DAELPOS.com – Ustadz Abdul Somad (UAS) menceritakan kisah Usamah bin Zaid RA, cucu angkat Rasulullah, yang datang menemui Rasulullah. Pemuda yang mendapat judulan Hibbu Rasulullah (orang yang dicintai Rasulullah) itu bertanya, “Wahai Rasulullah SAW, kenapa aku tidak pernah melihat Anda berpuasa sunah dalam satu bulan tertentu yang lebih banyak dari bulan Sya’ban?”
Nabi SAW menjawab:
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفِلُ النَّاسُ عَنْهُ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَال إِلى رَبِّ العَالمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عملي وَأَنَا صَائِمٌ
“Ia adalah bulan di saat manusia banyak yang lalai (dari beramal shalih), antara Rajab dan Ramadhan. Ia adalah bulan di saat amal-amal dibawa naik kepada Allah Rabb semesta alam, maka aku senang apabila amal-amalku diangkat kepada Allah saat aku mengerjakan puasa sunnah.” (HR. Tirmizi, An-Nasai dan Ibnu Khuzaimah, Ibnu Khuzaimah menshahihkan hadits ini).
“Jadi dalam 12 bulan itu, bulan yang paling dianjurkan puasa setelah bulan Ramadhan adalah Sya’ban,” kata UAS.
Hal ini selaras dengan hadits Aisyah RA yang berkata, “Aku tidak pernah melihat beliau SAW lebih banyak berpuasa sunnah daripada bulan Sya’ban. Beliau berpuasa di bulan Sya’ban seluruh harinya, yaitu beliau berpuasa satu bulan Sya’ban kecuali sedikit (beberapa) hari.” (HR. Muslim no. 1156 dan Ibnu Majah no. 1710).
“Mengapa Rajab dan Ramadhan selalu diingat sedangkan Sya’ban sering dilupakan? Karena bulan Rajab sudah diagungkan, dimuliakan oleh orang-orang jahiliyah bahkan sebelum Islam datang.
Rajab juga termasuk dalam bulan-bulan haram yang dimuliakan dalam Alquran. Sedangkan Ramadhan, siapa yang tidak mengetahui Ramadhan karena didalamnya ada lailatul qadr dan momen Alquran diturunkan,” kata UAS.
“Beribadah pada saat orang lupa, pahalanya besar, contohnya tahajud, banyak orang lalai makanya pahalanya besar bagi yang menjalankannya. Maka dari itu, keutamaan beramal saat orang lalai itu pahalanya amat luar biasa,” ujarnya.
Dai yang meraih gelar profesor di Universitas Islam Omdurman Sudan itu mengutip penjelasan Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitabnya, Fathul Bari bahwa catatan amal manusia diangkat sebanyak tiga kali, yaitu harian, mingguan, dan tahunan.
Catatan amal harian akan diangkat setiap ba’da Ashar, catatan amal mingguan akan diangkat setiap Kamis. Sedangkan catatan amal tahunan akan diangkat setiap bulan Sya’ban.
“Jika saat catatan amal diperiksa dan diangkat oleh malaikat, seseorang itu sedang berpuasa atau sedang sholat berjamaah maka akan baik laporan amalannya kepada Allah SWT,” ujar Dosen UIN Sultan Kasim Riau itu.
“Bulan Sya’ban memiliki malam yang istimewa yakni pada 15 Sya’ban, yang biasa disebut Nisfu Sya’ban. Di malam itu, Allah SWT akan memperhatikan seluruh makhluk-Nya dengan perhatian khusus. Allah SWT juga akan ampunkan dosa semua makhluk-Nya, kecuali orang musyrik (orang yang menyekutukan Allah) dan orang musahid (orang yang berkelahi dan belum berdamai),” kata UAS.
Menurut Syekh Abdul Qadir al-Jilani dalam kitab Ghunyah al-Thalibin, malam nisfu Sya’ban adalah malam yang diberkati Allah (lailah mubarakah). Malam tersebut disebut juga dengan malam pembebasan (lailatul bara’ah).
“Dan di antaranya, malam pembebasan disebut dengan ‘mubarakah’ (yang diberkati) karena di dalamnya terdapat turunnya rahmat, keberkahan, kebaikan, dan pengampunan bagi penduduk bumi.” (Syekh Abdul Qadir al-Jilani, Ghunyah al-Thalibin, juz 3, hal. 278).
“Dikatakan bahwa malam nisfu Sya’ban disebut malam pembebasan karena di dalamnya terdapat dua pembebasan. Pertama, pembebasan untuk orang-orang celaka dari siksa Allah yang Maha-Penyayang. Kedua, pembebasan untuk para kekasih Allah dari kehinaan.” (Syekh Abdul Qadir al-Jilani, Ghunyah al-Thalibin, juz 3, hal. 283).