DAELPOS.com – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan inilah saatnya negara anggota ASEAN untuk memimpin dengan memberikan contoh dan melakukan tindakan kolektif dalam mengatasi krisis lingkungan global.
Hal tersebut disampaikan Menteri Siti pada 17th ASEAN Ministerial Meeting on the Environment (AMME) pada Rabu (23/8/2023) di Vientiane, Lao PDR. Menteri Siti juga menekankan bahwa pertemuan ini harus berperan dalam memperkuat ketahanan lingkungan hidup dan iklim regional.
Hal ini juga merupakan upaya untuk mewujudkan ASEAN sebagai episentrum pertumbuhan dan menjaga sentralitas ASEAN.
“Saya percaya kita memiliki visi yang sama untuk memiliki masa depan yang lebih sejahtera dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat ASEAN,” tegas Menteri Siti dalam pernyataannya pada the 17th AMME tersebut.
Dalam momentum penting itu, Menteri Siti mengemukakan bahwa sejalan dengan tema 2023 “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”, Indonesia mengembangkan berbagai inisiatif yang akan meletakkan dasar bagi generasi berikutnya untuk membangun dan berkontribusi pada agenda keberlanjutan ASEAN.
Ada tiga masalah lingkungan hidup yang menjadi perhatian utama Indonesia pada the 17th AMME. Perubahan iklim, penanganan invasive alien species (IAS), dan polusi plastik termasuk di lingkungan laut.
Negara-negara anggota ASEAN dipandang sebagai salah satu negara paling rentan di dunia terhadap dampak perubahan iklim. Untuk itu, ASEAN sedang mengembangkan Pernyataan Bersama tentang Perubahan Iklim untuk COP-28 UNFCCC dan Aksi Iklim Berbasis Komunitas ASEAN.
Melalui Pernyataan Bersama tersebut, ASEAN menyerukan kepada semua Pihak, untuk memperkuat target 2030 mereka di Nationally Determined Contribution (NDC) agar selaras dengan Perjanjian Paris. ASEAN juga mendesak negara-negara maju untuk memberikan dukungan keuangan, teknologi, dan kapasitas kepada negara anggota ASEAN secara tepat waktu, terkoordinasi, berkelanjutan, dan responsif gender untuk pemahaman yang lebih baik di semua tingkatan.
“Indonesia telah menyampaikan enhanced NDC tahun lalu yang menargetkan pengurangan emisi menjadi 31,89% dengan kapasitas nasional, dan mencapai 43,2% dengan dukungan kerja sama luar negeri,” papar Menteri Siti.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Menteri Siti menjelaskan bahwa Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 menjadi salah satu tulang punggungnya. Berdasarkan proses konsultasi dan analisis internasional UNFCCC melalui Biennial Update Report (BUR) ke-3 November 2022, pada periode 2018-2020 penurunan emisi Indonesia adalah sekitar 570 juta CO2 eq; yang tersedia untuk digunakan untuk kolaborasi misalnya pada mekanisme kontribusi berbasis hasil atau mekanisme lainnya.
Indonesia juga tengah mengembangkan program iklim berbasis masyarakat melalui Program Kampung Iklim (PROKLIM) sebagai bagian dari strategi nasional untuk meningkatkan ketahanan iklim nasional. Program ini bertujuan untuk mengakui pentingnya pemangku kepentingan non-pihak khususnya masyarakat lokal dan memperkuat peran mereka dalam aksi perubahan iklim. Hingga tahun 2022, terdapat 4.218 desa yang terdaftar di Sistem Registrasi Nasional (SRN) sebagai desa iklim.
“Saya yakin negara-negara anggota ASEAN lainnya juga telah mengembangkan program serupa dengan pendekatan berbeda. Saya berharap kita dapat berbagi pengalaman dan mendokumentasikan praktik terbaik kita melalui aksi iklim berbasis komunitas ASEAN,” lanjut Siti.
Dalam Kerangka Keanekaragaman Hayati Global pasca-2020, untuk mendukung pencapaian target Kunming Montreal Global Biodiversity Framework (KMGBF), Presiden Joko Widodo mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2023 tentang Pengarusutamaan Pelestarian Keanekaragaman Hayati dalam Pembangunan Keberlanjutan. Tujuan utamanya adalah untuk menyeimbangkan konservasi keanekaragaman hayati dan kebijakan ekonomi dalam perencanaan pembangunan, perlindungan ekosistem kritis dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat.
Pengelolaan Invasive Alien Species (IAS) merupakan salah satu target global Kunming-Montreal tahun 2030 yang harus segera diatasi. IAS dianggap sebagai salah satu ancaman utama terhadap keanekaragaman hayati di antara penyebab hilangnya keanekaragaman hayati dan menurunnya spesies asli.
“Indonesia mengajak negara-negara anggota ASEAN untuk bersama-sama memerangi ancaman spesies asing invasif melalui penyusunan Rencana Aksi Regional ASEAN tentang Pengelolaan Spesies Asing Invasif,” ujar Menteri Siti.
Selanjutnya, Menteri Siti juga menegaskan bahwa Indonesia mendukung penuh agenda global untuk mengakhiri polusi plastik termasuk di lingkungan laut.
“Kami memiliki komitmen yang kuat untuk bergabung dengan gerakan global untuk mengakhiri polusi plastik melalui pembentukan instrumen yang mengikat secara hukum internasional dan kami percaya bahwa Rencana Aksi Nasional harus menjadi tulang punggung untuk mengimplementasikan instrumen yang mengikat secara hukum internasional,” tegasnya.
Indonesia telah melakukan empat kegiatan terkait lingkungan laut yaitu. Pertama, pelaksanaan pemantauan sampah laut dan mikroplastik di 23 lokasi dan kegiatan pembersihan bekerja sama dengan pihak swasta dan masyarakat di wilayah pesisir akibat limbah dari laut. Kedua, membawa rehabilitasi ekosistem terumbu karang di 14 lokasi. Ketiga, Lokakarya ASEAN-Indo-Pasifik tentang Sampah Plastik Lau. Keempat, Konferensi ASEAN dalam Memerangi Polusi Plastik: Meningkatkan Sinergi dan Tindakan Kolaboratif untuk Memerangi Polusi Laut.
Pada sektor pengelolaan sampah, Indonesia mendukung promosi Kota Berkelanjutan ASEAN melalui inisiatif nasional termasuk pembentukan daur ulang sampah, pemilahan sampah domestik, pengembangan ruang terbuka hijau dan implementasi ekonomi sirkular. Kolaborasi yang melibatkan pemerintah, masyarakat luas, dan dunia usaha juga telah dirintis. Indonesia memprakarsai Lokakarya Pembelajaran Horizontal untuk Kota Berkelanjutan ASEAN sebagai platform regional untuk berbagi pengalaman dan pembelajaran dalam mempromosikan kota berkelanjutan di antara negara-negara anggota ASEAN.
Pada the 17th AMME tersebut, Indonesia juga menyampaikan upaya-upaya yang telah dilakukan untuk menangani polusi plastik melalui “Tindakan Strategis Pengurangan Sampah Plastik Nasional” dan regulasinya. Pada lingkup ASEAN, Indonesia ingin mendorong seluruh pemangku kepentingan terutama pemerintah daerah dan industri untuk secara serius memperhatikan isu-isu tersebut dengan mengadakan konferensi lingkup ASEAN.
Saat menghadiri rangkaian pertemuan ini, Menteri Siti didampingi oleh Kepala Badan Standardisasi Instrumen LHK, Ary Sudijanto dan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Laksmi Dhewanthi.
Ary Sudijanto, dalam kapasitasnya sebagai National Focal Point ASOEN Indonesia, memaparkan mengenai rencana ASEAN Conference on Combatting Plastic Pollution Enhanced Synergies and Collaborative Actions to Combatting Plastic Pollution Including to Marine Environment.
Dia juga menyampaikan ada tiga tujuan konferensi ini. Pertama, menyediakan platform bagi para pemangku kepentingan untuk berbagi dan bertukar upaya ASEAN dalam mengatasi polusi plastik. Kedua, memberikan rekomendasi untuk mempromosikan kondisi regional yang memungkinkan untuk mengatasi polusi plastik sejalan dengan keputusan potensial dari perjanjian plastik global dan kesamaan AMS. Ketiga, menjajaki area potensial dan inisiatif untuk memperkuat peran ASEAN dalam mendukung upaya negara anggota ASEAN untuk mengatasi polusi plastik yang akan membantu mematuhi Intergovernmental Negotiating Committee (INC) setelah disepakati pada tahun 2024.
“Konferensi ini akan diadakan di Grand Hyatt, Jakarta pada tanggal 17 Oktober 2023. Pesertanya meliputi pembuat kebijakan, perwakilan INC, sektor swasta, CSO, Media dan akademisi. Kami berharap semua pemangku kepentingan dapat menghadiri konferensi ini,” papar Ary.
Dalam Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN tentang Lingkungan Hidup tersebut, selain mendorong Pernyataan Bersama tentang Perubahan Iklim untuk COP-28 UNFCCC dan Rencana Aksi ASEAN mengenai Pengelolaan IAS, Indonesia juga menyampaikan dukungan untuk endorsement 2 (dua) dokumen lain pada KTT ke-43 ASEAN di Jakarta, yaitu Suaka Margasatwa Phu Khieo-Taman Nasional Nam Nao dan Taman Nasional Phu Kraudeng sebagai ASEAN Heritage Park ke-56 dan ke-57, serta Nominasi Penerima Penghargaan ASEAN Eco-schools dan Youth Eco-champions Award.
Indonesia mendukung empat dokumen untuk dinotasi pada the 17th AMME, diantaranya finalisasi the 6th ASEAN State of Environment Report (SOER 6) sebagai publikasi unggulan kerja sama ASEAN di bidang lingkungan hidup. Indonesia mengapresiasi Brunei Darussalam mengusulkan pembentukan ASEAN Centre for Climate Change untuk memperkuat koordinasi dan kerja sama antar Negara Anggota ASEAN dalam isu-isu terkait iklim. Indonesia siap menandatangani perjanjian pendirian Pusat tersebut dan berharap dapat mendukung operasionalisasinya. Ketiga, Indonesia menyampaikan apresiasi kepada seluruh negara anggota ASEAN atas dukungannya terhadap Inisiatif Ketua ASEAN 2023. Indonesia mengundang partisipasi aktif seluruh negara anggota ASEAN dalam Lokakarya Pembelajaran Horizontal untuk Kota Berkelanjutan ASEAN dan mendorong kontribusi dalam pengembangan Aksi Iklim Berbasis Komunitas ASEAN.
Delegasi Indonesia pada the 17th AMME dipimpin oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sebagai anggota delegasi adalah Kepala Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK) sebagai National Focal Point ASOEN Indonesia, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) sebagai National Focal Point COM-AATHP, Tenaga Ahli Menteri Bidang Management Landscape Fire, Kepala Biro Kerja Sama Luar Negeri, Direktur Penanganan Sampah, dan tim KLHK lingkup ASOEN, COM AATHP, dan AWGEE.
Pertemuan the 17th AMME dihadiri oleh Menteri atau pejabat setingkat Menteri bidang lingkungan hidup di ASEAN, ASEAN Center for Biodiversity, dan ASEAN Secretariat. Menteri Sumber Daya Alam dan Lingkungan Lao PDR sebagai chair pertemuan ini, dan sebagai vice chair adalah Wakil Menteri Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Malaysia menyambut baik inisiatif-inisiatif proteksi lingkungan untuk ASEAN dan global.