DAELPOS.com – Salah satu kamera trap yang dipasang oleh tim Pemantauan Harimau Sumatera (Phantera tigris sumatrae) berhasil merekam aktivitas seekor induk dengan tiga ekor anak Harimau Sumatera di kawasan Taman Nasional (TN) Bukit Tiga Puluh. Petugas juga menemukan Kijang (Muntiacus muntjak) yang masih berdarah segar, diduga baru saja mati diburu Harimau Sumatera.
Kepala Balai TN Bukit Tiga Puluh Fifin Arfiana Jogasara, menyampaikan adanya kelahiran Harimau Sumatera di TN Bukit Tiga Puluh, menandakan bahwa kawasan konservasi ini masih baik untuk kelestarian satwa ikonik Sumatera. Menurutnya, pakan dan daya dukung habitat, menjadi faktor kunci keberhasilan peningkatan populasi Harimau Sumatera.
“Harimau Sumatera merupakan salah satu spesies prioritas yang telah ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Surat Keputusan Dirjen KSDAE nomor SK.180/IV-KKH/2015 tentang Penetapan Dua Puluh Lima Satwa Terancam Punah Prioritas untuk Ditingkatkan Populasinya Sebesar 10% pada Tahun 2015-2019,” tutur Fifin.
Balai TN Bukit Tiga Puluh secara intensif melakukan pemantauan Harimau Sumatera di Site Monitoring Harimau Sumatera yang berpusat di wilayah kerja Resort Talang Lakat SPTN Wilayah II Belilas sejak tahun 2015. Tahun 2020 area pemantauan diperluas sehingga pemasangan kamera trap dilaksanakan di setiap resort dengan mengambil lokasi yang diidentifikasi merupakan areal jelajah Harimau Sumatera.
Mendukung hal tersebut, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Indra Exploitasia mengatakan kelahiran anak Harimau Sumatera di habitat alam Bukit Tiga Puluh merupakan keberhasilan pemerintah Indonesia dalam melakukan peningkatan populasi spesies terancam punah.
“Hal ini juga merupakan pencapaian aichi target dari Konvensi Keanekaragaman Hayati,” ujar Indra.
TN Bukit Tigapuluh seluas144.223 Ha ditunjuk tahun 1995 dan ditetapkan pada tahun 2002, merupakan ex 2 HPH. Taman Nasional yang berada di Riau dan Jambi ini juga merupakan tempat hidup Suku Talang Mamak di 9 dusun, sebanyak 336 kepala keluarga yang kehidupannya masih sangat bergantung pada sumberdaya hutan. Areal Kelola masyarakat ini pada tahun 2016 telah dimasukkan ke dalam Zona Tradisional (4.870 Ha), dengan tujuan untuk melindungi akses mereka memperoleh berbagai jenis hasil hutan bukan kayu. Mereka juga menjadi bagian dari mitra utama Balai TN Bukit Tigapuluh yang terus diberdayakan.