DAELPOS.com – Menteri BUMN Erick Thohir menunjuk Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia Barita Simanjuntak sebagai Komisaris PT Danareksa (Persero). Keputusan itu tertuang dalam Nomor: SK-323/MBU/10/2020 tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, dan Pengangkatan Anggota-Anggota Direksi PT Danareksa (Persero). Lalu SK-324/MBU/10/2020 tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, dan Pengangkatan Anggota-Anggota Dewan Komisaris PT Danareksa (Persero).
Penunjukan ini terbilang tidak lazim dan cenderung abusive, sebab baru kali ini Ketua Komisioner dijadikan Komisaris BUMN. Padahal mestinya dipahami, dalam tubuh Ketua melekat marwah dan sifat lembaga yang diwakilinya. Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2011 sebagai penyempurnaan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 menetapkan Komisi Kejaksaan bertugas melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau Pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai peraturan perundang-undangan, kode etik, baik di dalam maupun di luar tugas kedinasan, dan juga melakukan pemantauan dan penilaian atas kondisi organisasi, tata kerja, kelengkapan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia di lingkungan Kejaksaan.
“Penunjukkan Ketua Komisi Kejaksaan sebagai komisaris Danareksa jelas melanggar fatsun Good Corporate Governance, jika menilik perkembangan kasus yang melibatkan entitas Danareksa yang tengah ditangani kejaksaan, jelas akan terjadi konflik kepentingan. Di samping berpotensi mengacaukan tata pemerintahan terutama dalam hal pengawasan penegakkan hukum. Bisa dibayangkan, Ketua Komisi Kejaksaan yang memiliki kewenangan mengawasi penegak hukum (jaksa) di saat yang sama dia juga menjadi komisaris BUMN yang tunduk pada hukum korporasi,” ujar Bandot DM dari Forum Diskusi Kebangkitan Indonesia (Forum DKI). Dalam perpres tentang Komisi Kejaksaan disebutkan di pasal Pasal 2 d (1) Komisi Kejaksaan merupakan lembaga non struktural yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat mandiri. (2) Komisi Kejaksaan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Larangan menjadi komisaris BUMN sebenarnya telah diatur di Perpres tentang Komjak. Sayangnya restriksi itu hanya berlaku untuk anggota Komisioner perwakilan masyarakat sesuai dengan pasal 35 Perpres dimaksud. Meski demikian, semangat dari pasal itu mestinya otomatis berlaku untuk Ketua sebagai representasi lembaga, meskipun dia adalah utusan pemerintah.
Bandot mencoba berpikir positif bahwa Barita tidak mengetahui adanya penunjukkan dirinya menjadi komisaris Danareksa. Dia yakin, Barita memiliki integritas sebagai akademisi dan sifat negarawan tentunya masih memiliki kesempatan untuk menolak jabatan komisaris tersebut demi martabat Komjak.
Dia justru mempertanyakan motif Menteri BUMN Eric Thohir yang menempatkan Barita sebagai Komisaris Danareksa. Saat ini ada kasus hukum yang tengah dihadapi Danareksa. Dalam kutipan media Gatra.com, Kamis, 22 Februari 2018 diberitakan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengadu ke Kejaksaan Agung terkait dugaan penyimpangan pemakaian uang hasil pinjaman dari PT Danareksa dan anak perusahaannya yang berpotensi macet atau sudah macet. Utang macet itu digelontorkan kepada beberapa Debitur Perusahaan Swasta. MAKI menduga penyimpangan tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara Rp659.075.490.293,- .
Dari sejumlah laporan tersebut salah satunya sudah dalam proses penyidikan yakni Perkara Dugaan Korupsi Pembiayaan kepada PT (ATR) dan PT. (EVS) Telah Jatuh Tempo Sebesar Rp155.237.990.293,- dengan Jaminan Saham SIAP yang Sedang Dihentikan Sementara Perdagangannya, Berpotensi Merugikan PT Danareksa Sekuritas. Danareksa Sekuitas sebelumnya merupakan anak perusahaan Danareksa yang kini menjadi entitas asosiasi dengan kepemilikan saham 33 persen.
“Pertanyaan kritisnya, apakah Eric Thohir sengaja menunjuk Barita selaku Ketua Komisi Kejaksaan menjadi Komisaris di PT Danareksa untuk mempengaruhi penyidikan perkara korupsi Danareksa Sekuritas dan sejumlah dugaan penyimpangan di Danareksa lainnya?” tandas Bandot. *