DAELPOS.com – Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menegaskan bahwa pihaknya akan terus mendorong ekonomi kerakyatan terutama di sektor kelautan dan perikanan, dan juga ketahanan pangan di Provinsi Papua Barat dan Papua. “Selain pengembangan sagu sebagai komoditas utama dalam ketahanan pangan di Papua, saya berharap sagu yang merupakan aqua culture itu menarik untuk tetap terjaga”, kata Menkop dan UKM saat berdikusi bersama pengurus Koperasi Serba Usaha (KSU) Tunas Sairei Sorong serta para penggerak koperasi dan UMKM, di Sorong, Papua Barat, beberapa hari lalu.
Memang, pasca acara High Level Meeting on Green Investment untuk Papua dan Papua Barat, Teten menyebutkan, pelaku koperasi dan UKM akan diprioritaskan untuk mengelola beberapa komoditi seperti kopi, kakao, rumput laut, pala, dan sagu.
“Kita mengajukan proposal di dalam Focus Group Disscussion (FGD) antar Kementerian dan Investor dari luar itu justru adalah model bisnis yang melibatkan pelaku UKM yang sekarang sudah existing”, jelas Teten.
Kemudian, lanjut Teten, mereka akan dimitrakan dengan investor atau offtaker dari luar. “Dengan begitu, sebenarnya ini lebih tepat untuk menjawab masalah di Papua ini. Karena di papua ini, selain persoalan lingkungan, ada juga persoalan kesenjangan dan juga masalah tanah atau lahan”, tegas Teten.
Hal itu perlu dilakukan untuk mendorong investasi di Papua. Namun, hal itu jangan sampai menyingkirkan para petani dan para pengusaha kecil yang kebanyakan masyarakat lokal. Dan juga, jangan sampai terjadi pelepasan lahan dari masyarakat ke investor.
“Kami sekarang sedang berusaha disini untuk membicarakan bersama-sama antara Kementerian Koperasi dan UKM dengan para pelaku UKM di sektor komoditi tadi, yaitu di sektor agribisnis aqua culture untuk kita bawa di tempat FGD antar Kementerian”, kata Menkop dan UKM.
Di samping itu, jika ingin scalling up atas ekonomi masyarakat Papua, harus dipikirkan juga adalah pengolahan dan pasarnya. “Jangan sampai mereka kemudian terbebani lagi atau perekonomiannya tidak berkembang, karena marketnya tidak kita kembangkan juga”, tandas Teten.
Begitu juga dengan potensi ekonomi dari rumput laut di Raja Ampat. Karena, disana memiliki beberapa kawasan memiliki daerah Karang Cincin yang luas.
Sementara itu, pendiri KSU Tunas Sairei Sorong Charles Tawaru menjelaskan, tingginya kualitas produk Rumput Laut disana karena pasang surut air laut terbilang stabil dan tidak pernah kering. Jadi, kawasan Papua amat cocok untuk menanam rumput laut. “Kita pernah ikut pameran dan menjadi juara, karena rumput lautnya sehat dan memiliki kualitas yang bagus”, kata dia.
Menurut Charles, fokus di beberapa wilayah seperti Raja Ampat dan beberapa kabupaten lainnya adalah mendorong pengembangan koperasi dengan komoditi-komoditi unggulan di wilayahnya masing-masing. Selain sagu, perikanan, dan kelautan, akan dikembangkan juga sektor Ekowisata.
“Kebetulan, di wilayah Teluk Cendrawasih ini ada beragam jenis anggrek, itu tempat dimana ditemukannya anggrek hitam, salah satu yang menjadi endemik Papua sempat ikut juara dan juara juga di tingkat nasional”, papar Charles.
Selain itu, lanjut Charles, Papua juga memiliki potensi ikan segar seperti kerapu, ikan asin, dan sebagainya, yang dipasarkan hingga ke Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. “Bahkan, ada kelompok di pesisir di Raja Ampat ada yang memproduksi cumi kering”, kata Charles.
Meski begitu, di depan Menkop dan UKM Teten, Charles mengakui, pemasaran komoditas kelautan dan perikanan di Papua masih menghadapi kendala. Diantaranya, antar wilayah yang berjauhan dan kendala di sektor transportasi.
Peran KSU
Dalam kesempatan ini, Charles juga menyebutkan, peran Koperasi Serba Usaha (KSU) Tunas Sairei Sorong dalam mensuplai kebutuhan ikan segar hingga ke daerah pedalaman dan juga wilayah Nabire. Dimana ikan di daerah-daerah itu sangat jarang ikannya karena pengaruh cuaca laut dan angin. Dan ketika sampai di kota, harga ikan terbilang mahal.
“Kita juga sedang berpikir, bagaimana selain ikan segar dan ikan asin, kita mau bikin ikan asap seperti tuna atau cakalang. Rencana itu tinggal dibangun wadahny saja”, papar Charles.
Sedangkan untuk pengolahan ikan pindang, KSU Tunas Sairei Sorong sudah memiliki alat produksinya. “Dengan KSU ini kita mau mendorong koperasi-koperasi komoditas di Papua Barat dan Papua agar memiliki produk unggulan di wilayahnya masing-masing. “Kita mau menjadi motor penggerak untuk menghidupkan koperasi di wilayah Papua Barat dan Papua”, ujar Charles.
Di samping itu, KSU Tunas Sairei Sorong juga memiliki unit simpan pinjam untuk permodalan anggota di sektor pertanian dan tanaman anggrek. Sektor usaha sagu di Sorong Selatan juga menjadi sasaran dari KSU Tunas Sairei.
Ada juga komoditi kacang hijau di Kabupaten Biak. “Itu memang sudah tradisi dari dulu. Mereka produksi kacang hijau, tapi hasilnya hanya untuk lokal saja. Padahal, hasil kacang hijaunya sudah bagus”, tandas Charles. Begitu juga dengan potensi kacang tanah di Kabupaten Maybrat dan Donggi sangat bagus karena bijinya besar-besar.
Disebutkan pula potensi komoditi pala yang ada di selatan Fakfak dan Kalimana. “Itu sudah dari dulu, itu mengapa Fakfak dibilang sebagai Kota Pala karena masyarakatnya hidup dari komoditi pala, mulai dari biji kulit sampai bunga”, kata Charles seraya menyebutkan, kendala selama ini di Fakfak, harga pala dimainkan dan ditekan para tengkulak.
Charles menyatakan perlu dikoneksikan antara produk yang dihasilkan dengan pasar. “Kami memerlukan jejaring pemasaran yang lebih kuat untuk pasar nasional dan internasional”, tukas Charles.
Oleh karena itu, Charles berharap kehadiran seluruh stakeholder yang mewakili kabupaten-kabupaten untuk menghadiri Focus Group Discussion (FGD) membahas pengembangan komoditi unggulan di Papua dan Papua Barat. “Dalam pertemuan bulan depan itu, semua bisa hadir membawa koperasi yang sudah dibentuk. Itu harapan kita semua”, kata Charles.
Charles juga berharap dengan pemerintahan lima tahun ini, masyarakat koperasi dan UKM di Papua bisa mendapatkan dasar yang kuat. Sehingga, bila terjadi penggantian pemerintahan tetap bisa berjalan secara kontinu.[]