oleh @mardanialisera
DAELPOS.com – Bismillah, polemik kewarganegaraan Bupati Sabu Raijua masih jadi perbincangan. Mendagri memiliki waktu kurang dari 10 hari untuk ambil tindakan. Di sisi lain, ada peringatan berharga di balik polemik ini.
Memang kejadian ini kecolongan luar biasa, ketika WNA bisa mendaftar Pilkada lalu menang. Baru setelah menang terkuak bahwa ia adalah WNA. Tidak sah seseorang menjadi kepala daerah kecuali WNI.
Apresiasi layak diberikan untuk Bawaslu yang bekerja secara cermat sekaligus jadi tamparan bagi KPU yang memverifikasi data dari awal. Harus jadi pelajaran untuk semua. Baiknya memang beliau mengundurkan diri sebelum dilantik
Hal tersebut bagian dari etika, dan pemimpin punya pertalian kuat dengan etika. Beliau mestinya bisa mengambil keputusan yang dapat meneduhkan semua; mundur. Diiringi dengan perbaikan sistem kependudukan yang kerap bermasalah
Publik tentu masih ingat kejadian serupa yg menjerat Menteri ESDM di tahun 2016. Saat itu diketahui, ybs memiliki kewarnegaraan ganda yakni Indonesia dan AS. Karena kita tidak mengenal kewarnegaraan ganda, ybs akhirnya diberhentikan dari kursi tersebut
Belajar dari 2 kasus di atas, sinergi data kependudukan dengan data instansi terkait masih berantakan. Belum berubah paradigma perbaikan sistem pendataan kewarnegaraan kita. Perkembangan teknologi informasi yang sudah semakin pesat mestinya menghasilkan sinergi pendataan yang lebih kuat
Presiden sebagai administratur tertinggi mesti turun tangan. Sinergi kuat antarlembaga pun diperlukan seperti Kemenlu, Dirjen Imigrasi sampai Kemendagri. Jika seluruh data telah terkoneksi secara digital, tentu akan memudahkan mengecek status kewarnegaraan seseorang
Jangan bosan untuk terus berbenah, kasus ini harus jadi pelajaran berharga meningkatkan sinergi data kependudukan berbasis digital agar kerjadian serupa tidak berulang. Kemendagri pun perlu melakukan validasi data secara periodik untuk memastikan kebaruan data. Krn menjadi pertanyaan mengapa KTP bisa dikeluarkan sementara ybs adalah WNA.
Sebenarnya kasus ini bisa jadi salah satu momentum untuk revisi UU Pemilu. Mengingat status kewarnegaraan sering dikaitkan dlm setiap pemilihan, baik pemilihan kepala daerah, gubernur, sampai presiden. Sudah saatnya kita menaruh perhatian pada validasi masalah2 data kependudukan dlm pelaksanaan pemilu agar kejadian terkait tidak terulang