PTUN Jakarta Tolak Gugatan Loka Taru yang Desak Presiden Berhentikan Mendes

Friday, 10 October 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

ilustrasi / foto ist

ilustrasi / foto ist

daelpos.com – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta putuskan menolak gugatan yang diajukan oleh Yayasan Citta Loka Taru lewat putusan Nomor 130/G/TF/2025/PTUN.JKT tertanggal 9 September 2025.

Untuk diketahui Yayasan Citta Loka Taru menggugat Presiden Republik Indonesia dan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto sebagai tergugat II Internvensi. Objek gugatan adalah Tindakan Administratif Presiden yang berhentikan atau mengganti Yandri Susanto sebagai Mendes PDT pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang diucapkan pada sidang terbuka untuk umum pada 24 Februari 2025 sebagaimana permohonan Penggugat tertanggal 26 Februari 2025 dengan Nomor 23/SK-IT/I1/2025.

Pihak Tergugat menyatakan jika Penggugat tidak miliki kepentingan hukum yang dirugikan terkait Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025.

Objek sengketa bukan merupakan sengketa Tata Usaha Negara, karena Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025 merupakan sengketa Pilkada yang telah di putus di Mahkamah Konstitusi dan telah dilaksanakan amarnya yaitu Pemilihan Suara Ulang.

Tergugat yang tidak Memberhentikan atau Mencopot Tergugat II Intervensi sebagai Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal yang dikaitkan Penggugat atas Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025, bukanlah Perbuatan Melawan Hukum dan tidak Bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang baik.

Jawaban Tergugat dikuatkan dengan saksi fakta dari Kementerian Sekretariat Negara, yakni Muhammad Zulkarnaen, Kepala Biro Administrasi Pejabat Negara, yang menyatakan Biro Administrasi Pejabat Negara tidak melakukan analisis terkait Pengangkatan dan Pemberhentian Menteri karena semua itu merupakan Hak Prerogatif Presiden.

Pihak tergugat juga hadirkan dua orang saksi Ahli yaitu Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Esa Unggul, Prof. Dr. Juanda, S.H., M.H.; yang menjelaskan Penggugat hanya mendalilkan mengalami kerugian karena didasarkan pada asumsi Penggugat yang telah membayar pajak.

See also  Tinjauan Kesiapan Arus Mudik Nataru 2024/2025, Kementerian PU Sediakan 8.989 Toilet di Rest Area Jalan Tol

Pajak yang dibayar oleh Penggugat tersebut digunakan untuk membiayai Pemilihan Suara Ulang Pemilukada Bupati Kabupaten Serang tetapi tidak dapat membuktikan secara konkrit.

“Tidak ditemukan kalimat yang sifatnya imperative-naratif dari Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dengan Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang memerintahkan agar Tergugat memberhentikan Tergugat II Intervensi, oleh karena itu secara legal formil dan legal materil maka tidak ada alasan dan kewajiban hukum bagi Tergugat untuk memberhentikan Tergugat II Intervensi,” demikin keterangan Prof Juanda.

Pernyataan penggugat yang menyatakan secara hukum Tergugat dan Tergugat II Intervensi melakukan perbuatan melawan hukum (Onrechtmatige Overheidsdaad), Penggugat harus memenuhi dan dapat membuktikan adanya tindakan secara nyata dan langsung merugikan kepentingan Penggugat yang disebabkan oleh tindakan Tergugat dan Tergugat II Intervensi yang tidak sesuai dengan Asas Legalitas, norma peraturan perundang-undangan dan AUPB.

Saksi Ahli lainnya yaitu Mantan Hakim Mahkamah Konistitusi Dr. Maruarar Siahaan, S.H., M.H menjelaskan, pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dengan Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025 kalau di dalam praktek jika sudah ada bukti campur tangan bunyi putusan bukan “perhitungan suara ulang” tetapi “diskualifikasi”;

Pemberhentian harus tegas dimana putusannya untuk dilaksanakan, tetapi kalau belum ada maka kita tidak dapat berdasarkan idealisme bahwa integritas seorang Menteri itu yang menjadi pembantu Presiden hanya ditegaskan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi, keterbatasan Putusan Mahkamah Kontitusi yaitu berlaku untuk sengketa Pemilu untuk menentukan perhitungan suara atau untuk membatalkan hasil tetapi tidak bisa dipakai untuk Pemberhentian Menteri karena memiliki proses tersendiri.

Dan untuk itulah Due Proccess Of Law harus bisa diberikan kepada orang yang dituduh melakukan Nepotisme harus berdasarkan bukti yang otentik, kalau terbukti otentik maka harus diskualifikasi bukan pemungutan suara ulang.

Berita Terkait

Hutama Karya Dukung Pendidikan Anak Usia Dini Lewat Penyerahan Bantuan Sarana Prasarana di DKI Jakarta
Prabowo dan Rosan Resmikan Proyek Korea Rp62 T di Cilegon
Tarif Transjakarta: Pramono Tunggu Waktu Tepat
Hadiri Hari Santri 2025 di Tegal, Ini Pesan Wamendes Ariza
Demi Layanan Publik: Dua Menteri Bahas Tata Kelola dan SDM
Transjakarta Targetkan 400 Juta Pelanggan Tahun Ini
Gandeng IKJ, Pemprov DKI Jadikan Kota Tua Magnet Seni
Di Forum HAPUA Working Group 5 ke-13, PLN Perkuat Transformasi SDM sebagai Fondasi Transisi Energi Berkelanjutan

Berita Terkait

Friday, 7 November 2025 - 16:47 WIB

Hutama Karya Dukung Pendidikan Anak Usia Dini Lewat Penyerahan Bantuan Sarana Prasarana di DKI Jakarta

Friday, 7 November 2025 - 09:14 WIB

Prabowo dan Rosan Resmikan Proyek Korea Rp62 T di Cilegon

Thursday, 6 November 2025 - 08:57 WIB

Tarif Transjakarta: Pramono Tunggu Waktu Tepat

Thursday, 6 November 2025 - 08:49 WIB

Hadiri Hari Santri 2025 di Tegal, Ini Pesan Wamendes Ariza

Thursday, 6 November 2025 - 08:45 WIB

Demi Layanan Publik: Dua Menteri Bahas Tata Kelola dan SDM

Berita Terbaru

Berita Utama

Pertamina Terangi Harapan ODGJ dengan Energi Surya

Friday, 7 Nov 2025 - 12:36 WIB

Olahraga

Popnas 2025, Tim Voli Putra dan Putri DKI Siap Hadapi Jateng

Friday, 7 Nov 2025 - 09:38 WIB