DAELPOS.com – Sebagian masyarakat petani kelapa sawit di Riau mengkhawatirkan permohonan Identifikasi dan Verifikasi yang diajukan ke Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) belum sampai. Alasannya, permohonan dimaksud ada yang sudah diserahkan sejak akhir tahun 2021 sampai hari ini belum tahu khabar beritanya.
Salah satu hasil investigasi yang dilakukan media ini di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau , diketahui bahwa permohonan yang dilakukan masyarakat daerah itu melalui Pelaksana Tugas (Plt) Bupati, Suhardiman Amby, kelanjutannya belum mendapatkan titik terang.
Daelpos.Com yang mencoba menghubungi Plt. Bupati di kantornya, sedang tidak berada di tempat. Hal ini diperkuat oleh salah seorang stafnya dibagian perizinan bahwa Plt Bupati lagi tugas ke Pekan Baru.
Baru beberapa hari kemudian Plt Bupati, Suhardiman Amby bisa dihubungi melalui telepon seluler. ” Sudah tidak lama lagi, ada tim dari Kementerian LHK datang ke Riau untuk melakukan identifikasi lahan yang digarap masyarakat di dalam kawasan hutan,” katanya singkat.
Memang, tiga hari kemudian ada salah satu tim dari pusat mengendarai mobil Kementerian LHK Cq Ditjen Hukum, masuk ke salah satu desa di Kecamatan Pucuk Rantau. Mereka datang untuk melakukan identifikasi berdasarkan data yang mereka peroleh dari Satelit Citra yang merekam adanya pembukaan lahan oleh masyarakat di daerah ini.
Ketika ditanya apakah ada hubungan identifikasi itu dengan surat permohonan yang dilakukan masyarakat petani kelapa sawit di daerah tersebut, petugas dari Kementerian LHK yang tidak mau menyebutkan jatidirinya itu mengatakan tidak tahu. Sebaliknya dia menyarankan agar coba ditanyakan ke pejabat KPH setempat.
Saran ke KPH Kuansing ini juga sempat menimbulkan tanda tanya. Karena sebagian masyarakat petani kelapa sawit menyerahkan surat permohonan identifikasi dan verifikasi mereka melalui Plt Bupati Kuansing.
Kenapa mereka ajukan melalui bupati, karena Undang CK Nomor 11 tahun 2020 pasal 110 A dan 110 B secara resmi sosialisasinya dilakukan oleh Bupati ke masyarakat, khusus untuk Kecamatan Pucuk Rantau di Pusatkan di Desa Sungai Besar, tepatnya di Dusun IV Tikam Gajah.
Sosialisasi bupati itu dimaksud menindaklanjuti surat edaran Gubernur Riau, Syamsuar kepada Bupati/Walikota se Propinsi Riau Nomor: 525/DLHK/2697 dengan Perihal ; Pendataan Kebun Kelapa Sawit di Dalam Kawasan Hutan.
Surat edaran Gubernur Riau dimaksud menindaklanjuti surat edaran yang dikirim Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan Kementerian LHK Nomor: S.278/KUH/PPF KH/PLA 2/9/2021 tanggal 15 September 2021.
“Kami sudah menyerahkan surat permohonan identifikasi dan verifikasi ke Kementerian LHK sesuai dengan Undang Undang Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020 pasal 110 B, maupun melalui peraturan turunannya PP 23/2021 dan PP 24/2021 pada akhir Desember 2021, karena kami selaku masyarakat petani perorangan,” kata Syahputra, salah seorang petani kelapa sawit di Kecamatan Pucuk Rantau, Kabupaten Kuansing, Provinsi Riau.
Menurut Syahputra, kalau memang surat permohonan mereka sudah sampai di Kementerian LHK, tentu ada informasi yang bisa mereka terima. Apakah surat permohonan itu sudah lengkap atau belum.
Ditambahkannya, jika permohonan sudah lengkap, tentu lokasi daerah kami akan dimasukkan ke dalam peta indikatif nasional sebagai salah satu wilayah yang akan diverifikasi oleh pihak Kementerian LHK. Kalau belum, tentu pihaknya akan diberitahu kekurangan yang harus dilengkapi.
Simpang siur informasi inilah yang membuat sebagian masyarakat di Riau, khususnya Kabupaten Kuansing khawatir. “Jangan jangan surat permohonan identifikasi dan verifikasi yang kami kirim dan serahkan melalui Bupati Kuansing belum sampai ke Kementerian LHK,” keluh Syahputra dengan nada penuh khawatir.
Sebelumnya pemerintah di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo sudah menerbitkan Undang Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. Khusus untuk masyarakat petani kelapa sawit yang terlanjur menggarap ataupun menanam kelapa sawit di kawasan hutan, pemerintah mendorong agar masyarakat dimaksud mengajukan surat permohonan Identifikasi dan Verifikasi ke pemerintah pusat melalui Kementerian LHK.
Bisa jadi karena merupakan salah satu program jangka pendek pemerintahan Presiden Joko Widodo, masa berlaku UUCK Nomor 11 tahun 2020 pasal 110 A dan 110 B hanya tiga tahun saja sejak resmi diterbitkan dan akan berakhir pada Februari 2023 mendatang. Itu artinya, masyarakat yang mengajukan hanya tinggal sisa waktu permohonan sekitar delapan bulan saja dari sekarang.
Terlepas dari persoalan ataupun kendala birokrasi di tingkat peyelenggara regulasi teknis maupun kebijakan di tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten, Kota sampai provinsi dan wakil rakyat di DPR, apapun kebijakan pemerintah pusat untuk membantu masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan mereka melalui berbagai program, haruslah didukung penuh.
Alangkah ruginya masyarakat yang tidak mendapatkan haknya, akibat persoalan persoalan ‘klasik’ di daerah. Sehingga program pemerintah pusat yang harusnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas serta keuntungan lain yang bakal diperoleh daerah tidak bisa berjalan dengan baik.
(EmS).