DAELPOS.com – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengikuti penyampaian laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat (LHP LKPP) 2019 di Istana Negara, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/7/2020).
Didampingi Wakil Menteri Budi Arie Setiadi, Sekjen Anwar Sanusi dan Inspektur Jenderal Ansar Husen, Gus Menteri menyaksikan secara virtual dari Ruang Kendali Kantor Kalibata.
Gus Menteri yang mengenakan kemeja putih itu terlihat serius mendengarkan pemaparan Ketua BPK dam arahan yang disampaikan Presiden Joko Widodo.
Presiden Joko Widodo dalam arahannya menegaskan setiap rupiah uang rakyat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus bisa dipertanggungjawabkan pengelolaannya.
“Komitmen kita, anggota BPK, dan pemerintah adalah sama. Setiap uang rakyat dalam APBN harus digunakan secara bertanggung jawab,” kata Joko Widodo.
Joko Widodo menegaskan kas keuangan negara harus digunakan secara bertanggung jawab dan dikelola secara transparan.
“Tata kelolanya harus baik, manajemennya harus baik, sasarannya harus tepat dan dijalankan dengan prosedur yang sederhana dan ringkas, melalui proses yang cepat dengan manfaat yang maksimal untuk rakyat,” katanya.
BPK memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LKPP Tahun 2019. Kendati demikian, BPK tetap menemukan adanya permasalahan terkait kelemahan sistem pengendalian internal dan kepatuhan.
LKPP audited tahun 2019 yang mengonsolidasikan 87 laporan keuangan kementerian/lembaga (LKKL), dan 1 laporan keuangan bendahara umum negara (LKBUN). Atas ke-88 laporan keuangan tersebut, BPK memberikan opini WTP terhadap 84 LKKL dan 1 LKBUN atau 96,5%; Wajar dengan pengecualian terhadap 2 LKKL atau 2,3%’ dan tidak menyatakan pendapat pada 1 LKKL atau 1,2%.
Dalam laporan tersebut, BPK memaparkan realisasi asumsi makro APBN 2019, yakni inflasi 2,72% yang lebih rendah dari asumsi APBN 3,5%. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp 14.146 dari asumsi APBN sebesar Rp15.000.
Kendati demikian, beberapa indikator ekonomi makro capaiannya di bawah asumsi penyusunan APBN 2019, yaitu pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% dari asumsi APBN sebesar 5,30%, tingkat bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan sebesar 5,62% dari asumsi APBN sebesar 5,30%, lifting minyak hanya mencapai 746 ribu barel per hari dari asumsi APBN sebanyak 775 ribu barel per hari, dan lifting gas hanya mencapai 1.057 ribu barel per hari dari asumsi APBN sebesar 1.250 ribu barel per hari.
Realisasi rasio defisit anggaran terhadap PDB pada Tahun 2019 adalah 2,20% atau lebih tinggi dibandingkan dengan target awal yang telah ditetapkan dalam UU APBN Tahun 2019 sebesar 1,84%. Selain itu, posisi rasio utang pemerintah terhadap PDB pada Tahun 2019 mencapai 30,23% atau meningkat jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2018 sebesar 29,81%.
Adapun nilai pokok atas utang pemerintah pada tahun 2019 mencapai sebesar Rp 4.786 triliun, 58% adalah utang luar negeri Rp 2.783 triliun dan 42% adalah utang dalam negeri senilai Rp 2.002 triliun.
Pemerintah telah menyediakan anggaran bidang pendidikan dan kesehatan dalam APBN Tahun 2019 yang merupakan belanja atau pengeluaran negara yang bersifat mandatory spending.
Total anggaran bidang pendidikan dalam APBN 2019 adalah Rp 492,45 triliun, atau mencapai 20,01% dari anggaran belanja negara sehingga telah memenuhi ketentuan ayat (4) Pasal 31 UUD 1945.
Realisasi anggaran bidang pendidikan Tahun 2019 mencapai Rp 460,34 triliun atau 93,48% dari yang dianggarkan di APBN. Selain itu, total anggaran bidang kesehatan dalam APBN 2019 adalah Rp 123,11 triliun atau mencapai 5% dari anggaran belanja negara, sehingga telah memenuhi ketentuan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan realisasi sebesar Rp102,28 triliun atau 83,08% dari yang dianggarkan di APBN.
Namun demikian, Pandemi Covid-19 tidak berdampak pada LKPP Tahun 2019.
Dampak pandemi COVID-19 akan disajikan pada LKPP Tahun 2020, antara lain berupa realokasi dan refocussing anggaran untuk mendukung penanganan pandemi COVID19, serta potensi penurunan PNBP, penurunan kualitas piutang dan penundaan kegiatan/konstruksi dalam pengerjaan.