DAELPOS.com – Kepala Pusat Perancang Undang-Undang (PUU) Badan Keahlian (BK) DPR RI Inosentius Syamsul menyatakan, sebagai penyusun naskah akademik dan Rancangan Undang-Undang di DPR RI, setiap perancang BK DPR RI wajib memiliki komitmen dan parameter. Komitmen dan parameter yang dimaksud diantaranya adalah muatan implementasi nilai-nilai Pancasila. Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi bagian dari implementasi nilai-nilai Pancasila yang tersirat di setiap dokumen Undang-Undang.
Hal itu ia ungkapkan saat menghadiri Seminar Nasional bertema “20 Tahun Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia: Refleksi dan Proyeksi” yang diselenggarakan Pusat PUU BK DPR RI, di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Selasa (10/12/2019). Seminar yang dibuka Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar itu menghadirkan narasumber Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding; Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik; serta Jaksa Agung tahun 1999-2001 Marzuki Darusman.
“Kami menganggap, bahwa perlindungan terhadap HAM ini adalah bagian dari implementasi nilai-nilai Pancasila dalam setiap dokumen terutama UU. Oleh karena itu di Badan Keahlian kalau ada RUU baru, maka kami memiliki instrumen untuk menguji. Pertama bagaimana Pancasila sebagai sumber dari segala hukum itu bisa termuat atau tercermin dalam setiap pasal-pasal yang ada dalam RUU yang kami siapkan,” katanya.
Menurut Sensi, biasa Inosentius Syamsul disapa, bahwasannya perlindungan HAM sendiri esensinya ada pada sila kedua Pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Dimana dari sila tersebut perlindungan HAM telah dinaungi oleh Pancasila, sehingga adanya diskusi dalam seminar tersebut dirasa sangat memberikan penguatan dan refreshing bagi seorang penyusun naskah akademik dan RUU di DPR RI.
“Bagi kami, seminar ini untuk kembali mengingatkan kita, agar human rights mainstreaming dalam setiap UU harus menjadi komitmen bersama. Jadi kami punya Pokja (Kelompok Kerja) yang berkaitan dengan Pancasila, Pokja yang berkaitan dengan HAM dan Pokja yang berkaitan dengan gender dan disabilitas. Sehingga setiap RUU itu kita review, apakah ini nilai-nilai Pancasila sudah tercermin atau tidak, dan apakah sisi HAM juga sudah terakomodasi atau tidak,” tuturnya.
Sementara terkait Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024, di dalam long list Prolegnas memang ada revisi UU Nomor 39 Tahun 1999 yang akan dibahas. Sensi juga menilai bahwa masih banyak yang harus dibenahi dari Komnas HAM dan Kejaksaan Agung secara kelembagaannya. Utamanya soal sinergi penyelesaian masalah.
Ke depan, Sensi menilai Komnas HAM dan Kejaksaan Agung perlu menjadi satu kesatuan dalam menindaklanjuti setiap laporan tentang adanya pelanggaran HAM. Mengingat yang ada saat ini Komnas HAM hanya diberi kewenangan hanya sampai tahap penyelidikan, ke depan dirinya berharap agar Komnas HAM juga memiliki kewenangan untuk penyidikan.
“Sehingga nanti tidak terputus. Sekarang kan antara Kejaksaan dan Komnas HAM kan sering dari komnas HAM sudah menyampaikan kepada Kejaksaan Agung bahwa ini bukti sudah cukup, tapi menurut Kejaksaan Agung itu belum. Ya itulah persoalan selama ini. Sehingga kalau umpamanya ke depan itu Komnas HAM diberi kewenangan untuk penyidikan saya kira ada persoalan penyelesaian pengadilan HAM ini bisa diatasi beberapa kendala antara institusi,” tuturnya.