daelpos.com – PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) mempercepat pengembangan proyek LNG midstream sebagai strategi menjaga keandalan suplai energi primer sekaligus menekan biaya pokok penyediaan listrik (BPP). Langkah ini penting mengingat kebutuhan listrik nasional terus meningkat, sementara pasokan gas pipa ke sejumlah sistem kelistrikan kian menurun. Hal ini disampaikan dalam Knowledge Hub Electricity Connect 2025 yang digelar di Jakarta International Convention Center (JICC).
General Manager Unit Proyek (UP) GBM PLN EPI Agus Purnomo menjelaskan bahwa PLN EPI kini memegang peran sentral dalam penyediaan feedstock pembangkit PLN, mulai dari gas, LNG, BBM, batubara, hingga bioenergi termasuk pengembangan biogas.
“Kita melihat bahwa kebutuhan listrik terus naik sesuai RUPTL, dan PLN EPI harus memastikan ketersediaan feedstock untuk mendukung kesiapan pembangkit,” ujar Agus.
Menurut Agus, proyeksi kebutuhan listrik nasional pada 2034 mencapai 511 TWh, masih didominasi Pulau Jawa namun dengan pertumbuhan signifikan di Kalimantan dan Sulawesi. Sementara itu, pasokan gas pipa terus menurun dan konsumsi BBM untuk pembangkit naik 10–15 persen sejak 2023.
“Kenaikan konsumsi BBM ini tentu membebani Biaya Pokok Produksi Listrik. Karena itu konversi BBM ke gas bukan lagi opsi, melainkan kebutuhan,” katanya.
Tahun ini, PLN EPI mencatat kebutuhan LNG mencapai sekitar 90 kargo dan diproyeksikan meningkat menjadi 104 kargo tahun depan. Dengan kapasitas pembangkit batubara yang tidak dapat bertambah, peningkatan kebutuhan energi tersebut akan dipenuhi dari LNG.
“Kami mengembangkan infrastruktur LNG midstream agar sistem suplai bisa lebih fleksibel dan efisien. Demand dan supply harus terintegrasi,” jelas Agus.
Ia menambahkan bahwa integrasi tersebut memungkinkan pola multi-destination, di mana suplai LNG bisa dialihkan cepat ketika ada pembangkit yang mengalami gangguan.
Dalam pengembangannya, proyek LNG midstream ke dua fase. Tahap pertama mencakup pembangunan fasilitas suplai di Nias, enam titik di Sulawesi–Maluku, delapan titik di Nusa Tenggara, dan empat titik di Papua Utara. Proyek Nias kini memasuki tahap akhir konstruksi dan ditargetkan commissioning pada akhir November atau awal Desember sebelum beroperasi penuh Januari 2026.
“Ketika klaster pertama ini beroperasi, kita bisa mengurangi penggunaan BBM hingga 2,3 juta kilometer per tahun dari sisi logistik,” ungkapnya.
Setelah fase pertama selesai, pengembangan akan berlanjut ke klaster berikutnya, termasuk wilayah yang masih bergantung pada BBM seperti Halmahera Timur, Sanana, Sofifi, Morotai, Bangka Belitung, hingga beberapa titik di Kalimantan. PLN EPI juga mempercepat proyek penguatan suplai gas di Jawa-Madura-Bali mengingat pasokan gas pipa dari Sumatera dan Jawa Timur diperkirakan semakin ketat.
Sejumlah FSRU baru tengah direncanakan antara lain FSRU Jawa Barat 2 di Muara Tawar, serta FSRU di Bali, Cilegon, Kalbar, Kalselteng, Pomala, dan Stargate.
“FSRU Jawa Timur akan menjadi penopang tambahan suplai jaringan transmisi gas, terutama untuk mendukung penambahan pembangkit CCCT Jawa–Bali 3,” jelas Agus.
Ia menegaskan bahwa keberhasilan eksekusi proyek-proyek tersebut membutuhkan dukungan seluruh mitra dan pemangku kepentingan. Menurutnya, konversi BBM ke gas tidak hanya meningkatkan efisiensi pembangkitan dan menurunkan BPP, tetapi juga mempercepat pemanfaatan energi yang lebih bersih.
“Kami idak bisa berjalan sendiri. PLN EPI mengundang seluruh partner untuk berkolaborasi agar suplai energi primer tetap andal, baik di Jawa, Bali, maupun luar Jawa. Bersama, kita wujudkan ketahanan energi yang efisien, bersih, dan andal” tutupnya.








