Bank Pusing

Wednesday, 15 July 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh : Dahlan Iskan
DAELPOS.com – Banyak orang ngiler melihat sukses besar Bank Central Asia (BCA). Tapi orang yang ngiler itu hanya melihat kebesaran BCA saat ini.

Umumnya orang tidak melihat pengorbanan masa-masa awal dari pemiliknya. Terutama dan setidaknya di 12 tahun pertama masa pertumbuhan BCA.

Selama 12 tahun itu –mungkin lebih lama dari itu– pemiliknya tidak pernah menikmati hasil usaha BCA. Begitulah keterangan ”orang dalam” BCA kepada saya. Lebih dari 25 tahun yang lalu. Yang masih saya ingat sampai sekarang. Itulah nasihat beliau kepada saya, kalau ingin punya perusahaan yang kokoh.

Siapa pun sebaiknya juga mengingat prinsip yang dipegang pemilik awal BCA itu. Setiap kali perusahaan laba, selalu saja labanya itu dipakai untuk memperkuat perusahaan. Tidak ada yang dinikmati pemiliknya.

Tidak ayal kalau perusahaan seperti BCA menjadi sangat kokoh. Prinsip seperti itu pula yang kemudian saya pegang. Jangan buru-buru menikmati hasil usaha perusahaan. Teruslah berkorban dan berkorban. Sampai perusahaan sangat kokoh.

Bahwa setelah kokoh saya harus meninggalkannya –karena sakit, karena ke PLN, karena ke BUMN, dan karena yang lain lagi– setidaknya sudah membuat sejarah. Toh pemilik lama BCA –keluarga Liem Sioe Liong– akhirnya juga meninggalkan bank yang dibangun dengan penuh pengorbanan itu.

Banyak yang menilai beruntunglah yang mengambil alih BCA. Grup Djarum Kudus itu.

Langkah mengambil alih BCA itu dinilai langkah yang brillian. Sangat tepat. Sangat menguntungkan. Sangat enak.

Benarkah demikian?

Itu juga hanya penilaian dari luar. Saya juga pernah berbincang dengan ”orang dalam” dari pemilik baru BCA. Ada nada menyalahkan diri sendiri –setelah sekian tahun memilikinya.

Sehebat-hebat langkah membeli BCA ternyata kalah hebat dengan yang membeli Astra International.

See also  Jokowi: Pemerintah Kerja Keras Tingkatkan Kesembuhan Covid, Turunkan Angka Kematian

BCA dan Astra sama-sama harus dilepas oleh pemiliknya. Di waktu yang hampir bersamaan.

Liem Sieo Liong, konglomerat No. 1 Indonesia saat itu, harus melepas BCA. William Soerjadjaya, konglomerat terbesar No. 2 Indonesia saat itu, harus melepas Astra.

Dua-duanya terkait dengan krisis moneter 1998. Harga jual BCA dan Astra ketika itu kurang lebih sama.

Sekarang ini, keduanya masih sama-sama hebat. “Tapi dengan uang yang sama, hasilnya ternyata lebih baik kalau membeli Astra,” ujar orang dalam itu. “Lihat sendiri perbedaan hasilnya sekarang. Lihat market capitalization-nya. Begitu jauh,” katanya 8 tahun lalu.

Itu menandakan bahwa masih ada bisnis yang lebih hebat dari bank. Belum lagi soal aturan. Yang di perbankan jauh lebih rumit daripada di perusahaan umum seperti Astra. “Punya bank itu pusing. Pusingnya abadi,” ujar seorang teman yang memiliki bank.

Tidak ada peraturan yang lebih rumit daripada peraturan untuk menjadi pemilik bank.

Pusing itu pula yang kini dirasakan oleh 7 pemilik bank bermasalah. Yang kini lagi diawasi ketat oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan).

Ups… Bukan tujuh pemilik. Tapi tiga pemilik: Bank Mayapada, Bank Bukopin, dan Bank Yudha Bhakti. Yang empat pemilik bank lainnya mungkin tidak pusing: Bank BTN, Bank Banten, Bank Papua, dan Bank Muamalat.

Bank BTN milik negara. Bank Banten dan Bank Papua milik provinsi Banten dan provinsi Papua. Sedang Bank Muamalat terlalu banyak pemiliknya, yang umumnya tidak tinggal di Indonesia.

Tapi orang seperti Datok Tahir (pemilik Bank Mayapada) dan Aksa Mahmud (pemilik Bank Bukopin) pusingnya pasti bukan main. Keduanya pasti mati-matian berupaya mempertahankan kepemilikan mereka. Tapi akhirnya toh harus lepas juga.

Bukopin hampir pasti jatuh ke tangan Korea Selatan. Itu sekaligus mencerminkan berakhirnya perjuangan gerakan koperasi di Indonesia ke tangan kapitalis.

See also  Presiden Jokowi Pastikan Kementerian PUPR Siap Bangun Rumah Relokasi Bencana Longsor NTT

Koperasi akhirnya toh harus kalah melawan bisnis yang diatur secara kapitalis. Adakah pejuang koperasi yang masih pusing?

Itu juga mirip dengan perjuangan umat Islam di bank syariah. Yang disimbolkan dengan kalahnya bank syariah yang bernama Bank Muamalat. Ada yang masih pusing?

Bank Mayapada hampir pasti jatuh ke Cathay Financial, Taiwan. Ini juga melambangkan kapitalis besar akhirnya juga kalah dengan kapitalis yang lebih besar.

Praktis kini tinggal dua bank nasional kelas menengah yang masih bisa bertahan dari asing: Bank Mega dan Bank Artha Graha.

Saya sering berbincang dengan Chairul Tanjung, pemilik Bank Mega. Saya juga sering berbincang dengan Tomy Winata, pemilik Bank Artha Graha.

Chairul dan Tomy adalah benteng terakhir nasionalisme kita di dunia perbankan. Saya tahu jiwa nasionalistis dua orang itu.

Saya bangga dengan keduanya. Di bidang ini. 

Berita Terkait

Peringati HUT KE-15, HK Realtindo Fokuskan Aksi Peduli pada Tiga Pilar: Kesehatan, Lingkungan, dan Pendidikan
Listrik SuperSUN Hadir di Pulau Satangnga, Hidupkan Denyut Kehidupan Warga
Mardani: BKSAP Janji Bantu Anak Muda Kerja di Jepang
Peresmian 3 Gedung Fakultas IPDN, Sinergi Kementerian PU dan Kemendagri Dukung Infrastruktur Pendidikan
Pertamina Luncurkan Green Movement
Zulhas Apresiasi Jateng Bentuk 3.000 Kopdes Merah Putih
Kementerian PU Tegaskan Dukungan Penuh Arah Kebijakan Pemerintah
Badai PHK Pabrik, LaNyalla Berharap Koperasi Merah Putih Jadi Pintu Gerakan Kembali ke Desa

Berita Terkait

Saturday, 10 May 2025 - 14:16 WIB

Peringati HUT KE-15, HK Realtindo Fokuskan Aksi Peduli pada Tiga Pilar: Kesehatan, Lingkungan, dan Pendidikan

Friday, 9 May 2025 - 14:24 WIB

Listrik SuperSUN Hadir di Pulau Satangnga, Hidupkan Denyut Kehidupan Warga

Thursday, 8 May 2025 - 14:11 WIB

Mardani: BKSAP Janji Bantu Anak Muda Kerja di Jepang

Thursday, 8 May 2025 - 09:01 WIB

Peresmian 3 Gedung Fakultas IPDN, Sinergi Kementerian PU dan Kemendagri Dukung Infrastruktur Pendidikan

Wednesday, 7 May 2025 - 21:48 WIB

Pertamina Luncurkan Green Movement

Berita Terbaru

Energy

Pembangunan Pipa Gas Cisem II Capai 64 Persen

Sunday, 11 May 2025 - 18:35 WIB