Politik Dinasti”

Saturday, 1 August 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Zainal Bintang

JAGAD politik di Indonesia saat ini kembali heboh di tengah kelamnya upaya mitigasi negara dari serangan wabah Covid-19

Menjelang pertarungan kontestasi pimpinan daerah dalam Pilkada pada Desember 2020 mendatang, isu “politik dinasti” atau “dinasti politik” kembali merebak dan memantik pro kontra di tengah masyarakat. Pilkada Serentak 2020 bakal diikuti keluarga Presiden Jokowi. Gibran Rakabuming Raka (putra) di Solo dan Bobby Afif Nasution (menantu) di Medan.

Di Banten, putri Wakil Presiden KH. Maruf Amin, Siti Nur Azisah akan maju sebagai calon walikota Tangerang Selatan, dan Hanindito Himawan Pramana putra Sekretaris Kabinet Pramono Anung berkontestasi sebagai calon Bupati Kediri Timur.

Tidak mau ketinggalan, keponakan Prabowo Subianto, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo maju sebagai Calon Walikota Tangsel yang diusung PDI-P dan Partai Gerindra.

Apa yang salah? Secara undang-undang tidak ada pasal yang dilanggar. Apalagi ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus pasal “dinasti politik” dalam UU 8/2015 Pasal ada 7 huruf r tentang Pilkada. Putusan MK itu bernomor 33/PUU-2015 tanggal 8 Juli 2015.

Dengan adanya legalisasi “politik dinasti” oleh MK, mau tidak mau masyarakat terpaksa akan berpaling kepada legislator yang ada di Senayan. Sebagai salah satu komponen pembetuk undang-undang.

Masyarakat berharap, lembaga DPR sejatinya sebagai salah satu komponen pembentuk undang-undang yang mengemban politik hukum, sebaiknya segera memperbaiki sistem pemilihan umum bagi pemegang kekuasaan di daerah. Membentengi celah penyimpangan, apapun itu, termasuk budaya “politik dinasti”, melalui UU Pilkada yang ketat, sebagai political will untuk penyelenggaraan pilkada.

Namun demikian: Maukah yang terhormat anggota DPR itu melakukannya? Disinilah letak persoalnnya. Politik “lari berputar” berlaku. Kebanyakan calon kepala daerah, terlebih petahana adalah representasi parpol tertentu. Praktik “politik dinasti” yang menguntungkan partai tertentu, akan menolak mendorong kader mereka yang ada di legislatif untuk membumihanguskan “jalan tol” menuju pelanggengan kekuasaan.

See also  Warga Apresiasi Polisi Terapkan One Way Saat Arus Mudik: Aman, Nyaman dan Lancar

Persoalannya tidak sekedar pada ketiadaan atau adanya bunyi pasal pada di regulasi yang harus diubah. Letaknya pada sikap mental yang berakar kepada cacat moralitas. Persoalannya ada pada rendahnya kualitas moralitas. Mengemukanya watak pragmatise, pemburu status sosial serta penggila kekuasaan. Inilah sumber dari segala sumber suburnya “politik dinasti”. Memburukkan proses demokratisasi yang terus menerus menjadi jargon politik menghipnotis masyarakat.

Kualitas mentalitas yang rendah yang diidap masyarakat negara berkembang patut digugat. Mereka begitu gampang meninggalkan janji bahkan sumpah yang diucapkannya. Bersembunyi di balik pasal-pasal regulasi hasil kolusi. Terkait dengan adanya indikasi kalangan elit politik yang sengaja merawat sikap dan mentalitas yang tidak terpuji, mengantar ingatan kepada apa yang pernah ditulis Gunnar Myrdal. Peraih nobel berkebangsaan Swedia itu menulis buku  (1968) yang berjudul “Asian Drama” : An Inquiry Into The Poverty Of Nations (Sebuah Pertanyaan Menuju Kemiskinan Bangsa-Bangsa).

Bukunya memaparkan hasil penelitiannya di Asia. Khususnya di India dan Indonesia. Kata “drama” sengaja dipakainya sebagai resultansi kecemasannya menyaksikan tendensi kepura-puraan yang disaksikannya terjadi negara negara Asia. Myrdal menyebut kedua negara tersebut sebagai “soft state” atau “negara lemah”. Ada juga yang menyebutnya “negara lunak”. Istilah “negara lunak” dilabelkan terhadap negara yang tidak memiliki tradisi administrasi. Karena itu mudah disantap oleh korupsi. Korupsi uang, korupsi hukum dan korupsi politik.

Dr. Ismi Rajiani, MM pernah menulis analisis mengenai buku “Asian Drama” tahun 2013. Rajiani yang bergelar Doctor of Philosophy dalam Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya, Malang mengutip Myrdal, menulis begini:

“Diantara ciri-ciri negara lemah adalah: 1. Golongan penguasa  tidak menghormati dan mentaati  undang-undang, malah menggunakan kesempatan untuk mengeruk keuntungan sebesar besarnya demi kepentingan sendiri. 2. Semuanya diperdagangkan, di Indonesia mulai dari sapi sampai keadilan. 3. Peraturan sengaja dilanggar untuk memperkaya golongan berkuasa dan berpangkat. 4. Meluluskan undang-undang tetapi non sense dalam pelaksanaannya.

See also  Tingkatkan Konektivitas Wilayah Terluar, Kementerian PUPR Tuntaskan Pembangunan Jalan Simpang Holat - Ohoiraut di Pulau Kei Besar dan Pulau Buru

5. Pembayaran pajak dipermainkan dan kalau bisa tidak perlu dibayar. 6. Semua ngomong kalau dapat jabatan: ini amanah, tapi dalam prakteknya amanah untuk memperkaya diri. 7. “Budi politik” ditabur atau dijual kepada siapa yang bisa mendukung menjadi kepala daerah, anggota DPR, lurah, dan lain lain”.

Singkatnya, kata dosen senior Universitas Teknik Malaysia Melaka (UTeM), Fakultas Manajemen Teknologi dan Technopreneurship itu, ciri utama negara lemah (soft state) ialah merajalelanya korupsi, kerakusan, keangkuhan dan penyalahgunaan kekuasaan di kalangan eksekutif (kepala daerah, bupati, gubernur, menteri dan semua penjalan kebijakan), merebak ke kalangan legislatif (DPR), dan akhirnya tidak mau kalah berpartisipasi juga kalangan yudikatif (hakim, jaksa).

“Tangkapan besar terbaru  KPK  yang melibatkan  eksekutif, legislatif dan yudikatif: menunjukkan pembuktian apa yang dikatakan oleh Mbah Gunnar Myrdal sejak puluhan tahun yang lalu masih tetap dipertahankan sampai sekarang ini”.

Lantas, bagaimana solusi untuk Indonesia hari ini?

Mungkin akan lebih banyak manfaatnya, jika elite politik bertekad membekali diri dan jiwa dengan semangat Idul Adha. Meneladani konsitensi Nabi Ibrahim atas komitmennya yang rela menyembelih putranya Ismail, –  yang kemudian tergantikan dengan domba – atas nama ketaatan tak bertepi kepada Tuhan.

Ritual penyembelihan hewan adalah refleksi dan simbolisasi “upacara” penyembelihan sifat “kebinatangan” yang ada dalam diri. Sikap teguh Ibrahim harus dibaca sebagai pancaran ketinggian kadar moralitas yang harus dimiliki seorang yang bernama pemimpin: Satu kata dan perbuatan.

Saatnya elite politik bangsa segera membersihkan mentalitas praktik Machiavellisme yang menghamba pada nafsu “the end justifie the means” (tujuan menghalalkan segala cara). Hanya demi sepotong kekuasaan dunia yang tidak kekal. Praktik Machiavellisme dalam ukuran moral tertentu, sering lebih banyak dianalogikan sebagai “sifat kebinatangan” bagian tak terpisahkan nafsu kuasa yang liar.

See also  Perkembangan Penyidikan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Dan Dana Investasi Pada PT. Asuransi Jiwasraya

Selamat Hari Raya Idul Adha 1441 Hijriah. Mohon maaf lahir dan batin.

(Penulis adalah wartawan senior, pemerhati masalah sosial budaya.)

Berita Terkait

ILUNI Diterima Wamen Viva Yoga, Fokus SDM Kawasan Transmigrasi
Setjen DPD RI Gagas Innovation Week Beri Peluang Pegawai Berinovasi
Kementerian PU Tegaskan Komitmen Tata Kelola Infrastruktur
Ajak Investor, Pemerintah Buka 108 Cekungan Kejar 1 Juta Barel
Tingkatkan Standar Kesehatan Publik, Pramono Terbitkan Pergub 36/2025
Mendes Yandri Pastikan Sadar Hukum di Desa Percepat Wujudkan Indonesia Damai
Pemprov DKI Gercep Perbaiki Tanggul Pantai Mutiara
Mendes Yandri Ajak Apdesi Merah Putih Sukseskan Pembangunan Desa

Berita Terkait

Thursday, 27 November 2025 - 16:20 WIB

ILUNI Diterima Wamen Viva Yoga, Fokus SDM Kawasan Transmigrasi

Thursday, 27 November 2025 - 14:55 WIB

Setjen DPD RI Gagas Innovation Week Beri Peluang Pegawai Berinovasi

Thursday, 27 November 2025 - 09:50 WIB

Kementerian PU Tegaskan Komitmen Tata Kelola Infrastruktur

Wednesday, 26 November 2025 - 18:48 WIB

Ajak Investor, Pemerintah Buka 108 Cekungan Kejar 1 Juta Barel

Wednesday, 26 November 2025 - 18:26 WIB

Tingkatkan Standar Kesehatan Publik, Pramono Terbitkan Pergub 36/2025

Berita Terbaru

Berita Terbaru

Sinergi Prioritas: Menpan RB dan Menko Infrawil Pacu Kualitas Layanan

Thursday, 27 Nov 2025 - 17:54 WIB

Nasional

Mendes Yandri Sebut 12 Aksi Bangun Desa Merangkum Tujuan SDGs

Thursday, 27 Nov 2025 - 16:27 WIB