DAELPOS.com – Investasi berkelanjutan diperlukan dalam rangka mendorong pembangunan yang lebih inklusif, adil, dan merata. Hal tersebut tegas disampaikan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam pembukaan Trade, Investment, and Industry Ministerial Meeting (TIIMM) G20 di Nusa Dua, Bali pagi ini (22/9).
Bahlil selaku co-chairman dari TIIMM G20 ini mengungkapkan adanya berbagai tantangan dalam mewujudkan investasi yang berkelanjutan. Salah satunya yaitu harus adanya kontribusi investasi terhadap hilirisasi. Melalui hilirisasi, maka negara-negara berkembang dapat memajukan industrinya melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam, sama halnya dengan yang dilakukan oleh negara maju.
“Penting saya tegaskan bahwa negara berkembang wajib diberikan kesempatan menaiki tangga yang sama untuk mencapai puncak seperti yang telah dilakukan dahulu oleh negara-negara maju,” ujar Bahlil.
Bahlil menambahkan, investasi yang berkelanjutan juga perlu ramah terhadap kepentingan masyarakat setempat. Kolaborasi antara investor besar dengan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal perlu didorong untuk memastikan investasi berkelanjutan menjadi investasi yang inklusif.
Bahlil menegaskan bahwa investasi membutuhkan keadilan. Menurut Bahlil, saat ini masih terjadi ketidakadilan arus investasi antara negara berkembang dengan negara maju di bidang energi hijau, termasuk di dalamnya harga kredit karbon.
“Saat ini masih terjadi ketimpangan. Hanya 1/5 saja dari investasi energi hijau yang mengalir ke negara berkembang. Selain itu, ke depan perlu adanya kesepakatan aturan pasar karbon yang lebih adil dan berimbang antara negara maju dan berkembang,” ucap Bahlil.
Selanjutnya, Bahlil menerangkan pentingnya dukungan negara G20 untuk mengadopsi kompendium sebagai referensi kebijakan bagi penyusunan dan impelementasi strategi dalam menarik investasi yang berkelanjutan.
Memanfaatkan momentum Presidensi G20, Bahlil juga mengajak negara-negara G20 untuk bergandengan tangan menyelesaikan permasalahan rantai pasok dunia demi mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs, terutama mengurangi kemiskinan dan memerangi kelaparan.
“Singkatnya, G20 harus menjadi payung bersama penyusunan desain pembangunan global yang adil, sejahtera, inklusif, dan lestari; khususnya menyuarakan kepentingan negara berkembang dan kelompok-kelompok miskin dan rentan,” ujar Bahlil.
Sebelumnya, pertemuan pertama dan kedua TIIWG telah dilaksanakan pada bulan Maret 2022 dan Juli 2022 di Solo, Jawa Tengah. Sedangkan rangkaian kegiatan Pertemuan Ketiga TIIWG dan TIIMM G20 yang dilaksanakan di Nusa Dua, Bali ini telah dimulai sejak 19 September 2022 lalu dan menghasilkan sebuah konsensus antara negara-negara anggota TIIWG G20 yang dituangkan dalam bentuk Pernyataan Menteri/Ministerial Statement dan memuat komitmen negara anggota G20 terkait 6 isu prioritas di bidang perdagangan, investasi, dan perindustrian.
Adapun 6 (enam) isu prioritas TIIWG tersebut yaitu Peran Sistem Perdagangan Multilateral untuk Akselerasi Pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs); Perdagangan Digital dan Rantai Nilai Global yang Berkelanjutan (Sustainable Global Value Chains/GVCs); Industrialisasi Inklusif yang Berkelanjutan melalui Industri 4.0, Reformasi WTO (World Trade Organization); Respon Perdagangan, Investasi, dan Industri terhadap Pandemi dan Arsitektur Kesehatan Global; serta Mendorong Investasi Berkelanjutan dalam rangka Pemulihan Ekonomi Global.
Dalam pertemuan TIIMM G20 ini, dihadiri langsung oleh 8 Menteri dari negara anggota G20 yaitu Kanada, Perancis, India, Jepang, Korea Selatan, Arab Saudi, Afrika Selatan, dan Inggris, serta 12 pejabat setingkat Menteri dari negara anggota G20 lainnya termasuk Rusia dan Amerika Serikat. Selain itu, hadir pula 7 Menteri dari negara undangan, yaitu Kamboja, Spanyol, Fiji, Selandia Baru, Rwanda, Singapura, dan Persatuan Emirat Arab (PEA). Adapun total delegasi yang hadir dalam rangkaian kegiatan Pertemuan Ketiga TIIWG dan TIIMM G20 ini yaitu 268 delegasi yang hadir secara fisik dan secara virtual yang merupakan perwakilan negara anggota G20, negara undangan, dan organisasi internasional. (*)