetapi antisipatif terhadap perubahan.
“Saya ingin kita jadi contoh kerja tidak tersilo, semua program Kementerian PANRB harus ada shared outcome. Tentu mengapa adanya grand design reformasi birokrasi untuk memastikan nanti Kementerian PANRB punya arah yang jelas dalam jangka panjang,” ungkap Menteri PANRB Rini Widyantini saat memberikan pengantar dalam Focus Group Discussion Penyelarasan Grand Design di Lingkungan Kementerian PANRB 2025-2045 di Kantor Kementerian PANRB, Selasa (22/7/2025).
Lima Kedeputian di lingkungan Kementerian PANRB telah menyusun masing-masing grand design, yaitu Reformasi Birokrasi, akuntabilitas aparatur dan Pengawasan; Sumber Daya Manusia Aparatur; Kelembagaan dan Tata Laksana; Pelayanan Publik; serta Transformasi Digital Pemerintah.
Dokumen yang tengah disusun kini tengah dipadukan agar memiliki satu kerangka narasi besar yang selaras, baik secara substansi maupun arah transformasi. “Kita akan terus perbaiki grand design agar lebih sinkron dengan memperhatikan manajemen risiko yang harus kita hadapi,” imbuh Rini.
Open Government Partnership Global Envoy Yanuar Nugroho turut memberikan rekomendasi dalam penyusunan grand design di Lingkungan Kementerian PANRB 2025-2045. Ia dalam kesempatan tersebut memaparkan pendekatan foresight yang berfokus pada visi besar.
“Kita perlu menelaah duplikasi atau tumpang tindih peran hingga analisis risiko masa depan,”. Risiko yang dimaksud mencakup perubahan politik, ketimpangan fiskal, dan distrupsi teknologi yang diproyeksikan memberikan dampak besar terhadap birokrasi dalam jangka panjang.
Lebih lanjut, grand design tidak hanya dilakukan sebatas perencanaan, melainkan juga dapat dinilai efektivitasnya melalui analisis situasional untuk menghubungkan kebijakan dengan situasi nyata. “Kemudian menguji (grand design) melalui use case. Misalnya digitalisasi layanan publik di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) atau mobilisasi ASN digital,” jelas mantan Deputi II Staf Kepresidenan RI (2015-2019) tersebut.
Rekomendasi berikutnya adalah meningkatkan transparansi penyusunan grand design yang dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, Menyusun digital repository agar setiap dokumen yang relevan dapat diakses oleh siapa saja. Kedua, melibatkan akademisi, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, serta pihak eksternal lainnya yang relevan untuk membuat grand design lebih responsif dengan kebutuhan masyarakat.