DAELPOS.com – Kepala Pusat Penerangan yang juga Plt. Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar menjelaskan, dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah adalah bagian dari penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di Pemerintah Daerah.
“Dikeluarkannya PP Nomor 72 Tahun 2019 ini adalah bagian dari penguatan APIP di daerah. Ini semua semangatnya adalah menguatkan APIP Daerah agar lebih independen,” kata Bahtiar di Jakarta, Minggu (03/11/2019).
Tak hanya itu, keluarnya PP Nomor 72 Tahun 2019 juga sebagai penguatan kelembagaan Rumah Sakit Daerah untuk menjalankan urusan wajib pelayanan dasar. Pasalnya, PP ini juga mengatur Rumah Sakit Daerah sebagai unit organisasi bersifat khusus yang memberikan layanan profesional melalui pemberian otonomi dalam pengelolaan keuangan dan barang milik daerah, serta bidang kepegawaian. Namun, sesuai dengan ketentuan mengenai pengelolaan dan tata kerja perangkat daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dalam melaksanakan otonomi tersebut Direktur Rumah Sakit Daerah tetap bertanggung jawab kepada dinas yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di Bidang Kesehatan melalui penyampaian laporan pelaksanaan pengelolaan keuangan dan barang milik Daerah serta bidang kepegawaian rumah sakit daerah.
“Pada PP Nomor 72 Tahun 2019 ini sebetulnya ada dua prinsip pokok, selain penguatan independensi APIP tadi, juga sebagai penguataan kelembagaan Rumah Sakit Daerah untuk menjalankan fungsi urusan wajib pelayanan dasar kesehatan,” terangnya.
Khusus untuk penguatan APIP, sesuai rekomendasi KPK kepada Presiden agar APIP dapat lebih independen, efektif dan optimal dalam mengawasi perangkat daerah, terdapat enam substansi perubahan untuk APIP Daerah, yaitu:
Pertama, penambahan fungsi Inspektorat Daerah untuk mencegah korupsi dan pengawasan Reformasi Birokrasi.
“Harapannya APIP dapat membangun FCP atau Fraud Control Plan guna meminimalisir korupsi khususnya Operasi Tangkap Tangan (OTT),” kata Bahtiar.
Kedua, penambahan kewenangan bagi APIP dapat melakukan pengawasan berindikasi kerugian daerah tanpa harus menunggu persetujuan Kepala Daerah.
“Ini sesuai prinsip internasional APIP, yakni tidak boleh dibatasi atau bebas menentukan ruang lingkup pengawasannya sendiri,” imbuhnya.
Ketiga, pola pelaporan disampaikan berjenjang.
“Harapannya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) APIP Daerah tidak berhenti di LHP, tapi ada supervisi dari Menteri Dalam Negeri untuk Provinsi dan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah untuk Kabupaten/Kota,” terangnya.
Keempat, penambahan satu Esselon III untuk Investigatif.
Kelima, pelaksanaan supervisi hasil pengawasan Inspektorat Daerah oleh Mendagri bekerjasama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Keenam, pengangkatan dan mutasi Inspektur Daerah termasuk pembentukan Pansel dilakukan setelah konsultasi kepada Mendagri.
“Tujuannya agar Inspektorat Daerah dapat objektif tanpa harus khawatir atau gamang, takut dipindah dan agar ada jaminan karir bagi seorang Inspektur dalam menjalankan tugasnya,” pungkasnya. (DAE)