DAELPOS.com – Peningkatan nilai tambah melalui diversifikasi atau penganekaragaman produk garam, bisa berdampak positif bagi pelaku usaha. Selain membuka lapangan kerja, diversifikasi bisa menjadi upaya menuju kemandirian garam, menaikkan pendapatan petambak garam sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat petambak garam.
Terlebih produksi garam rakyat sebagian besar masih berupa garam krosok dengan kandungan NaCl 88-92,5%. Biasanya, garam tersebut digunakan untuk garam konsumsi atau pengawet produk UKM perikanan seperti ikan asin dan pindang. Sedangkan standar garam untuk kebutuhan industri harus memiliki kandungan NaCL di atas 96%. Sehingga butuh diversifikasi produk garam rakyat menjadi produk yang bernilai tinggi.
Septi Ariyani, pelaku usaha asal Cirebon, Jawa Barat , berhasil menangkap peluang tersebut dengan mengembangkan garam rakyat untuk kesehatan dan kecantikan. Bahkan, garam buatannya yang dipasangi label “Rama Shinta Rumah Garam Cirebon”, mengusung rancangan konsep produk relaksasi dengan bahan alami yang dalam hal ini menggunakan garam lokal. Dari inovasi tersebut, Rumah Garam Rama Shinta berhasil memproduksi 500 kg/hari atau rata-rata 10 ton per bulan.
“Proses pembuatannya terbilang sederhana, yaitu garam bahan baku dicampurkan dengan bahan pelengkap seperti essential oil dan perfume,” kata Septi saat menjadi salah satu pembicara webinar yang digelar oleh Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Kamis (16/7).
Tak perlu bahan tambahan macam-macam, Septi menyebut garam sudah kaya kandungan mineral seperti natrium, klor, kalsium, kalium, besi, iodium, mangan, tembaga, zink, kobalt, dan fluor yang bermanfaat sebagai hidrasi mineral. Kandungan tersebut masuk melalui kulit saat tubuh berendam menggunakan air rendaman garam laut.
“Kandungan mineral yang terdapat dalam garam memiliki sifat anti-inflamasi yang dapat menangkan kulit, jerawat, iritasi, serta menyeimbangkan produksi minyak dan mempertahankan hidrasi, “ terang Septi.
Usaha diversifikasi garam sudah dia geluti sekira 4 tahun. Septi mengungkapkan, saat ini usahanya telah menghasilkan aneka produk garam kecantikan dan kesehatan antara lain face scrub, bath salt, body scrub, hair treatment, lulur mandi dan foot salt.
Adapun harganya bervariasi, seperti produk foot salt bisa laku seharga Rp50.000/kg, jauh di atas harga jual garam krosok yang hanya Rp500/kg. Keuntungan yang diperoleh pun bisa mencapai Rp34.500/kg.
“Produk yang kami hasilkan ada dalam bentuk souvenir, produk kecantikan dan garam spa. Pokoknya mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki ada,” ujarnya.
Septi optimis permintaan produk garam kecantikan akan selalu ada sepanjang tahun. Hal ini seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat modern yang semakin peduli pada perawatan dan kesehatan kulit.
“Bahkan tidak menutup kemungkinan, produk-produk tersebut dapat merambah pasar luar negeri,” tutup Septi.
Potensi Diversifikasi Garam
Sebagian besar produksi garam di Indonesia dihasilkan dari tambak rakyat yang berpusat di beberapa lokasi seperti Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, dan Sulawesi Selatan.
KKP melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) memiliki program peningkatan produksi garam rakyat melalui Pengembangan Usaha Garam Rakyat (PuGaR), pembangunan Gudang Garam Nasional, dan membangun konsep Sentra Ekonomi Garam Rakyat (SEGAR) sebagaimana yang disampaikan Miftahul Huda, Direktur Jasa Kelautan Ditjen PRL salah satu narasumber webinar.
Adapun Direktur Jenderal PDSPKP, Nilanto Perbowo menuturkan bahwa sejumlah penelitian menunjukkan bahwa garam krosok dapat dikembangkan menjadi produk bernilai tambah lebih tinggi karena mengandung berbagai kadar mineral yang berperan penting bagi kesehatan tubuh.
Sebagai contoh, kandungan mineral magnesium memiliki banyak manfaat diantaranya melembutkan dan menghaluskan kulit.
“Zat pengikat oksigen dan hemoglobin di dalam darah yang dapat memberikan sensasi relaksasi serta mengurangi stress saat berendam dengan larutan garam,” terang Nilanto.
Dalam webinar yang diikuti oleh 2.200 peserta, Nilanto menyebut salah satu contoh pengembangan produk garam lokal ialah diolah menjadi produk kesehatan dan kecantikan seperti yang dilakukan Septi Ariyani. Bahkan, kesuksesan Septi menunjukkan bahwa garam lokal bisa berdaya saing sekaligus berkompetisi dengan produk negara lain.
“Diversifikasi produk ini dapat menjadi alternatif ceruk pasar baru bagi garam lokal, di luar pasar garam industri,” terang Nilanto.
Senada, Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi KKP, Budi Sulistiyo, mengungkapkan potensi lain dari diversifikasi produk turunan garam yang bisa dikembangkan. Potensi tersebut di antaranya dengan memanfaatkan limbah garam atau bittern yang diolah menghasilkan magnesium. Bahkan bisa memadukan satu rangkaian produksi tambak garam dengan artemia.
“Sehingga bisa menjadi salah satu solusi kebutuhan pakan pada perikanan budidaya,” jelas Budi.