DAELPOS.com – Wakil ketua DPRD DKI Jakarta, Zita Anjani meminta Pemprov DKI disiplin dalam menjalankan pengawasan penerapan aturan kerja dari rumah atau Work From Home (WFH) sebesar 75 persen atau bekerja di kantor (work from office) 25 persen di tengah lonjalakan kasus COVID-19.
“Jangan hanya membuat kebijakan, tanpa adanya pengawasan dari tim di lapangan. Hal ini harus sejalan agar regulasi itu berjalan dengan baik dan dapat menurunkan kasus COVID-19. Masih banyak perkantoran di DKI Jakarta yang mengharuskan karyawannya WFO,” kata Zita dalam keterangannya kepada awak media, Senin (21/2).
Dalam hal ini Zita Mendorong pengetatan dan pembatasan area-area publik yang dapat menimbulkan keramaian, seperti mal, kafe, restoran dan tempat wisata khususnya saat libur akhir pekan dan libur nasional.
Tak hanya itu, Zita juga mendesak Pemerintah DKI dalam upaya percepatan vaksinasi sebagai rangka percapaian herd immunity.
Kemudian, Zita meminta kepada Gubernur Anies Baswedan untuk mempertimbangkan kebijakan tarik rem darurat atau kembali memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat.
Karena, Menurutnya, jika DKI rem darurat banyak yang dikorbankan terutama di bidang UMKM yang kembali merugi. Bahkan banyak dari mereka di saat wabah COVID-19 menyerang ditutup.
“Jika kasus harian tidak mengalami penurunan, langkah PSBB bisa diambil dengan mempertimbangkan keselamatan masyarakat DKI Jakarta dan aspek ekonomi,” pungkasnya Putri Zulkifli Hasan Ini.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mberlakukan kebijakan kerja dari rumah atau WFH sebesar 75 persen bagi pegawai perkantoran swasta dan pemerintah yang berada di zona merah. Hal itu tertuang dalam keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 759 Tahun 2021.
“Zona Merah WFH sebesar 75 persen dan WFO sebesar 25 persen dengan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat,” tulis Kepgub tersebut.
Sedangkan perusahaan yang berada di zona kuning dan zona oranye wajib memberlakukan WHF 50 persen bagi karyawannya. Penegakan protokol kesehatan (prokes) untuk perkantoran swasta, BUMN, dan BUMD merujuk pasal 11 dan pasal 12 Pergub Nomor 3 Tahun 2021.
Lalu, Sanksi bagi kantor swasta, BUMN, dan BUMD yang melanggar prokes adalah teguran tertulis, penghentian sementara kegiatan, denda administratif, pembekuan sementara izin, dan/atau pencabutan izin.
Sementara itu, protokol kesehatan bagi perkantoran pemerintah diatur pasal 13 dan pasal 14 Pergub Nomor 3 Tahun 2021. Pergub itu berbunyi “bagi kantor pemerintah yang melanggar protokol kesehatan akan disanksi oleh Satgas COVID-19”