oleh @mardanialisera
DAELPOS.com – menjelang akhir tahun 2020, sudah se yogyanya pemerintah berkaca melihat kondisi penanganan HAM dan demokrasi saat ini. Sejak Januari 2020, ruang publik kita diwarnai tindakan represif aparat dan penegakan HAM yg buruk. Tidak terlihat komitmen kuat dari Pak Jokowi untuk HAM.
Tahun ini kita mengenal bentuk represi yang mengerikan; represi digital. Kian banyak aktivis yang disadap dan diretas, tujuannya untuk membungkam suara kritis. Belum lagi penggunaan UU ITE untuk menekan lawan politik. Banyak dari mereka yang berujung jeruji.
Kita perlu mengevaluasi UU ITE karena telah melahirkan unintended consequences, yang awalnya hanya diperuntukan menjadi payung hukum atas transaksi bisnis di dunia maya, namun diperuntukan untuk menerkam lawan politik.
Lalu fenomena lainnya seperti penangkapan aktivis saat unjuk rasa, kekerasan masyarakat sipil di Papua, ditambah penyelesaian kasus Semanggi I dan II yang berujung pada pernyataan “bukan pelanggaran HAM berat” oleh Jaksa Agung hingga kasus penembakan 6 anggota FPI baru2 ini. Blm ada komitmen, itu lah gambaran penanganan HAM kita saat ini.
Hal ini jika terus dipendami dan tidak segera dituntaskan, maka akan menjadi bom waktu yang justru membahayakan keutuhan negara kita ke depan. Masyarakat pun semakin takut menyuarakan pendapat di ruang publik. Seperti yang tertera dalam rilis survei Indikator Politik Indonesia Oktober lalu
Dari hasil survei tsb, 47,7% responden yang setuju dan 21,9% responden yang sangat setuju makin takut menyuarakan pendapat di ruang publik. Sehingga ada 79,6% mayoritas publik yang merasakannya.
Terakhir, memasuki tahun 2021, semoga pemerintah memikirkan cara2 persuasif dlm memperlakukan lawan politik dan menuntaskan kasus HAM. Semoga komitmen dalam penanganan HAM dan demokrasi terlihat di tahun 2021. Mengingat komitmen pak @jokowi terkait HAM adalah janji yg tertunda, ada dalam Nawacita dan nyaris belum dilakukan.