Di Hari Raya Idul Fitri, Minggu (24/5/2020), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), TNI AU, dan mitra kerja, tetap melakukan rekayasa hujan melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di wilayah Provinsi Riau.
“Tim tetap bekerja di hari raya dengan melakukan satu sorti penerbangan. Adapun target penyemaian di Kabupaten Bengkalis, Siak dan Kepulauan Meranti, menghabiskan 800 kg garam NaCl,” ungkap Direktur pengendalian Karhutla KLHK, Basar Manullang, dalam keterangan tertulisnya pada media, Senin (25/5/2020).
Basar mengatakan rekayasa hujan tetap dilakukan karena dari rekomendasi BMKG dan BPPT, masih terdapat potensi awan hujan di atas wilayah langit Riau. Jika pelaksanaan rekayasa hujan ditunda, maka jadwal pelaksanaan yang hanya 15 hari kerja, bisa bergeser lebih lama. Sementara untuk wilayah kerja lainnya sudah menunggu, yakni di Sumatera Selatan.
“Tim tetap bekerja demi Merah Putih. Sebagaimana arahan Ibu Menteri pada kami, rekayasa hujan ini sangat penting artinya guna membasahi gambut, mengisi kanal dan embung, karena sebentar lagi kita akan memasuki musim kering. Mudah-mudahan dengan upaya ini kita bisa mencegah kebakaran hutan dan lahan berskala besar” kata Basar.
Sejak dimulainya operasi TMC pada 13 Mei lalu, hingga tanggal 24 Mei, telah dilakukan 10 sorti penerbangan dengan total bahan semai NaCl 8 ton di wilayah Provinsi Riau.
TMC berhasil menghasilkan hujan di wilayah Kota Pekanbaru, Siak, Kuala Kampar, Sei Pakning, Kandis dan Sedinginan.
“Sejak dimulainya operasi rekayasa hujan melalui TMC tanggal 14 Mei, hingga tanggal 24 Mei tercatat total volume air hujan secara kumulatif diperkirakan mencapai 33,1 juta m3,” ungkap Basar.
Berdasarkan prediksi BMKG, musim panas diprediksi mencapai puncaknya pada periode Juni hingga Agustus. Rekayasa hujan melalui TMC dilakukan KLHK karena melihat mayoritas Titik Pemantauan Tinggi Muka Air Tanah (TP-TMAT) lahan gambut di Provinsi Riau, telah menunjukkan pada level waspada.
“Kita syukuri rekayasa hujan yang dilakukan beberapa hari ini telah menambah tinggi muka air tanah gambut di Riau untuk mencegah terjadinya karhutla. Kalaupun masih terjadi, mudah-mudahan pasokan air ini cukup untuk mengisi embung dan kanal guna membantu tim darat melakukan pemadaman. Kita sangat berharap jangan sampai ada karhutla di situasi masyarakat sedang mengalami bencana pandemi corona,” kata Basar.
KLHK memprioritaskan rekayasa hujan pada berbagai lokasi di Provinsi-provinsi yang sangat rawan karhutla seperti Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan untuk wilayah Sumatera.
Rekayasa hujan dilakukan dengan pesawat Casa A-2107 milik TNI AU yang membawa garam dan menyemainya di sekitar awan hujan dengan ketinggian sekitar 10.000-12.000 feet.
Sementara itu Menteri LHK Siti Nurbaya menyampaikan ucapan terimakasih pada seluruh tim lapangan yang masih tetap bekerja di Hari Raya Idul Fitri. Ia tak lupa mendoakan semoga ikhtiar pencegahan ini mendapat hasil terbaik, mengingat puncak musim kering diprediksi BMKG akan terjadi mulai Juni hingga Agustus mendatang.
“Saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih pada dedikasi tim yang luar biasa. Tetap jaga keselamatan. Saya terus mengikuti laporan setiap hari dari lapangan, mendoakan semoga kerja terbaik bagi Bangsa ini membawa manfaat bagi masyarakat, terutama di daerah rawan karhutla,” kata Menteri Siti.
Ia menambahkan bahwa dalam waktu dekat, pihaknya akan meminta kalangan dunia usaha melakukan transfer teknologi pemantauan Tinggi Muka Air Tanah (TMAT) gambut pada kelompok masyarakat.
Banyak lahan HTI, HGU, bahkan lahan masyarakat berada Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) yang harus dijaga. Pasca kejadian tahun 2015, setiap konsesi yang berada di KHG, diwajibkan memiliki Titik Pemantauan Tinggi Muka Air Tanah (TP-TMAT).
Salah satunya berfungsi memastikan kebasahan gambut berada pada batas aman. Ada lebih dari 10.690 TP-TMAT di 280 perusahaan yang memiliki tanggungjawab menjaga dan memulihkan ekosistem gambut. Laporannya selalu disampaikan ke KLHK. Pada kejadian tahun 2019, kawasan yang diwajibkan memiliki titik pemantauan TMAT, bisa diintervensi dengan melakukan pembasahan dan tidak terjadi kebakaran.
“Saya sudah minta segera ada transfer teknologi dari dunia usaha ke masyarakat, agar gambut masyarakat juga bisa terpantau dan dilakukan upaya pembasahan dini. Transfer teknologi ini sangat penting artinya untuk upaya mencegah karhutla sejak dini dengan membasahi gambut, karena gambut yang kering rentan terbakar, dan bila sudah terbakar sangat sulit dipadamkan,” kata Menteri Siti.
Upaya rekayasa hujan yang dilakukan KLHK ini juga dibarengi dengan upaya tim satgas karhutla di darat, yang terus melakukan berbagai upaya pencegahan dengan melakukan monitoring hotspot dan ground chek setiap ada indikasi titik api.
Berdasarkan data satelit, jumlah hotspot di Provinsi Riau tanggal 1 Januari-20 Mei 2020, tercatat 271 titik dengan confident 80-100 %. Jumlah ini menurun bila dibandingkan pada periode sama tahun lalu yang mencapai 503 titik. Dalam dua pekan terakhir tidak terpantau ada hotspot di wilayah Riau.(*)